BAB 12

0 0 0
                                    

Zeyn menatap layar laptopnya dengan pandangan kosong. Di sela-sela pekerjaannya yang menumpuk, pikirannya terus terbang ke pertemuannya dengan Arumdayu. Meski sudah beberapa hari berlalu, ia masih tidak bisa menghilangkan bayangan Arumdayu yang berdiri di hadapannya di kafe itu. Ia merasa ada yang berbeda, ada perasaan lama yang kembali muncul, meski berusaha ia abaikan.

Ponselnya tiba-tiba bergetar, menandakan ada pesan masuk. Dengan malas, Zeyn mengangkat ponselnya dan melihat nama pengirimnya.

Arumdayu: "Hai, lagi sibuk? Kalau sempat, kapan-kapan kita ngopi lagi, ya. Ada yang mau aku ceritain."

Zeyn terdiam sesaat, berusaha menenangkan dirinya sebelum mengetik balasan.

Zeyn: "Tentu, aku juga senang ngobrol sama kamu kemarin. Kapan kamu luang?"

Arumdayu membalas cepat.

Arumdayu: "Hari Sabtu ini, kalau kamu nggak sibuk. Jam 5 sore di kafe kemarin, gimana?"

Zeyn: "Oke, Sabtu jam 5 di tempat yang sama. Sampai ketemu."

Setelah mengirim pesan itu, Zeyn kembali mencoba fokus pada pekerjaannya. Namun, rasa penasarannya justru semakin besar. "Ada apa sebenarnya yang mau diceritakan Arum?" batinnya. Ia tidak bisa berhenti berpikir, mungkinkah ini terkait masa lalu mereka?

---

Hari Sabtu tiba, dan Zeyn sampai di kafe beberapa menit lebih awal dari waktu yang mereka sepakati. Ia memesan kopi dan menunggu Arumdayu dengan sedikit gelisah. Setelah beberapa menit, Arumdayu akhirnya tiba, mengenakan gaun berwarna pastel yang lembut, terlihat anggun namun sederhana.

"Maaf telat sedikit," Arumdayu tersenyum sambil duduk di hadapannya.

"Ah, nggak masalah. Aku juga baru saja sampai," balas Zeyn sambil tersenyum.

Setelah memesan minuman, Arumdayu tampak terdiam sejenak, seperti sedang mengumpulkan keberanian untuk mengatakan sesuatu.

"Jadi, ada yang mau kamu ceritain?" tanya Zeyn, mencoba membuka percakapan.

Arumdayu menghela napas. "Sebenarnya ini sedikit aneh buatku, Zeyn. Aku... aku ingin minta maaf soal masa lalu."

Zeyn terkejut. "Minta maaf? Maksudmu?"

"Aku tahu, waktu kita di SMP, aku pernah membuat hubungan kita jadi aneh. Mungkin aku terlalu cepat menjauh dan membuatmu bertanya-tanya. Saat itu, aku hanya takut merasa lebih dari sekadar teman. Aku masih belum siap dengan perasaan-perasaan yang datang," jelas Arumdayu dengan suara lembut, menatap meja.

Zeyn merespons dengan senyuman tipis. "Kamu nggak perlu minta maaf, Arum. Aku paham. Masa lalu adalah masa lalu. Mungkin kita memang perlu melewati semua itu untuk tumbuh."

Arumdayu tersenyum, tampak lega. "Terima kasih, Zeyn. Rasanya beban yang aku bawa selama ini akhirnya terangkat."

Keduanya terdiam sejenak, menikmati suasana hening yang tidak lagi canggung. Mereka saling bertukar pandang, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, mereka merasa nyaman satu sama lain, tanpa bayang-bayang masa lalu.

"Aku senang bisa bertemu lagi sama kamu, Zeyn. Setelah semua yang kita lewati, ternyata kita masih bisa ketemu dan ngobrol seperti ini," kata Arumdayu.

"Aku juga. Siapa yang menyangka kita akan bertemu lagi di saat seperti ini?" jawab Zeyn.

Obrolan mereka berlanjut, menyelami masa-masa sekolah dulu, membahas teman-teman lama dan kenangan yang sempat mereka bagi. Perlahan, Zeyn mulai menyadari bahwa perasaannya terhadap Arumdayu tidak sepenuhnya hilang. Namun, kali ini ia tidak ingin terburu-buru atau berharap terlalu banyak. Ia ingin melihat ke mana pertemuan ini akan membawanya, tanpa terbebani oleh harapan atau bayangan masa lalu.

Menjelang malam, mereka memutuskan untuk berpisah. Sebelum meninggalkan kafe, Arumdayu berkata, "Aku senang kita bisa berteman lagi, Zeyn."

Zeyn tersenyum. "Aku juga. Sampai jumpa lagi, Arum."

Saat Arumdayu berjalan menjauh, Zeyn berdiri di depan kafe, menatap punggungnya yang perlahan menghilang di keramaian kota. Ada perasaan hangat yang menjalar di dadanya. Mungkin, hanya mungkin, pertemuan ini adalah awal dari cerita baru yang tidak pernah ia duga.

Cinta Sebatas Patok Tenda Where stories live. Discover now