Meita masih tidak menyangkanya. Tubuhnya seakan tidak bisa bergerak. Ia masih termangu di tempatnya. Dirinya ingin menangis. Satu pembelajaran dari pria itu yakni setiap manusia akan di beri ujian oleh Tuhan. Seperti pada pria itu Tuhan telah mengambil kebahagiaannya meski di limpahi kekayaan. Apalah artinya harta saat orang-orang yang di cintainya telah tiada. Sedangkan dirinya di beri ujian ekonomi. Dan keluarga yang bukan menjadi rumah yang sesungguhnya.
Meita menarik napas panjang. Menenangkan diri dari keterkejutannya. Ia harus profesional jangan terlalu terbawa emosi. Memang dirinya itu orangnya melow. Hatinya mudah tersentuh. Pertama Meita mencari peralatan tempurnya seperti untuk menggelap perabotan, menyapu dan mengepel.
Rena sudah memberitahu di mana letak-letaknya. Lagi-lagi setiap Meita mengerjakannya selalu memikirkan pasti istrinya yang melakukannya. Yang ia tahu tidak ada pembantu hanya pengasuh saja. Wanita itu menggelengkan kepala untuk mengenyahkan segala pikiran-pikiran tentang keluarga si pemilik rumah. Ternyata tidak mudah, banyak yang di kerjakan. Dari kamar, dapur, ruang tamu dan juga kamar mandi.
"Aku tau kenapa dia jarang di rumah. Pasti banyak kenangan di rumah ini," ucapnya. "Pasti menyakitkan semua memori terlintas di pikirannya. Di mana kenangan istri dan anaknya sangat melekat di ingatannya." Lagi-lagi Meita menjadi melow karena pikirannya sendiri. Ia juga merasa jika pria itu juga seperti tidak punya gairah hidup lagi. Mengerti karena seluruh cintanya pergi meninggalkannya.
Meita sangat menjaga diri. Kepercayaan dan tanggung jawab dalam pekerjaan adalah utama. Ia tidak ingin mengecewakan orang yang telah mempercayainya. Meita tidak pernah mengambil barang yang bukan miliknya. Di kamar utama ada sejumlah uang. Ia hanya merapikannya di atas nakas.
Pukul 14. 36 WIB Meita baru selesai mengerjakan semuanya. Ia duduk di kursi depan melepas lelah. Wanita itu lupa membawa air minum. Keringat bercucuran, ini pertama kalinya beres-beres rumah besar. Butuh tenaga ekstra mengerjakannya. Di Bogor keluarganya tidak tahu betapa lelahnya Meita mencari uang. Apa pun di kerjakan demi uang.
Semilir angin menerpanya, mengurangi gerahnya. Tidak ada rasa takut saat di rumah tersebut. Biasanya rumah yang jarang di huni akan memberikan aura yang berbeda. Tapi Meita tidak merasakannya. Hanya sunyi saja. Ia termenung, apa pria itu akan mengenalinya? Jika yang kerja di rumahnya itu adalah dirinya.
Sehari-hari wanita itu jarang berdandan seperti saat ini. Hanya t-shirt dan celana bahan. Tidak ada polesan di wajahnya. Bukannya Meita tidak ingin merawat diri. Untuk kebutuhannya saja selalu kurang. Apalagi untuk membeli skin care. Jika bekerja hanya merias seadanya yang penting tidak pucat.
"Gimana, Mei?"
Ira mengirim chat Whatsapp padanya. Meita merogoh ponsel di saku celananya. Bibirnya tersenyum saat melihat nama di layar ponselnya.
"Alhamdulillah baru beres."
"Syukurlah, kamu nggak takutkan ngerjain sendirian? Nggak ada kejadian apa-apa kan?"
"Nggak ada kok,"
"Aku seneng kalau nggak ada yang ganggu.. Hihihi"
"Jangan sampelah. Aku lagi ngadem dulu. Lupa bawa aer minum lagi."
Meita mengeluh, tadi buru-buru sehingga lupa.
"Ya minum aja di situ. Nanti gelasnya kamu cuci lagi."
"Nggak ah. Ga enak juga tanpa izin yang punya rumah kan."
"Iya, sih. Kasian jadi kehausan kamu."
"Nggak apa-apa ini juga udah beres kok. Aku mau beli di jalan aja nanti. Aku siap-siap pulang dulu ya."
"Ya udah, hati-hati nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
MEITA (GOOGLE PLAY BOOK)
عاطفيةSudah tersedia di GOOGLE PLAY BOOK. Dalam keluarga, Meita menjadi sandwich generation, mengesampingkan ego demi keluarga. Hingga menginjak usia 29 tahun, dirinya belum menikah. Bukannya tidak ingin, hanya saja banyak pertimbangan. Seperti, bagaimana...