05 | Nenek

16 4 0
                                    

2022

Bulan Januari tahun 2022, pembelajaran sudah tidak disesi lagi. Mulai bulan ini, Dira sudah bertemu dengan semua teman sekelasnya. Pukul enam lewat sepuluh menit, Dira sudah tiba di rumah Putri. Sebagai informasi, rumah Dira, Putri dan Tania tidak begitu jauh. Hanya terpisah beberapa desa saja. Jadilah mereka bertiga berjanjian untuk berangkat bersama-sama menggunakan sepeda ontel.

Dira sengaja mengajak Tania dan Putri berangkat pagi-pagi agar bisa mendapatkan tempat duduk di depan. Begitu tiba di sekolah, ternyata sudah banyak temannya yang datang. Namun, bangku depan masih kosong. Dira tersenyum senang. Ia akhirnya duduk di bangku tersebut.

Sayangnya, jumlah murid perempuan di kelas Dira adalah 13 orang. Ganjil. Tania dan Putri pilih duduk di bangku belakang. Akhirnya Dira duduk seorang diri di bangku depan. Dira sih tak masalah, asalkan ia bisa duduk di depan dan bisa fokus mendengarkan penjelasan guru.

Pembelajaran berjalan dengan lancar. Hari ini sekolah Dira dipulangkan lebih awal karena guru-guru akan ada rapat. Hal itu membuat Dira dan teman-temannya senang bukan main. Dira berangan-angan bisa tidur dengan nyenyak sepulang sekolah.

Sama seperti hari-hari sebelumnya saat sekolah disesi. Begitu pulang sekolah, Dira dengan sengaja berjalan di belakang Adit dan gerombolan teman-temannya. Terkadang, hal-hal sederhana seperti itu membuat perasaan Dira menjadi jauh lebih baik.

Meskipun Adit tidak menganggap kehadiran Dira, tetapi Dira sudah senang dengan hanya melihat Adit setiap hari, meskipun hanya belakang punggungnya saja.

***

"Bunda mau ke mana? Kok pakaiannya rapi banget?" tanya Dira. Begitu sampai di rumah, ia melihat ayah, bunda, dan adiknya sudah berdandan rapi.

"Mau ziarah ke makam Nenek bareng sama Bulik dan Paklik kamu. Kamu buruan makan terus mandi, ya. Bunda tunggu di depan," perintah bunda.

"Loh, aku juga ikut, Bun?"

Bunda hanya menjawab, "Iya". Dira lalu pergi mengambil nasi dan lauk, ia mulai menyantapnya. Ia makan dengan sedikit rasa dongkol. Rencana tidur siangnya tidak terlaksana. Tapi tak mengapa, itung-itung jalan-jalan kalau ikut ziarah ke makam nenek, hehe.

Selesai makan, Dira mengambil pakaian ganti di lemari dan masuk ke kamar mandi. Ia mandi seperti bebek, sangat cepat, karena di luar kamar mandi, bunda sudah berteriak dengan suaranya yang seperti toa, menyuruh Dira supaya jangan mandi terlalu lama.

Alhasil, Dira menyabuni tubuhnya asal-asalan, lalu langsung diguyur dengan air. Yang penting sudah wangi. Bersih atau tidak itu urusan belakangan.

"Udah siap?" tanya ayah. Ayah mengecek kembali barang-barang bawaannya, takut ada yang ketinggalan.

"Udah, Yah. Cus berangkat!" seru Dira dengan bersemangat.

Dira keluar rumah terlebih dahulu, disusul ayah yang baru selesai mengunci pintu dan jendela. Mobil yang Dira dan keluarganya naiki perlahan berjalan meninggalkan pekarangan rumah.

Dira duduk di depan, di samping ayahnya. Sedangkan di jok belakang ada bunda dan juga Shella. Sepanjang perjalanan, Dira lebih banyak diam. Dira memang seperti itu, saat naik mobil ia lebih suka melihat jalanan daripada mengobrol.

Hanya membutuhkan waktu kurang dari tiga puluh menit, mobil yang dikendarai ayah tiba di rumah bulik. Dulunya, rumah yang ditempati bulik adalah rumah nenek Dira dari pihak ayah. Namun, setelah nenek tiada, hak rumah dan tanah jatuh ke tangan bulik dan ayah.

Kakek dari pihak ayah sebenarnya masih ada. Namun sudah tidak tinggal di rumah peninggalan nenek karena sudah menikah lagi. Tapi Dira lihat, hari ini kakek ada di rumah bulik. Mungkin akan ikut ziarah ke makam nenek.

"Loh, suamimu mana?" tanya ayah pada bulik Ani.

"Mas Pras naik motor sama Bapak, Mas. Jadi yang ikut mobil cuma aku, Angga, dan Alma," jawab bulik Ani.

Angga dan Alma adalah anak dari bulik Ani dan paklik Pras. Jadi, bisa dibilang mereka berdua adalah sepupu Dira dan Shella.

"Ya udah kalau begitu. Kita berangkat sekarang, ya," ujar ayah.

Mobil mulai berjalan menuju makam di mana nenek dikuburkan. Ini adalah kali pertama Dira akan melihat makam nenek. Ada sedikit rasa sedih dan rindu di hatinya. Di perjalanan, Dira menahan air matanya supaya tidak tumpah kala mengingat momen-momen di mana saat nenek masih hidup.

Nenek berpulang pada tahun 2019, saat itu Dira baru kelas enam SD dan Shella masih bayi. Nenek meninggal karena sakit yang dideritanya, yakni sakit kanker. Sebenarnya nenek sudah menjalani pengobatan, baik herbal maupun non-herbal. Namun, mau bagaimana lagi. Yang namanya kematian sudah digariskan oleh Yang Maha Kuasa. Jika sudah waktunya, maka tidak akan bisa menghindar lagi.

Mobil berwarna biru yang Dira dan keluarganya naiki, akhirnya tiba di tempat tujuan. Suasana sekitar pemakaman nampak sepi. Hanya ada satu orang yang kebetulan saat itu juga sedang ziarah. Dira mulai melangkahkan kakinya menuju makam nenek. Hatinya deg-degan, takut tak kuasa menahan air mata.

Makam nenek berwarna putih. Terdapat banyak dedaunan kering di atasnya. Dira dan keluarganya pun mulai membersihkan dedaunan tersebut. Selesai membersihkan makam nenek, kakek mulai memimpin doa.

Di titik ini, Dira mati-matian menahan air matanya. Berkali-kali ia memejamkan mata, supaya air bening itu tidak jatuh. Untungnya berhasil. Meskipun hanya sampai di dalam mobil. Begitu mobil mulai melaju meninggalkan area pemakaman, tangis Dira kembali pecah. Lagi-lagi ia teringat momen kebersamaan dengan sang nenek yang kini sudah tak lagi bisa dipeluknya.

Cinta MonyetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang