6. Istana Kota Pohon dan Istana Kota Bawah Tanah

4 1 0
                                    

"Ci-uttt." Suara pintu kecil terdengar saat didorong oleh Yuya. Begitu pintu kecil terbuka, terlihat ruangan bawah tanah yang sangat gelap dan tercium bau yang tidak sedap. Untungnya, Yuya membawa obor untuk membantu penerangannya.

"Bau sekali, sudah lama aku tidak ke sini!" kata Yuya, sambil menutupi hidung dan mulutnya dengan telapak tangan.

Moi memperlihatkan raut muka yang menciut.

Ruang bawah tanah ini adalah tempat penahanan para penjahat. Terdiri dari sepuluh lantai, setiap lantai memiliki ruang tahanan yang dapat menampung hingga 500 penjahat. Struktur sepuluh lantai tersebut terbuat dari batang kayu jati besar yang disusun rapi seperti tangga. Karena tidak ada tahanan yang menempatinya lagi, ruang tahanan pada lantai enam hingga sembilan telah beralih fungsi menjadi tempat penyimpanan harta kerajaan.

Ada dua cara untuk memasuki ruang bawah tanah ini, yaitu dari dalam istana atau melewati Gua Gunung.

"Ini pasti sangat melelahkan." kata Yuya dalam benak, sambil mengarahkan pandangannya ke atas dan membayangkan seluruh tangga yang harus dilalui.

Mereka berjalan menaiki tangga. Bau tak sedap masih mengelilingi mereka, dan pada lantai dua hingga lima, tampak bercak darah dari para tahanan yang lengket pada sel dan dinding-dinding luar ruang tahanan.

Tidak terlihat lagi bercak darah pada lantai enam, yang terlihat hanyalah harta kerajaan yang sangat banyak.

Setelah berjalan menyusuri sepuluh lantai selama enam puluh menit, Mereka akhirnya sampai di depan pintu menuju dalam istana.

"Akhirnya sampai juga." kata Yuya, "Aku ingin istirahat sebentar. Aku sudah tidak kuat lagi!" lanjutnya dengan napas terengah-engah dan kakinya terasa mau copot.

"Kau pasti lebih capek dariku kan." kata Yuya, melihat kondisi Moi yang terlihat lebih kelelahan darinya.

Pintu di depan mereka sama besarnya dengan pintu gua gunung besar yang ada pada lantai dasar, sama-sama besar dan kuat. Untuk melewatinya juga sama, perlu mencari pintu kecil dan menggunakan kalungnya sebagai kunci.

"Ci-utt." Suara kecil terdengar ketika Yuya membuka pintu dengan perlahan.

Di hadapannya terbentang sebuah ruangan megah dengan langit-langit menjulang tinggi dan dekorasi emas yang memukau. Tak ada penjaga yang terlihat. Yuya segera berbisik kepada Moi, "Tidak ada penjaga. Kita harus cepat, Moi."

Yuya dengan segera membawa Bukin ke kamar pribadinya, meletakkannya di atas ranjangnya. Setelah memastikan Bukin berbaring dengan nyaman, Yuya berbalik kepada Moi, "Aku akan mengambil obat. Kau tunggu di sini. Aku segera kembali."

Moi tak menjawab, kelelahan begitu tampak di wajahnya. Tanpa berkata-kata, ia langsung terlelap. Yuya tersenyum kecil melihat itu, tak ingin mengganggu, ia meninggalkan kamar dengan langkah perlahan.

"Ci-utt." Suara pintu tertutup di belakangnya.

Namun, di dalam kamar, Bukin mulai membuka matanya. Kebingungan tampak jelas di wajahnya saat ia merasakan sakit di kepalanya. Ia mendongak, menatap langit-langit, dan tiba-tiba, "Harimau!" serunya kaget, langsung bangkit dari tempat tidur dengan mata terbelalak melihat seekor harimau berbaring di sebelahnya.

"Pasti dia akan memangsa aku!" pikir Bukin. Tanpa ragu, ia merencanakan serangan, "Aku harus membunuhnya sebelum dia membunuhku."

Namun, tiba-tiba Moi bergerak, membuka matanya. Bukin langsung bersembunyi di sisi tempat tidur, kebingungan. "Apa yang harus kulakukan?" pikirnya panik. Ia tidak punya waktu banyak, dan semakin gelisah dengan harimau itu.

"Ci-utt." Pintu kamar terbuka. Moi menoleh, tetapi Bukin tak membuang waktu. Dengan cepat ia melompat ke arah Moi, meraih leher harimau itu dan mencoba mencekiknya dengan sekuat tenaga.

Pring Embrong: Awal PerjalananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang