Bab Tak Berjudul 9

45 9 1
                                    

Singto tengah memasak makan malam, siang tadi Krist hanya keluar kamar untuk makan, lalu kembali ke kamarnya. Sejak kedatangan Krist pagi tadi serta percakapan kecil keduanya di dapur, mereka belum berbincang lagi. 

Krist keluar saat Singto menuangkan nasi goreng buatannya ke atas piring. 

Krist mengambil air putih di dua gelas, lalu membawanya ke atas meja makan tanpa bicara sepatah kata pun. 

"Aku hanya membuat nasi goreng. Kau tak apa dengan itu? atau ingin memesan makanan lain?" Tawar Singto. 

Krist menggelengkan kepala sembari menatap Singto, "Cukup dengan itu.".

Singto mengangguk saja, lalu menyerahkan piring berisikan nasi goreng dengan telur di atasnya kepada Krist. 

"Terima kasih phi..." Ucap Krist yang kemudian menyendokkan nasi ke dalam mulutnya. Tetiba, air matanya mengalir begitu saja. "Ah maaf." Krist menyeka  air matanya. 

"Aku akan makan dikamar." Krist berdiri dari duduknya, ia mengambil piring lalu berbalik menuju kamarnya. 

Singto tertegun, ia terkejut dengan Krist yang tiba - tiba menangis. 

Satu tahun bersama dan beberapa hari ia menemani Krist sebelum mereka berpisah, ia tak pernah sekalipun melihat pemuda berkulit putih itu menangis saat makan. Bahkan saat Mey pergi kala itu, Krist tetap bisa makan meskipun sedikit. Pemuda itu hanya sering melamun dan tampak sedih kala itu. Namun, kenapa sesendok nasi goreng buatannya membuat Krist menangis?

Singto memundurkan kursinya, ia berdiri lalu berjalan menuju kamar Krist. 

"Krist? Kau baik - baik saja?" Tanya Singto di balik pintu. 

Namun tak ada jawaban, membuat Singto memberanikan diri untuk membuka pintu. Terlihat Krist terduduk di lantai samping ranjangnya. Pemuda itu merunduk, menyembunyikan wajahnya di antara lutut yang ditekuk. Bahunya terlihat bergetar, isakan tangis memenuhi ruangan, sedangkan piring berisikan nasi goreng itu masih tergeletak begitu saja di sampingnya. 

Singto berjalan mendekat, mengusap kepala yang bergetar karena tangis.

"Krist..." Sapanya, namun pemuda itu tak mengangkat wajahnya. 

Sakit melihat pemandangan didepannya, membuat Singto ikut menitihkan air mata. 

"Krist..." Sapa Singto sekali lagi sembari masih mengusap surai hitam didepannya. 

Krist mengangkat wajahnya, terlihat wajahnya memerah dan basah akan air mata. Singto mengusap pelan pipi pemuda di depannya, mencoba menunjukkan senyuman meskipun air matanya ikut mengalir. 

"Kemarilah..." Singto merentangkan kedua tangannya. Namun Krist menggelengkan kepala, masih diliputi keraguan dan kesedihan. 

Singto tetap merentangkan kedua tangannya, kembali tersenyum dengan penuh harapan, "Ayolah..."

Dengan ragu, Krist akhirnya memeluk Singto, merasakan kehangatan dan dukungan yang ia butuhkan di saat itu.

Singto mengusap punggung yang masih bergetar karena sesenggukkan itu dengan lembut. 

"Apakah nasi gorengnya tidak enak?" Gumam Singto dengan senyuman menggoda yang jelas tidak dapat Krist lihat. 

Krist pun tersenyum dalam tangisnya, ia menggeleng perlahan dengan dagu yang masih bersandar pada bahu Singto. 

"Jangan menangis, heum? Aku tak ingin melihat air matamu..." Bisik Singto. 

Krist mengangguk, "Aku tak menyangka aku merindukan masakanmu phi, aku teringat kita yang dulu." Ucapnya perlahan dengan menahan sisa sesenggukkannya, "Aku takut, ini makanan terakhirku sebelum kau meminta aku pergi." 

Story Of August (SK) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang