01 | Kue

32 4 0
                                    

2020

"Anjir, pagi-pagi udah dikirimin tugas!"

Dira menggerutu sebal sambil melempar HP-nya ke atas kasur. Ia baru bangun beberapa menit yang lalu dan baru selesai mencuci muka. Saat ia membuka HP-nya, sudah ramai notifikasi dari grup kelasnya.

Pembelajaran memang dilaksanakan secara online. Hal ini dikarenakan sebuah virus yang melanda seluruh dunia di akhir tahun 2019, bertepatan Dira lulus SD.

Meski sudah dikirimi tugas oleh gurunya, ia tak bergegas mengerjakan. Malahan, ia membuka aplikasi novel online dan melanjutkan novel yang semalam belum selesai ia baca.

Itulah rutinitas Dira selama masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat di Indonesia (PPKM). Bangun pagi pukul delapan lalu pergi cuci muka, setelah itu marathon membaca novel sampai larut malam. Ia akan mengerjakan tugasnya jika sudah ada pemberitahuan untuk mengumpulkan tugas.

"Dira! Dir!"

Di tengah-tengah asiknya membaca novel bertemakan romance, Bunda tiba-tiba berteriak dari arah dapur.

Dira mendengar, tapi tidak menjawab. Ia tahu, jika memang darurat, maka bunda akan menghampirinya sendiri ke kamar. Dan ternyata memang darurat, terbukti tiba-tiba bunda datang ke kamar Dira.

"Kamu ini ya, punya telinga, denger Bunda panggil, kan? Kenapa cuma diem aja?! Ish, dasar anak jaman sekarang. Bangun tidur bukannya mandi, bersih-bersih, malah main HP. Noh, kasur selimut belum diberesin. Jadi anak cewek tuh jangan jorok, nanti jodohmu brewokan!"

Dira menutup telinganya rapat-rapat. Jika sudah begini, Bunda akan berceramah sampai esok hari.

"Kalau cowoknya brewokan kayak Zain Malik, sih, aku rela, Bun. Hehe," celetuk Dira dengan senyuman tanpa dosa.

"Udah jangan banyak omong, buruan beresin kamarmu, terus nanti bantu Bunda bikin kue buat dibagikan ke tetangga."

Selepas itu, Bunda langsung kembali ke dapur, meninggalkan Dira yang cemberut sambil menggerutu sebal. Padahal, dari tadi Bunda yang banyak omong, bukan dirinya.

Tak lagi melanjutkan membaca novel, Dira langsung merapikan kamar tidur dan membersihkannya. Dira mengingat-ingat kapan terakhir kali ia menyapu kamarnya. Jika tidak salah satu minggu yang lalu. Astaga, kotorannya sudah sangat banyak, mirip kandang ayam.

Cukup membutuhkan waktu setengah jam, kamar Dira sudah kembali bersih. Ia lalu pergi ke dapur untuk membantu Bundanya. Tapi, niat untuk membantu sepertinya tidak terlaksana. Semua masakan sudah matang dan siap dihidangkan.

"Kamu ini suruh bantuin Bunda malah datangnya lama banget. Noh, udah selesai masak. Kamu tinggal bagiin ke tetangga sebelah sana," tutur Bunda.

"Tadi katanya suruh bersihin kamar dulu. Giliran udah selesai bersihin kamar, dimarahin lagiii. Hidupku kayaknya emang serba salah, deh," gerundel Dira. Ia menutup pintu kulkas dengan sedikit membantingnya.

Bunda hanya diam, tidak menanggapi. Ia lalu membungkus beberapa jenis kue kering untuk dibagikan kepada tetangga. Kue kali ini dibuat untuk memperingati ulang tahun Shella, adik Dira, yang ke-satu tahun.

Dira mengetuk pintu rumah bude Eni. Pintu terbuka, tetapi tidak ada orang yang muncul. Saat Dira berbalik badan hendak kembali ke rumah, tiba-tiba sebuah suara menyahut dari dalam. Suara serak khas lelaki.

"Iya, ada apa?" Ternyata itu mas Arkan, anak sulung bude Eni.

Dira menatap wajah mas Arkan. Putih dan tampan. Mas Arkan ini jarang sekali keluar rumah, sehingga Dira jarang melihatnya. Sekalinya menampakkan diri, Dira malah terpesona dengan ketampanannya.

"Anjir ganteng banget Mas Arkan. Ini kali ya yang dinamain pesona tetangga sendiri," batin Dira.

Tersadar, Dira akhirnya memberikan kue yang ia pegang dengan sedikit gemetaran. Biasalah, Dira jika berdekatan dengan cowok ganteng memang suka grogi dan gemetaran.

Setelah menerima kue pemberian Dira, mas Arkan melemparkan senyuman manis kepada Dira. "Terima kasih ya, Dir."

Haduh, mendapat senyuman manis dari mas Arkan membuat kondisi jantung Dira tidak aman. Ia sudah tidak kuat lagi. Dira pun segera pamit untuk kembali ke rumah.

Cinta MonyetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang