ㅡ🌷 The Challenge

243 23 1
                                    

I HATE U, I LOVE U

Jaemin menatap layar ponselnya dengan campuran emosi yang tak menentu. Notifikasi dari Twitter terus berdering, memenuhi layarnya dengan balasan-balasan yang memaksa. Cuitan Mark yang baru saja muncul di timeline-nya terasa seperti sebuah tantangan terbuka— bukan hanya untuk haters-nya, tapi secara khusus, untuk dirinya.

🐦‍⬛r_e__m___
Kadang gue pengen denger langsung dari haters, biar bisa ngerti kenapa mereka nggak suka sama gue/musik gue. Ada yang berani ngobrol langsung? Gue siap nongkrong di kafe xx dan dengerin pendapat kalian. Siapa tahu ada yang bisa gue pelajari.

Di bawah cuitan itu, banyak sekali penggemar Mark yang langsung merespons dengan semangat, mengomentari betapa luar biasanya Mark yang mau mendengar kritik, bahkan dari haters sekalipun. Beberapa fans bahkan men-tag akun Jaemin, @/narcissism, dalam cuitan mereka, menantang Jaemin untuk bertemu langsung dengan orang yang selama ini dia benci habis-habisan.

Renjun, yang duduk di sebelah Jaemin di sofa ruang tamu, menatap ponsel Jaemin dengan senyum tipis. "Ini kesempatan lo. Akhirnya lo bisa ngomong langsung sama Mark."

"Dih," Jaemin mendengus, menatap Renjun seakan temannya sudah kehilangan akal. "Kenapa gue harus mau ketemu dia? Dia cuma mau bikin gue keliatan jelek di depan semua orang."

Renjun tertawa kecil, melipat tangannya di dada. "Ya, atau mungkin lo takut? Takut kalau setelah ngobrol sama dia, ternyata lo nggak bisa benci dia lagi?"

Jaemin memutar bola matanya. "Gue nggak takut. Gue cuma nggak mau ngasih dia kepuasan."

"Atau mungkin, lo nggak mau ngasih diri lo kesempatan buat bener-bener kenal dia." Renjun menatap Jaemin dengan pandangan menantang, namun penuh pengertian. "Lo tau, kadang-kadang musuh terbesar kita adalah kesan pertama yang kita nggak mau ubah."

Jaemin terdiam, matanya kembali ke layar ponsel. Cuitan-cuitan dari para pengikutnya terus berdatangan, mendorongnya untuk menerima tantangan Mark. Beberapa bahkan menuduhnya pengecut jika dia menolak kesempatan itu.

"Apa pun yang lo pikirkan tentang dia, ini kesempatan lo buat ngasih tau langsung kenapa lo benci banget sama dia. Dan siapa tahu? Mungkin lo bisa bikin dia ngertiin sisi lo," lanjut Renjun.

Jaemin menghela napas panjang, meletakkan ponselnya ke atas meja dengan bunyi yang agak kasar. "Gue nggak butuh dia buat ngertiin gue."

"Tapi lo mau dia tahu kalo lo nggak asal ngomong, kan?" Renjun menatap Jaemin dengan tatapan penuh arti. "Apa pun alasan lo, gue rasa ini bisa jadi kesempatan yang bagus. Lo bisa nyelesain semua kebencian lo dan lanjutin hidup."

Jaemin mendengus, menggosok wajahnya dengan kedua tangan. "Kenapa sih semuanya harus jadi ribet banget?!"

Renjun tersenyum lembut. "Karena hidup nggak pernah ada kata simpel, Nana."

ㅡ🌷

Di tempat lain, di salah satu kafe kecil di pusat kota, Mark duduk di pojokan sambil menatap secangkir kopi yang sudah mulai dingin. Dia sesekali melirik jam di pergelangan tangannya, bertanya-tanya apakah siapa pun yang menerima tantangannya benar-benar akan datang.

Chenle, yang duduk di seberangnya, memainkan ponselnya sambil menyeruput es kopi. "Lo beneran yakin ada haters lo yang mau dateng? Biasanya mereka cuma berani di belakang layar."

Mark mengangkat bahu. "Gue nggak tau. Tapi kalau nggak nyoba, gue nggak bakal pernah tau, kan?"

Chenle tertawa kecil. "Lo emang terlalu positif. Gue nggak ngerti gimana caranya lo bisa sabar banget sama semua omongan negatif di internet."

[3] I HATE U, I LOVE U; MARKMIN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang