11. Sakit?

347 59 13
                                    

Terlihat awan sore hari lebih gelap dari biasanya, angin yang bertiup kencang juga menambah suasana mendung di sore hari. Beberapa kali suara gemuruh petir juga terdengar menandakan akan turun hujan sore ini. Karena itu sebelum hujan turun Gio harus lebih dulu sampai di rumah. Dia tidak mau terjebak hujan di sekolah, belum lagi kasian Neneknya sendirian di rumah. Dua hari lalu Melody dan Toni ada acara di luar kota, karena itu di rumah hanya ada Gio, Feni, dan sang nenek.

Tepat setelah Bel berbunyi, Gio buru-buru keluar kelas menuju parkiran. Dia melangkah cepat hampir berlari di sepanjang lorong sekolahnya. Namun, saat dia mulai memasuki area parkiran, langkahnya melambat saat melihat punggung seseorang yang dia kenal. Dengan rambut hitam kecoklatan yang diurai, tas gendong yang sudah sangat Gio kenal milik siapa-dia semakin yakin siapa yang berdiri di ujung lorong penghubung antara lorong sekolah dengan parkiran.

Kehadiran Shani-sang wanita yang dia lihat membuat Gio lupa akan niatnya terburu-buru ke parkiran. Dia berjalan dengan sedikit ragu-ragu ke arah Shani, lalu tanpa sapaan atau sepatah kata pun dia berhenti di sampingnya.

Shani tentu saja menyadari kehadiran Gio, dia melirik ke arah Gio disaat Gio juga melirik ke arahnya. Kontak mata terjadi diantara mereka, tapi hanya untuk waktu sebentar karena secara bersamaan mereka mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Kecanggungan terasa disini, Gio tak tahu harus bagaimana disaat dia memiliki satu pertanyaan penting untuk ditanyakan pada wanita di sampingnya. Dia memilih membuka ponselnya, hanya membuka lockscreen saja dan tanpa tahu dia harus apa dengan ponselnya. Sekali lagi Gio melirik ke arah Shani yang sekarang sedang sibuk juga dengan ponselnya.

Lucunya, mereka berdua melakukan hal yang sama. Mengotak-atik ponsel mereka sendiri tanpa tahu apa yang harus mereka lakukan dengan ponselnya. Bagi Shani, kehadiran Gio disampingnya membuatnya lupa dengan kesibukannya di awal. Dia yang sedari tadi sibuk menelpon dan mengirim pesan pada Mamihnya untuk minta jemput seketika tidak lagi melakukan itu dan jadi salah tingkah sendiri.

Hampir 5 menit lebih, keadaan mereka tetap seperti itu. Sibuk sendiri dengan ponselnya dan hanya berani saling curi pandang. Gio sendiri masih berperang dengan pikirannya, dia penasaran, tapi dia gengsi untuk bertanya. Sudah lama tak saling berbicara membuatnya tambah tak bisa melawan gengsinya.

Karena tak terjadi apapun, Shani memilih untuk pergi dari sana. Dia merasa keadaan canggung semakin membuatnya tak nyaman, karena itu dia memilih untuk menunggu di tempat lain saja. Namun, belum juga melangkah pergi sebuah tangan menghentikannya membuatnya berbalik ke arah Gio.

Pandangan mereka bertemu, "Waktu itu..." Ujar Gio, tapi kalimatnya tak ia selesaikan.

"Kenapa? Ada yang mau kamu tanya?" Tanya Shani, setelah ucapannya itu Gio melepaskan tangannya menimbulkan perasaan sedikit kecewa dari Shani.

"Kamu kenapa nangis waktu malam itu?" Tanya Gio, akhirnya dia mengungkapkan rasa penasarannya pada Shani. Dia menatap lekat Shani saat ekspresi wajah Shani berubah.

Shani terdiam, dia menundukkan kepalanya membuat Gio harus sedikit menunduk untuk melihat wajah Shani yang sedikit tertutup rambutnya yang diurai. Melihat sikap Shani membuat Gio cepat sadar jika pertanyaannya itu menyinggung Shani. Kali ini mungkin dia harus mengesampingkan rasa penasarannya demi kenyamanan Shani.

Wajah kesedihan Shani pada malam itu yang akhir-akhir ini menghantuinya terlintas kembali, itulah mengapa dia simpulkan Shani menangis karena alasan yang menyedihkan, jika dia bertanya lagi hanya akan membuat Shani semakin sedih.

Gio menghelakan nafasnya, dia berpikir apa yang harus dia lakukan sekarang. Pergi begitu saja meninggalkan Shani setelah pertanyaan tadi tentu bukan pilihan yang tepat.

Jejak RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang