3.b

20 5 2
                                    

Haula sudah membujuk ayahnya ribuan kali untuk pulang, tapi hasilnya nihil. Kata Ayahnya, Haula harus menahan sakitnya. Karena dua hari lagi adalah penanggalannya. Sangat tanggung untuk pulang. Jadilah, ia diperiksa tabib yang menyatakan bahwa dirinya tidak kenapa-kenapa.

Mata Ayahnya menyipit. "Seharusnya aku tau, sifat licik ini turun dariku."

"Ayah~"

"Tidak!"

"Ayah, aku mau pulang. Ritualnya tahun depan saja."

"Tidak, tidak, tidak, kau sudah cukup umur. Padahal di rumah tadi, kau sangat antusias. Kenapa di sini ingin pulang? Apa kau membuat masalah?"

"Tidak! Aku tidak melukai siapapun!"

"Ya sudah, duduk dengan tenang atau main di luar sana. Hari ini akan ada pawai di pasar bersama Raja. Jadi, kita akan keluar."

"Malas..."

"Eh, tunggu, apa tadi kau mengucapkan kata melukai?"

"Aku akan bersiap-siap Ayah! Dayang Sika, ayo ke kamar!"

Haula langsung menarik tangan Dayangnya dan lari seribu langkah.

Seharian ia was-was karena takut ada yang melaporkan kejahatannya. Tapi, sampai hari kedua, tidak ada tanda-tanda aroma bencana. Haula menganggap urusannya selesai. Mungkin itu anak petani atau anak siluman kodok yang juga berkunjung lalu pergi.

Ia bersama Dayangnya ada di tengah-tengah pasar. Ayahnya sedang bersama Raja mendiskusikan sesuatu yang membosankan. Ia menyelinap untuk ke persediaan makanan yang sudah di siapkan oleh raja untuk semua utusan. Yang letaknya ada di pintu masuk pasar dinaungi tenda dengan lambang kerajaan.

Ia datang ke sana seorang diri. Dayangnya ia suruh mengambil kantung uangnya yang ia selipkan di bawah kasur dan lupa ia ambil. Ia ingin membeli beberapa jajanan di sini sekalian membelikan permintaan adiknya.

***
26824
Ayo vote dan komen :)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pengantin Raja Jin MuslimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang