"Aku teman masa kecilnya Angkasa," ucapnya lagi. Tangannya masih terulur, hingga akhirnya Senja menerima uluran tangan itu.
"Senja." Ada keterkejutan di wajah Evelyn, tapi hanya sedikit, setelahnya dia tersenyum lagi. Sangat manis, memperlihatkan dimple yang dia punya di sisi kanan pipinya.
"Nama kamu indah, ya?" Senja tersenyum canggung. Angkasa selalu mengatakan hal itu. Nama Senja selalu terdengar indah kata Angkasa.
"Angkasa gak pernah cerita tentang kamu, setahuku teman baik Angkasa cuma Danu."
"Aku lebih dekat dengan Kasa di bandingkan Danu," ucap Evelyn lagi masih terus tersenyum. Senja akan bertanya lagi, sebelum Angkasa memegang bahunya.
"Ayo, Senja. Kita pulang," ucap Angkasa yang kini mulai menarik lengan Senja untuk pergi, tapi Evelyn langsung menahannya.
"Kenapa buru-buru sekali, Sa? Masih sore. Gimana kalau kita minum teh dulu?" ajaknya. Angkasa melirik pada Senja. Gadis itu tersenyum dan mengangguk.
"Ayo, Sa!" ajaknya. Senja menarik lengan Angkasa agar pemuda itu mau menurutinya. Evelyn memperhatikan hal itu. Memperhatikan bagaimana Senja menyentuh dan menarik lengan Angkasa yang biasanya selalu dia genggam. Bahkan kini Evelyn tidak menyangka bahwa genggamannya jatuh ke tangan orang lain.
"Enggak, Senja. Kita harus pulang! Ini gara-gara kamu tadi ngajak aku bolos," kesal Angkasa.
"Alah, kenapa di ungkit lagi, sih!" Senja menghentakkan kakinya.
"Ayo, pulang!" Angkasa menoleh pada Evelyn. "Maaf, kita harus pergi. Terima kasih tawarannya." Angkasa langsung menarik tangan Senja. Membuat gadis itu berjalan di depan Angkasa dan mendorong kedua bahunya agar berjalan lebih cepat. Senja tertawa. Dia masih belum menyadari kehadiran Evelyn yang bisa saja membuatnya kehilangan Angkasa.
Evelyn melihat interaksi antara keduanya. Sangat manis, tanpa beban, tanpa canggung. Evelyn belum pernah sampai pada titik itu. Dia selalu canggung berhadapan dengan Angkasanya.
Angkasanya?
Apa Angkasa masih bisa di sebut sebagai miliknya?
Angkasanya?
Atau Angkasanya Senja?
***
"Sa, kamu kok gak pernah cerita kalo punya temen secantik itu?" Senja berjalan beriringan bersama Angkasa, berusaha mensejajarkan langkahnya dengan langkah lebar milik pemuda itu.
"Sa, pelan-pelan jalannya." Angkasa menghentikan langkahnya. Lalu mendekat pada Senja.
"Makanya, jangan pendek jadi orang!"
"KASA!" Angkasa tertawa, Senja memukul lengan pemuda itu cukup keras, membuat si empunya meringis.
"Galak banget, Buk."
"Kamu gak jawab pertanyaanku." Senja melipat tangannya di depan dada. Menunggu Angkasa menjelaskan siapa itu Evelyn.
"Teman lama, Senja. Dia baru pulang dari luar negeri," ujar Angkasa, Senja mengangguk paham.
"Kenapa kamu gak pernah cerita? Katanya dia lebih dekat dengan kamu dari pada kedekatan kamu dengan Danu?"
"Buat apa? Manusianya aja gak ada wujudnya selama ini, kan?" Senja lagi-lagi memukul lengan Angkasa. "Hobi banget mukulin lengan aku."
"Kamu gak boleh begitu, Sa. Bagaimana pun, dia temen kamu. Gak boleh sok lupa begitu," ucapnya. Angkasa hanya tersenyum dan mengangguk.
Siapa bilang Angkasa lupa? Angkasa tak pernah melupakan hal-hal yang pernah terjadi padanya. Dia selalu menyimpan hal-hal kecil yang pernah dia temui, yang pernah dia lalui.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senjanya Angkasa
Genç KurguAku menyukai caranya tersenyum, aku menyukai caranya berbicara, sku menyukai caranya memandangku, aku menyukai setiap detail dari dirinya. Aku menyukai matanya yang teduh, tapi bersinar terang. Ini adalah cerita tentang Angkasa-ku. Cerita tentang...