1. Harta Karun Terakhir dari Desa!

24 3 0
                                    

Tahun 1941, Masa Penjajahan, Sebelum pasukan terakhir Belanda dikalahkan.

Desa Sumbertangkil, Kecamatan Tirtoyudo.

Sore hari, saat semua warga desa terlibat dalam kerja rodi untuk membuat jalur rel kereta api.

"Bisakah kalian menebang pohon bambu itu? Bambu itu menghalangi jalur rel," teriak Kepala Desa, melihat sekumpulan pohon bambu yang berdiri kokoh menghalangi jalur.

"Baik, Pak!" jawab tiga pemuda serempak, yakni Pati, Hedi, dan Sabi. Mereka berjalan menuju kumpulan pohon bambu yang dimaksud.

"Apakah kita tidak bisa menebangnya besok saja?" keluh Pati.

"Ya, besok saja!" timpal Hedi, mengiyakan.

"Heh, ayolah. Kita tebang sedikit saja," desak Sabi dengan semangat.

Mereka bertiga mulai menebang pohon-pohon bambu selama tiga puluh menit.

"Capek sekali. Sudahlah, ayo kita pulang," kata Pati yang sudah terengah-engah.

"Ayo!" jawab Hedi sambil berjalan bersamanya.

Namun, saat mereka hendak pulang, Pati menyadari Sabi masih diam tak bergerak.

"Heh, kau tak mau pulang?" tanya Pati, penasaran melihat Sabi yang terus menatap ke arah pohon bambu.

"Apa yang dia lakukan?" Pati bertanya pada Hedi, yang hanya menggelengkan kepala.

Pati kemudian mendekati Sabi dan bertanya, "Ayo, pulang..." Namun, dia terhenti di tengah ucapannya. Pati tiba-tiba terdiam, berdiri tepat di sebelah Sabi.

Melihat kedua temannya terdiam aneh, Hedi mulai merasa heran.

"Apa yang mereka lakukan? Kenapa tidak mau pulang?" pikir Hedi dalam benaknya, sambil berjalan mendekat.

"Heh! Apa yang kalian..." Hedi terhenti ketika melihat kilauan cahaya emas dari sebuah lubang kecil yang ditimbulkan oleh kapak mereka.

"Apa itu? Apakah itu harta karun?" tanya Hedi, matanya terpana oleh cahaya yang bersinar terang di hadapannya.

"Ya! Itu pasti cahaya harta karun!" sahut Pati, penuh kegirangan.

Mereka bertiga saling berpandangan, seolah mengerti tanpa perlu bicara lagi. Dengan semangat baru, Pati, Hedi, dan Sabi segera mengambil kapak masing-masing dan mulai menebang kumpulan pohon bambu yang berdempetan menyerupai cangkang, seolah menutupi harta karun mereka.

Namun, setelah cangkang bambu itu dihancurkan, cahaya berkilauan tiba-tiba menghilang.

"Tidak ada apa-apa!" kata mereka bertiga serempak dalam benak."Mana harta karunnya?" teriak Hedi kecewa.

"Harta karunku..." keluh Sabi, terlihat sangat sedih.

"Apa yang terjadi? Di mana harta karunnya?" seru Hedi.

"Kenapa cahayanya menghilang?" tanya Pati, kebingungan.

Sabi tampak tak mau menyerah begitu saja. "Tidak! Harta karunnya pasti terkubur di sini. Kita harus menggali lebih dalam!" katanya penuh keyakinan.

"Ya! Pasti ada di dalam tanah!" tambah Pati yang mulai mengikuti naluri Sabi.

Mereka bertiga mulai menyingkirkan sisa-sisa bambu dan mulai menggali tanah dengan tangan kosong.

Namun, setelah beberapa waktu menggali...

"TIDAK ADA APA-APA!" seru Pati frustasi.

"Haruskah kita menggali lebih dalam lagi?" tanya Hedi putus asa.

"Gali lebih dalam lagi!" seru Pati tanpa berpikir panjang.

Pring Embrong: Awal PerjalananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang