Meita sedang menjumlahkan barang-barang yang di beli konsumen. Setelah selesai rekannya menyolek lengannya. Sehingga wanita itu menoleh. Rekannya itu mengisyaratkan sesuatu dengan lirikan matanya. Meita pun melihat ke arah lirikan tersebut. Dimana seseorang sedang duduk melamun di luar.
"Aku perhatiin dia tiap hari ke sini dan duduk di situ," ucap rekannya bernama Ira.
"Terus kenapa?" tanya Meita.
"Dia ganteng banget kan," ucap Ira dengan mata berseri-seri.
"Ya pasti ganteng. Namanya juga laki-laki kan," ucap Meita sambil menggelengkan kepalanya.
Ira memyebikan bibirnya. "Tapi ini gantengnya kebangetan." Ia terkikik geli membuat Meita ikut tertawa.
"Iya sih," sahutnya. "Tapi mungkin dia udah punya pacar juga ah."
"Iya juga sih," ucap Ira menyetujui pikirannya.
"Ya udah kerja lagi," ucap Meita. Ira buru-buru ke rak makanan karena ada yang kosong. Ia belum memasukkan ke rak sejak tadi karena terpesona pada seorang pria yang duduk seorang diri. Pria yang menatap jalanan dengan saksama. Meita menoleh pada kaca lalu kembali bekerja. Hari itu cukup ramai pengunjung yang datang membeli makanan. Ia juga harus menghangatkan kembali makanan yang di beli pengunjung.
Minimarket di mana tempat Meita bekerja itu sangat komplit. Ada yang menjual kopi juga. Sehingga banyak orang-orang yang meminum kopi di sana sambil belanja makanan di minimarket. Terdapat ATM juga memudahkan para pengunjung jika ingin mengambil uang tunai.
Hari itu pikiran Meita sedang tidak baik-baik saja. Begitu pun hatinya yang masih retak akibat kandas percintaannya. Ia menarik napas dalam. Sulit namun dirinya harus bisa move on. Perpisahan yang tidak di inginkan. Itu sangat menyakitkan sekali. Meita harus memilih percintaannya atau keluarga.
"Ini ya," ucap seseorang menaruh belanjaannya membuat Meita yang sedang melamun di depan meja kasir tersentak.
"Oh, maaf," ucap Meita buru-buru menghitungnya. "Ini aja? Nggak sekalian rotinya lagi tebus murah. Yang ini dua belas ribu dapat dua," ucapnya.
"Nggak, itu aja." Pria itu mengambil uang dari dompetnya.
"Jadi empat puluh satu lima ratus," ucap Meita. Pria itu memberikan uang pecahan Rp. 50.000.
"Kembaliannya, terima kasih. Selamat datang kembali." Pria itu lantas pergi. Meita terdiam sesaat, baru menyadari. Setiap pria itu datang pasti membeli yang sama yakni susu kotak dan juga kinderjoy dua. Ia memperhatikan ke mana pria itu pergi. Ternyata duduk kembali di kursi tadi di pojokan. Matanya tidak lepas sampai pria itu sedang makan jajanan yang biasa di makan anak-anak. Sangat aneh kan di usia pria itu masih memakannya.
Ira kembali mengambil sesuatu dari meja kasir. "Dia belanja yang sama ya?" tanyanya. Meita mengangguk. "Waktu aku jadi kasir juga begitu. Aneh nggak sih menurut kamu?" tanyanya.
Meita berpikir sesaat sebelum menjawabnya. "Kesukaan orang kan beda-beda. Mungkin dia suka itu." Ia menaikkan bahunya. Ira mendelik lalu pergi. Meita tertawa kecil. Ia memang tidak mau terlalu ikut campur urusan lain. Apalagi mereka tidak saling mengenal. Meita dan rekan lainnya melanjutkan pekerjaannya masing-masing. Sampai jam kerja berakhir. Di minimarketnya tidak menentu jam tutupnya. Terkadang pukul 24.00 WIB baru tutup. Dan juga suka di rolling di tempat lain.
***
Mobil lalu lalang di hadapannya. Meita berdiri di depan jalan. Biasanya notifikasi muncul di layar pada ponselnya. Seseorang mengirimkan pesan. Tapi kini tidak ada. Hanya notifikasi iklan dan grup pekerjaannya atau keluarganya yang selalu minta uang. Di pikir-pikir hidupnya seperti seorang kuda delman yang di pecut agar bisa mendapatkan uang. Ibunya tidak pernah menanyakan sekedar kabarnya atau sudah makan apa belum.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEITA (GOOGLE PLAY BOOK)
DragosteSudah tersedia di GOOGLE PLAY BOOK. Dalam keluarga, Meita menjadi sandwich generation, mengesampingkan ego demi keluarga. Hingga menginjak usia 29 tahun, dirinya belum menikah. Bukannya tidak ingin, hanya saja banyak pertimbangan. Seperti, bagaimana...