Part 11

26 3 3
                                    

Doyoung tiba di rumah ketika matahari hampir terbit. Fikirannya sangat kacau, kantung matanya sudah sedikit cekung dan menggelap karena tidak tidur semalaman. Doyoung bingung harus kemana lagi mencari keberadaan Reese. Ia bahkan berniat jika dalam 24 jam Reese masih belum ditemukan, Doyoung akan melapor pada pihak berwenang.

Reese juga sama. Perempuan itu tidak bisa tidur dengan tenang. Setiap 15 menit Ia akan terbangun karena selalu bermimpi buruk. Obat tidur yang diminumnya tidak ada pengaruh apapun.

Sudah pukul 07.13 pagi, Reese keluar dari kamar. Dilihatnya keadaan apartement Riki masih sepi dan gelap sebab gorden jendela belum dibuka. Mungkin Riki masih tidur, fikirnya. Reese berjalan ke arah kulkas mengambil sebotol air dari sana lalu menenggaknya.

"Mungkin jalannya memang harus pisah. Udah gak ada lagi yang bisa dipertahankan." Batinnya.

Reese kembali ke kamar yang Ia tempati semalam lalu masuk ke kamar mandi hanyak untuk sekedar mencuci muka dan menggosok gigi. Ingin mandi juga tidak bisa karena Ia tidak membawa baju dan pakaian dalam ganti.

Setelah selesai, Reese kemudian masuk ke kamar Riki ingin berpamitan pulang. Ia ingin menyelesaikan masalahnya dengan Doyoung secepat mungkin.

"Riki..."

Reese menepuk-nepuk pelan lengan Riki yang saat ini tengah terlelap membelakanginya.

"Ngghh..." Badan Riki menggeliat lalu segera menoleh ke belakang.

"Ree? Ada apa? Perlu sesuatu?" Mendapati Reese yang sudah duduk di tepi ranjang, nyawa Riki langsung terkumpul.

Reese menggeleng. "Gw mau pulang sekarang."

"Udah oke?" Tanya Riki sambil meraih dan memakai bajunya. Dari tadi Ia tidur dalam keadaan shirtless.

"Dikit. Tapi, gw harus pulang gw mau masalah gw dan Doyoung selesai secepatnya."

"Gw anter ya?" -Riki.

"Gak usah, Rik. Gw bisa naik taxi, lo tidur lagi aja soalnya semalam juga lo tidurnya udah jam dua karena nemenin gw."

"Gw bisa tidur lagi habis nganterin lo." -Riki.

"Gak apa kok. Gw naik taxi aja dan lo lanjut tidur."

Riki menghela nafas. Dia tidak bisa memaksa Reese karena takut perempuan itu jadi tidak nyaman. "Yaudah kalau gitu mau lo."

Reese tersenyum. "Gw pulang dulu ya, Rik. Makasih udah mau dengerin cerita gw semalam."

Baru saja mau berdiri, Reese merasakan tangannya yang ditahan oleh Riki. Alhasil badan Reese kembali duduk di tepi ranjang.

"Kenapa?" Tanya Reese.

Tidak menjawab pertanyaan tersebut, melainkan Riki langsung memeluk tubuh kurus Reese. Sangat erat.

"Jangan sakitin diri lo lagi. Gw udah cukup trauma waktu terakhir kali lihat lo coba bunuh diri beberapa tahun yang lalu." Ucap Riki yang masih mendekap tubuh Reese.

Reese terdiam tidak bereaksi apapun. Namun, matanya mulai berkaca-kaca. Mungkin memang ini yang Ia butuhkan sekarang. Pelukan hangat dari seseorang.

"Belajar untuk memaafkan dan berdamai dengan diri lo sendiri, lo gak sepenuhnya salah selama ini."

Tetap saja tidak ada respon sedikit pun dari Reese, namun Riki bisa merasakan bahunya mulai basah yang Ia yakini jika Reese menangis.

"Jangan lakuin hal itu lagi." Pinta Riki yang dibalas anggukan ringan oleh Reese.

Reese dan Riki melepas pelukan yang berlangsung singkat itu. Jemari panjang Riki mengusap air mata yang tersisa di pipi Reese.

"Udah jangan nangis. Kalau perlu bantuan apapun, jangan sungkan kasih tau gw ya? Lo gak sendiri."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

THEM IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang