06 | Novel

20 4 0
                                    

2022

Di bulan November tahun 2022, pak Setya menyuruh Dira untuk mengikuti olimpiade IPA lagi. Sebenarnya, Dira sudah mengikuti olimpiade-olimpiade sejak bulan Mei. Rencananya, di bulan November ini ia hanya akan fokus kepada pelajaran di sekolahnya karena sebentar lagi Ujian Akhir Semester Gasal di kelas sembilan. Namun, apa boleh buat. Ketika gurunya sudah bertitah, Dira jelas sungkan untuk menolaknya.

Sepulang sekolah, Dira memberitahu kedua orang tuanya mengenai dirinya yang akan diikutkan olimpiade (lagi). Kata ayah dan bunda sih tidak apa-apa. Namun, Dira tetap saja sedikit kesal pada pak Setya. Rencananya untuk bisa fokus pada pelajaran sekolah gagal. Tapi ya sudahlah. Itung-itung menambah pengalaman. Siapa tahu, di olimpiade kali ini Dira ditakdirkan menjadi juara, kan? Hehe.

Namun, yang menjadi permasalahan, Dira malas mempelajari materi IPA dari kelas tujuh sampai kelas sembilan yang seabrek. Banyak, sih, latihan-latihan soal yang diberikan pak Setya pada olimpiade sebelumnya. Namun, Dira malas mempelajari. Kertasnya hitam putih, tidak berwarna. Matanya sakit jika harus membacanya.

Akhirnya, Dira mengutarakan suatu keinginan kepada ayahnya. Ia ingin pergi ke Gramedia untuk membeli buku materi IPA kelas 7-9 dan juga novel. Ayah jelas langsung menyetujui keinginan Dira, selagi itu baik. Akhirnya, di akhir pekan, ayah, bunda, Dira, Shella, dan juga nenek pergi ke Gramedia yang ada di kota sebelah. Kota tempat Dira tinggal itu kota kecil yang Gramedia saja tidak ada, lain halnya dengan kota sebelah yang ada Gramedia dan lengkap dengan berbagai fasilitas dan tempat hiburan lainnya.

Sampai di Gramedia, mata Dira termanjakan oleh buku-buku yang ditata rapi di rak. Ingin rasanya ia membeli semuanya. Sabar, tunggu kerja dulu, baru nanti Dira akan mengunjungi Gramedia seminggu sekali. Hehe. Menit demi menit berlalu, Dira masih belum menemukan novel yang ia cari. Buku IPA sudah ketemu dan berada dalam genggamannya. Namun, sejak tadi Dira terus keliling mencari novel yang cocok dengan dirinya.

Ada satu novel yang menarik perhatian Dira. Novel itu ditulis oleh salah satu public figure yang sedang naik daun. Dira ingin membelinya, tetapi begitu melihat blurb novel tersebut, Dira urungkan niatnya untuk membeli. Tanda baca blurbnya berantakan, sumpah. Kalau blurb saja berantakan, bagaimana dengan isinya? Mata Dira jadi sakit melihatnya. Yang menjadi pertanyaan Dira, "Apa tidak ada editor yang membenarkan tanda bacanya? Kok bisa-bisanya tuh novel nangkring di Gramedia, sih?"

Dira pun berlanjut mencari novel lagi. Akhirnya, ia menemukan salah satu novel yang kebetulan Dira kenal penulisnya. Novel itu berjudul Halaqah Cinta karya Lin Aiko. Dira membaca blurbnya. Tertarik, ia pun memutuskan untuk membeli novel itu.

***

"Kita semua kuat dalam porsi yang berbeda. Kuatku belum tentu sekuat kamu, kuatmu belum tentu sekuatku."

Dira memfoto kutipan kata-kata di novel Halaqah Cinta, lalu mengirimnya di story WhatsApp. Menurutnya kata-kata itu sangat bagus. Ia lalu kembali melanjutkan membaca novel itu. Tak berselang lama, smartphone Dira berbunyi, pertanda ada notifikasi masuk. Ia lalu menutup bukunya dan membuka smartphone.

Betapa terkejutnya Dira begitu melihat notifikasi chat dari seseorang yang bisa dikenal tak begitu dekat dengannya. Adit mengiriminya pesan. Ia merenung sejenak. Tidak ada angin maupun hujan, tapi kenapa cowok itu tiba-tiba mengechat Dira? Memang, sih, Dira dan Adit pernah saling chat sebelumnya. Namun, itu karena ada suatu kepentingan seperti kerja kelompok, bertanya tentang PR, dan urusan kelas lainnya. Tapi sekarang? Dira rasa, ia dan Adit tidak sedang dalam kelompok yang sama untuk tugas sekolah.

Dira pun membuka pesan itu.

Adit
Ternyata kamu bisa nge-sad ya

Ternyata, Adit me-replay story WhatsApp Dira. Apa maksudnya nge-sad? Padahal, Dira tidak sedang galau sama sekali. Ia hanya suka dengan kata-katanya lalu iseng dibuat story WhatsApp.

Dira lalu membalas chat Adit.

Dira
Aku kan juga manusia

Adit
Oh kirain robot

Dira mesem membaca balasan pesan dari Adit. Ternyata, Adit asik juga. Tak sadar, chat mereka terus berlanjut hingga sore hari. Mereka jadi sedikit terbuka. Adit menceritakan jika ia memiliki kakak perempuan yang sudah memiliki seorang anak. Ia mengirimi foto keponakan perempuannya, masih bayi, sangat imut dan menggemaskan.

Dira
Berarti kamu dipanggil 'om' sama keponakanmu dong? Wkwk

Adit
Ya nggak lah!

Dira
Cie om Adit
Om Adit

Dira tertawa cekikikan, puas mengejek Adit dengan sebutan 'om'. Lalu, entah bagaimana percakapan itu berlanjut, hingga akhirnya, Adit memanggil Dira dengan sebutan 'Dek'.

Jujur, perasaan Dira seperti dikelilingi kupu-kupu. Meski hanya lewat chat, tetapi ia merasa berbunga-bunga ketika dipanggil Adit dengan sebutan 'Dek'. Ia terus memikirkannya sampai malam hari sebelum tidur. Dalam hati, Dira tak sabar bertemu hari esok. Ralat, maksudnya bertemu Adit di sekolah.

Cinta MonyetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang