Sejak semalam, petir menggelegar tiada henti. Angin berembus sangat kencang. Udara dingin dan langit mendung. Bahkan pagi ini juga sama, meski sudah tak terdengar lagi bunyi guntur. Senja menguap sekali. Dia dan Angkasa akan sarapan sebentar lagi. Gadis dengan rambut panjang terurai itu mengambil ikat rambutnya di atas nakas, menguncirnya ke atas, lalu berjalan pelan ke teras depan kamarnya. Merentangkan tangan untuk merenggangkan otot-ototnya.
Senja terdiam kala melihat sosok yang familiar berjalan keluar dari bangunan di hadapannya. Itu adalah Angkasa. Pemuda itu diapit dengan dua orang pria paruh baya, berjalan dengan tergesa-gesa keluar dari tempat kos. Bukankah itu satpam kampus mereka?
Mendadak perut Senja bergejolak. Dia khawatir. Apakah Angkasa dalam masalah? Dia segera masuk ke kamar, mengganti kaosnya dengan hoodie, mengambil ponsel dan topi lalu segera beranjak untuk mengikuti mereka.
Angkasa tidak pernah di datangi oleh satpam kampus sebelumnya, pernah waktu itu di dekat kontrakan Naray, ada seorang mahasiswa yang ketahuan mencuri laptop salah satu mahasiswa yang lain, dua satpam kampus yang baru saja dia lihat itu yang menggiring pelakunya.
"Gak mungkin Angkasa nyolong, kan? Dia gak bakat jadi maling," gumam Senja sambil terus berjalan menyusuri gang itu.
Ketiga orang laki-laki itu sudah tidak terlihat. Senja harus ambil jalan pintas agar dia bisa tiba di depan kampus. Senja ingat satu jalan. Sering dia gunakan jika telat datang ke perkuliahan Profesor Harris. Dia memotong jalan kearah kanan, menaiki tembok setinggi dua meter itu, melompat turun dan berjalan membelah rerumputan di lahan kosong milik orang.
"Sial, malah gue kayaknya yang cocok jadi maling."
Senja terus mengomel sampai dia tiba di ujung tembok dua meter seperti tadi yang dia naiki. Dia naik pada pohon nangka yang tak jauh dari sana, pindah pada ranting sebelahnya yang langsung menjulur kearah luar. Gadis itu barusaha turun, sayangnya dia tak memiliki perhitungan yang tepat.
"Mampus!" gerammya. Gadis itu sudah bergelantungan di atas pohon, kakinya tak sampai ke bawah. "Nyesel gue manjat." Mau tak mau Senja melepaskan pegangannya hingga dia terjatuh ke tanah. Dirinya meringis sambil menepuk-nepuk bagian tubuhnya yang kotor, tapi tak lama setelah itu, tiga orang yang sedang berusaha dia ikuti, muncul tak jauh dari tempatnya jatuh.
Senja bergegas bangkit dan mengikuti mereka. Angkasa di bawa ke salah satu pos satpam kampus dengan ruangan paling besar di bandingkan pos satpam yang lain. Senja mengambil tempat, bersiap untuk menguping.
"Angkasa Aldevaro Mahenda?" Senja mendengar ada yang memanggil nama Angkasa, tapi dia tak mendengar Angkasa menjawabnya, apa pemuda itu hanya mengangguk?
"Apa yang kamu lakukan selarut itu tadi malam?"
Tadi malam? Apa Angkasa keluar tadi malam?
"Cari angin." Senja mendengar jawaban Angkasa yang acuh.
"Cari angin sama perempuan? Di tempat gelap?" Senja menutup mulutnya. Dia menoleh berusaha melihat situasi di dalam sana, tapi percuma, tidak terlihat sama sekali.
"Kami gak ngelakuin apa-apa, Pak."
"Saya belum menuduh kamu melakukan apa-apa, kenapa kamu langsung mengelak?"
"Karena itu yang pasti ada dalam pikiran bapak, kan? Saya gak ngelakuin apa-apa. Semalam itu hanya teman lama saya yang tidak sengaja bertemu di sini," jelas Angkasa. Senja mengerutkan keningnya.
"Namanya Evelyn Rubby. Bukan mahasiswa sini," celetuk salah seorang lagi. Dari suaranya, berbeda dengan orang yang sebelumnya.
"Mahasiswi MIT, Amerika. Dia ada keperluan bisnis disini. Putri dari pemilik perusahaan properti, gedung di belakang kampus." Itu lagi-lagi suara Angkasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senjanya Angkasa
Teen FictionAku menyukai caranya tersenyum, aku menyukai caranya berbicara, sku menyukai caranya memandangku, aku menyukai setiap detail dari dirinya. Aku menyukai matanya yang teduh, tapi bersinar terang. Ini adalah cerita tentang Angkasa-ku. Cerita tentang...