"Jam setengah 6, aku jemput ya."
Wanita itu tersenyum saat membaca chat dari sang kekasih. Mereka akan berkencan hari itu. Libur kerjanya hari biasa tidak seperti pekerja lainnya yang weekend. Sehingga dirinya harus menunggu kekasihnya pulang kerja.
Meita Wulandari, nama si wanita tersebut. Ia lantas merapikan kontrakannya terlebih dahulu sebelum pergi. Ia hanya menonton drama Korea saja di ponselnya sambil menunggu kekasihnya mengajak jalan. Keseharian itulah yang di lakukannya jika sedang libur kerja. Merantau di kota Jakarta seorang diri membuatnya lebih mandiri. Meski dirinya seorang wanita. Itu bukan masalah baginya karena tuntutan hidup. Meita tidak boleh lemah dan cengeng.
Pukul 17. 45 WIB sang kekasihnya menjemputnya di kontrakan. Ia sudah rapi tinggal pergi saja. Meita juga bosan di kontrakan. Mereka pergi untuk makan di sebuah kafe langganan. Meita senang sekali berjumpa dengan Erwin. Mereka tidak bisa bertemu setiap hari karena pekerjaan masing-masing.
"Gimana hari ini?" tanya Meita pada Erwin.
"Seperti biasa, banyak kerjaan di kantor. Ada orang baru yang belum ngerti jadi ya bikin aku pusing juga," jawab Erwin.
"Sabar, sabar. Orang barunya cewek apa cowok?" tanya Meita.
"Cewek," sahut Erwin sambil minum.
"Enak dong bisa cuci mata," godanya. Meski ada sedikit risau di hatinya.
"Enak aja," ucap Erwin mendelik. "Aku udah punya kamu. Buat apa lirik-lirik yang lain." Meita tertawa. "Masa sih?"
"Iyalah, kerjaan kamu gimana, bulan ini nombok lagi?"
"Ya begitulah, ada aja nombok. Ada barang yang hilang atau salah ngitung." Meita menghela napas. Risiko dalam pekerjaannya sebagai kasir di sebuah minimarket.
"Apa kamu nggak mau nyari kerjaan lain?" tanya Erwin.
"Kayaknya nggak dulu, sekarang susah nyari kerja. Harus adaptasi lagi. Dan juga di batasin umurnya kalau sekarang."
"Iya sih," ucap Erwin. "Mei," panggilnya. Mereka mengobrol berbagai macam. Erwin, pria yang enak di ajak diskusi. Ia bekerja di bagian IT. Pria berusia 30 tahun itu merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Mereka bertemu saat Meita bekerja di minimarket. Erwin selalu mampir ke minimarket tersebut untuk membeli minuman. Ia terpikat ketika melihat Meita pertama kali. Dirinya pun memberanikan diri untuk meminta nomor Whatsapp milik Meita dan berujung menjadi pasangan kekasih.
"Ya?" jawab Meita.
Erwin menghela napas. "Mama nanyain hubungan kita." Meita seketika terdiam. "Serius apa nggak. Aku jawab ya serius. Kata Mama kalau serius kenapa nggak cepet-cepet aja."
Wanita itu termenung mendengar ucapan kekasihnya. Dirinya tidak bisa berbuat apa-apa saat ini. Impiannya membina rumah tangga hanya sebatas khayalan baginya. Ia tidak bisa meski pun ingin. Pria di depannya terlihat marah. Bukan tanpa sebab. Ini untuk ketiga kalinya pria itu memintanya untuk ke jenjang yang lebih serius.
"Apa kamu nggak serius sama hubungan kita, Mei?" tanya pria tersebut.
"Bukan nggak serius, Win. Waktunya nggak tepat. Aku nggak bisa nikah dalam waktu dekat ini. Kamu tau sendiri kan,"
"Tapi mau sampai kapan, Meita?" ucap Erwin kesal. "Aku tau kamu jadi tulang punggung keluarga. Tapi apa orang tuamu nggak mikir gitu lho. Kalau anak gadisnya itu udah pantes buat nikah. Nggak mungkin ngurusin mereka terus. Kita udah hubungan empat tahun, Mei. Kurang sabar apa lagi aku."
Meita tertunduk. Dirinya bingung dan tidak bisa berbuat apa-apa. Usianya kini sudah memasuki 29 tahun. Mau kapan nikahnya? Kalau terus menjadi tulang punggung keluarga. "Aku juga nggak tau, Win. Tapi.." ucapnya sengaja terpotong.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEITA (GOOGLE PLAY BOOK)
RomanceSudah tersedia di GOOGLE PLAY BOOK. Dalam keluarga, Meita menjadi sandwich generation, mengesampingkan ego demi keluarga. Hingga menginjak usia 29 tahun, dirinya belum menikah. Bukannya tidak ingin, hanya saja banyak pertimbangan. Seperti, bagaimana...