Bab 3

22 3 2
                                    

Pagi di Keujiwan terasa segar dengan embun yang masih menempel di daun-daun. Zeyn bangun lebih awal dari teman-temannya, bergegas menuju sungai kecil di dekat perkemahan untuk membasuh muka dan menyegarkan diri. Sesampainya di sana, ia mendapati suasana yang tenang, hanya terdengar gemericik air dan suara burung-burung yang berkicau riang.

Setelah beberapa saat, ketika Zeyn hendak kembali ke tenda, ia melihat seseorang sedang duduk di tepi sungai. Sosok yang tak asing lagi—gadis yang kemarin sempat mencuri perhatiannya. Zeyn ragu sejenak, namun keberanian untuk mengenal lebih dekat akhirnya mengalahkan rasa canggungnya. Ia berjalan mendekat, mencoba bersikap santai.

"Eh, pagi-pagi sudah di sini aja," Zeyn menyapa dengan senyum tipis.

Gadis itu menoleh, terkejut sejenak, namun kemudian membalas dengan senyum hangat. "Iya, aku suka suasana pagi di tempat seperti ini. Rasanya damai banget."

Zeyn mengangguk. "Aku juga suka. Oh ya, aku Zeyn, dari regu Komodo. Kamu dari regu mana?"

"Arumdayu," jawab gadis itu sambil tersenyum. "Dari regu Melati, SMPN 1 Arjawinangun."

"Arumdayu..." Zeyn mengulangi nama itu dalam hati, seolah-olah mencoba mengukirnya di ingatan. "Nama yang cantik."

Arumdayu tersenyum , sedikit tersipu. "Makasih. Nama kamu juga bagus."

Mereka berdua terdiam sejenak, menikmati momen kebersamaan yang terjadi secara alami

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mereka berdua terdiam sejenak, menikmati momen kebersamaan yang terjadi secara alami. Tanpa mereka sadari, pembicaraan sederhana itu menjadi awal dari hubungan yang lebih dalam, yang tak bisa dihindarkan oleh keduanya.

"Jadi, sudah lama ikut Pramuka?" Zeyn memecah keheningan, ingin tahu lebih banyak tentang Arumdayu.

"Sudah dari kelas tujuh. Aku suka ikut kegiatan seperti ini, seru aja, bisa belajar banyak hal baru," jawab Arumdayu dengan semangat.

"Aku juga sama. Pramuka buatku bukan sekadar ekstrakurikuler, tapi lebih seperti gaya hidup. Banyak nilai yang bisa dipelajari, terutama soal kemandirian dan kerjasama," timpal Zeyn.

Arumdayu mengangguk setuju. Mereka pun larut dalam obrolan tentang pengalaman-pengalaman Pramuka, dari perkemahan-perkemahan sebelumnya hingga tantangan yang pernah mereka hadapi. Semakin lama mereka berbicara, semakin terasa bahwa ada kecocokan di antara keduanya—sebuah chemistry yang tak bisa dijelaskan hanya dengan kata-kata.

"Eh, kita harus balik ke tenda, nanti telat ikut apel pagi," ujar Arumdayu tiba-tiba, mengingatkan waktu yang sudah berlalu.

"Iya, benar. Tapi, mungkin kita bisa ngobrol lagi nanti?" Zeyn berharap pertemuan mereka tidak berakhir di sini saja.

"Tentu saja. Sampai jumpa nanti, Zeyn," jawab Arumdayu dengan senyum yang membuat hati Zeyn berdebar.

Mereka berdua pun kembali ke tenda masing-masing, tapi kali ini dengan perasaan yang berbeda. Zeyn merasa ada sesuatu yang tumbuh dalam hatinya—sesuatu yang mungkin saja akan menjadi lebih besar dari sekadar rasa suka. Arumdayu pun merasakan hal yang sama, namun ia memilih untuk menikmati momen ini, tanpa terlalu memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Hari itu, kegiatan perkemahan berjalan dengan lancar. Zeyn dan regunya mengikuti berbagai aktivitas mulai dari lomba baris-berbaris hingga kegiatan survival di hutan. Namun, pikiran Zeyn terus kembali kepada momen-momen singkat di tepi sungai tadi pagi. Setiap kali ia melihat ke arah tenda regu Melati, matanya secara otomatis mencari-cari sosok Arumdayu.

Di sisi lain, Arumdayu juga tak bisa mengabaikan perasaannya. Di tengah-tengah kegiatan bersama teman-temannya, pikirannya sesekali melayang ke arah Zeyn—sosok yang baru saja dikenalnya namun entah bagaimana terasa sangat dekat. Mereka berada dalam perkemahan yang sama, tetapi dunia mereka kini terasa lebih sempit, seolah-olah hanya ada mereka berdua di tengah-tengah keramaian.

Menjelang sore, saat matahari mulai condong ke barat, Zeyn dan Arumdayu kembali bertemu di sebuah posko kegiatan yang mengharuskan mereka berpasangan. Tanpa berpikir panjang, mereka langsung memilih satu sama lain sebagai pasangan. Kegiatan yang awalnya tampak sederhana itu pun berubah menjadi momen spesial, saat mereka mulai merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan.

Kebersamaan mereka yang alami membuat teman-teman lain mulai memperhatikan. Beberapa dari mereka bercanda dan menggoda, namun baik Zeyn maupun Arumdayu hanya membalas dengan senyuman kecil. Keduanya tahu, bahwa di balik tawa dan candaan itu, ada sesuatu yang sedang tumbuh, sesuatu yang belum bisa mereka ungkapkan dengan kata-kata.

---

Cinta Sebatas Patok Tenda Where stories live. Discover now