5. Pesan

42 10 5
                                    

Naray mendesah pelan. Gadis itu suntuk sekali melihat Senja yang sejak tadi hanya memutar-mutar sedotannya. Pagi ini Angkasa tidak ada kelas, itu membuat Senja uring-uringan sejak berangkat ke kampus karena tidak bertemu Angkasa seperti biasa. Seharusnya memang Angkasa ada kelas, tapi entah kenapa kelasnya di liburkan.

"Lo bisa diem, gak?" Naray sudah jengah melihat Senja yang sejak tadi seperti tak punya semangat hidup.

"Apa, sih. Perasaan gue dari tadi juga diem." Naray memegang pelipisnya, menekannya karena sudah cukup pening menghadapi Senja. Sudah satu jam yang lalu mereka berada di kantin kampus tanpa memesan makanan, bahkan minuman yang Senja pesan, mungkin sudah terasa hambar karena esnya sudah mencair.

"Maksud gue, Lo bisa berhenti uring-uringan, gak? Angkasa itu gak masuk kuliah karena libur, bukan lagi perang melawan penjajah!" Senja menghentikan tangannya yang memutar-mutar sedotan dan menoleh menatap Naray.

"Apa gue ke kosnya Kasa aja, ya?" Naray melotot kaget mendengar ucapan Senja.

"Gila! Lo mau ke kos cowok sendirian?" Senja mengangguk tanpa dosa.

"Ya, kan ada Kasa juga nantinya."

"Enggak tau, deh. Gue angkat tangan kalo soal otak lo yang penuh dengan Kasa." Senja kembali pada posisinya semula. Naray mulai mengabaikan Senja, mereka akan ada kelas setengah jam lagi, tapi Senja bahkan belum makan apa pun siang ini.

"Eh, ada tugas." Naray menepuk pindah Senja agar gadis itu mau melihat ponsel yang dia sodorkan.

"Lihat, deh. Tugasnya rangkuman, sama buat artikel. Artikelnya di kumpulin besok." Senja langsung menegakkan tubuhnya seketika.

"Di kumpulin besok? Berarti kelas kita kosong hari ini?" Naray menggeleng cepat.

"Mana ada, kita harus ke kelas buat absen!"

"Gue titip absen, ya? Mau ke kosnya Kasa!" Senja menyesap minumannya yang sudah hambar itu hingga tinggal separuh, dia meraih tasnya dan bersiap akan pergi.

"Eh, lo gak bisa nunggu nanti sore? Nanti sore Kasa ada kelas, kok!" Naray masih berusaha membujuk Senja agar tidak pergi.

"Babay!" Sayangnya Senja tidak bisa di bujuk, kecuali oleh Angkasa. Naray menepuk dahinya, bisa-bisanya dia terjebak lagi dalam permainan Senja. Bagaimana bisa dia membuat Senja mengisi absensi tanpa alpa hari ini.

***

Senja memasuki pagar besi berwarna hitam itu dengan perlahan. Di sekitar cukup sepi, tapi entah kenapa gadis itu merasa cemas. Padahal dia hanya ingin mencari Angkasa, kenapa dirinya malah merasa takut di sangka maling?

"Cari siapa?" Seseorang keluar dari dalam kos, lelaki berkulit sawo matang dengan celana pendek selutut dan kaos tanpa lengan berwarna hijau tua. Senja ingat, dia adalah mahasiswa hukum semester tujuh di kampusnya. Beberapa kali, Senja melihat dia berbincang dengan Angkasa di depan fakultas Hukum.

"Em, cari Angkasa." Pemuda itu tak menjawab, dia masuk ke dalam kos lagi, lalu tak lama terdengar teriakannya yang memanggil nama Angkasa. Senja melangkah mendekati pintu. Cuaca cukup terik, terasa panas jika Senja terus berada di luar. Dia membuka pintu dengan pelan. Melihat sekitar, cukup sepi. Dia tahu dimana kamar Angkasa berada, ada di lantai dua, kamar paling tengah, kamar dengan balkon yang menghadap langsung pada jendela samping kamar Senja di seberang sana.

"Heh, lo ngapain masuk?" Senja terlonjak kaget saat seseorang memergokinya. Ada seorang laki-laki, memakai celana pendek selutut dan tanpa memakai baju. Membuat Senja langsung berpaling.

"Lo maling, ya?"

"Enggak kok!" balas Senja sambil terus membelakangi laki-laki itu.

"Alah, lo pasti maling! Ngapain lo masuk kos cowok? Atau lo mau ngintip?" Senja merutuki dirinya sendiri kali ini. Bagaimana bisa dia ketahuan oleh laki-laki selain Angkasa?

"Enak aja! Gue masih banyak kerjaan lain selain ngintipin lo! Kenal juga enggak!"

"Eh, kenapa ini?" Senja menoleh ke samping, ada Angkasa yang baru saja turun dari lantai atas. Gadis itu bernapas lega, setidaknya dia bia selamat dari tuduhan "mengintip" yang pemuda ini berikan padanya jika Angkasa sudah tiba.

"Senja? Ngapain di sini?"

"Cari kamu, Sa!" Senja berdecak kesal. Masih sempatnya Angkasa bertanya untuk apa dia datang ke tempat ini.

"Astaga, sorry, ya? Temen gue." Laki-laki itu pergi dengan terus mengoceh tidak jelas, sepertinya dia masih kesal dengan Senja.

"Masa dia ngatain aku maling, Sa!" Angkasa mendorong tubuh Senja keluar dari tempat itu.

"Kamu emang kayak maling, ngapain dateng ke kos cowok sendirian? Kamu sinting, ya?" Senja memalingkan wajahnya dari Angkasa, kekesalannya bertambah karena pemuda itu tidak membelanya.

"Ayo, aku ajak kamu makan." Senja menurut, Angkasa membawanya ke cafe paman Jack.

Hari ini Angkasa bekerja sampai siang karena tidak ada jam kuliah, dia baru saja tiba di kos, baru selesai membersihkan badan dan berniat akan membaca buku saat teman kosnya memanggil namanya dan mengatakan bahwa ada seorang perempuan yang mencari Angkasa.

***

"Makan yang banyak," ucap Angkasa. Senja mengangguk dan terus menikmati makanannya.

"Tadi itu siapa?" tanya Senja secara tiba-tiba.

"Yang mana? Yang gak pake baju?" Senja hampir saja tersedak mendengar ucapan Angkasa. Dia menyesap minumnya dan menatap Angkasa kali ini.

"Yang pake kaos hijau tua."

"Oh, Henry. Mahasiswa hukum semester tujuh. Kayaknya kamu sering lihat dia." Senja mengangguk. "Bukannya kamu ada kelas siang ini?"

Senja menghentikan makannya sebentar, lalu menunjukkan cengiran khasnya. Angkasa sudah bisa menebak apa yang terjadi.

"Kamu bolos?"

"Enggak, aku udah titip absen sama Naray," ucapnya lagi. Angkasa menepuk dahinya pelan.

"Sama aja, Senja!" Senja terkekeh pelan. "Oh iya, aku boleh tanya sesuatu?"

"Apa?"

"Kamu bakalan tetap di sini, kan?" Senja terdiam. Apa yang Angkasa maksud "tetap di sini"?

"Enggak, aku pulang setelah ini," ucapnya. Membuat Angkasa tertawa pelan.

"Maksudku, kamu masih akan tetap sama aku?" Senja mengangguk.

"Kenapa tanya begitu?" Angkasa menggeleng dan tersenyum.

"Senja, kamu harus belajar banyak. Semua hal yang aku ajarkan padamu, tolong gunakan sebaik mungkin. Aku gak bisa selamanya menolong kamu kalau suatu saat kamu dalam kesulitan. Yang bisa kamu andalkan hanya diri kamu sendiri."

Deg!

Senja merasa tenggorokannya tercekat. Bahkan sisa minuman yang ada di tenggorokannya terasa sulit untuk di telan.

"Kamu harus jadi perempuan baik, perempuan mahal dan perempuan yang cerdas. Kamu harus lebih kuat dan lebih hebat lagi, mengerti?"

"Sa? Kamu gak lagi ngucapin salam perpisahan, kan?"

Angkasa tersentak, dia juga tak menyadari apa yang dia ucapkan pada Senja.

"Kamu gak lagi berusaha tinggalin aku, kan?"

***

Tbc.

Senjanya AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang