ㅡ🌷 Intrigue Backstage

178 18 1
                                    

I HATE U, I LOVE U

Jaemin berdiri canggung di tengah lautan fans yang bersorak di venue konser. Sekali lagi, dia merasa terjebak dalam situasi yang sama sekali tidak diinginkannya. Renjun, yang berdiri di sampingnya, tampak begitu bersemangat, wajahnya bersinar dengan kegembiraan yang hampir membuat Jaemin iri. Ini sudah kedua kalinya Renjun menyeretnya ke konser The Dream, dan Jaemin merasa tidak ada hal yang lebih membingungkan daripada ini.

"Nana lo siap, kan?" Renjun menatapnya dengan seringai lebar. "Gue rasa lo bakal berubah pikiran tentang Mark setelah liat penampilannya lagi malam ini."

Jaemin mendengus, melipat tangan di dada. "Lo tau gue nggak akan pernah berubah pikiran. Gue di sini cuma karena lo maksa gue."

Renjun terkekeh, tidak peduli dengan protes Jaemin. "Iya, iya. Tapi liat aja nanti. Lo nggak bakal bisa ngelak kalo Mark emang keren di panggung."

Jaemin ingin membalasnya, tapi sorakan penonton mendadak meledak, dan lampu panggung mulai menyala. Musik mulai bergema, membuat dinding venue bergetar. Dan di sanalah mereka, The Dream, muncul dengan energi yang menggelegar. Jeno memainkan gitarnya dengan penuh karisma, Haechan dengan suara madunya, Chenle di keyboard memikat dengan melodi yang memukau, dan Jisung menjaga irama dengan pukulan drum yang mantap. Namun, mata Jaemin tetap terkunci pada Mark, yang muncul dengan senyum percaya diri, suara vokalnya melengking sempurna di seluruh ruangan.

Jaemin memalingkan muka, berusaha mengabaikan pesona yang tiba-tiba menghantamnya. Hatinya berdebar tidak karuan, dan dia benci bahwa Mark Lee masih memiliki efek ini padanya. Namun, semakin Jaemin mencoba mengalihkan pikirannya, semakin kuat tarikan itu. Dia benci mengakuinya, tapi Renjun benar. Mark memancarkan aura yang sulit diabaikan, terutama saat dia berada di atas panggung.

Konser berlanjut, dan meskipun Jaemin berusaha sekuat tenaga untuk tidak terlibat, dia mendapati dirinya terhanyut dalam energi musik yang menggema di sekelilingnya. Setiap kali Mark membuka mulutnya untuk bernyanyi, suara itu membekas di pikirannya, dan setiap kali mata mereka bertemu— meskipun hanya sekejap— Jaemin merasa ada sesuatu yang tidak bisa dijelaskan. Ada tarikan yang tidak bisa dia lawan, dan itu membuatnya merasa sangat frustrasi.

Ketika konser akhirnya selesai, Renjun tampak berseri-seri seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan hadiah. "Gimana, Na? Apa gue salah? Lo nggak bisa bilang kalo Mark nggak hebat di panggung."

Jaemin menghela napas dalam-dalam, berusaha menenangkan perasaannya. "Gue nggak pernah bilang dia nggak punya bakat! Gue cumaㅡ nggak suka sama dia."

Renjun menatapnya dengan seringai penuh arti. "Tapi lo mulai suka kan?"

Jaemin hanya menggelengkan kepala, berusaha mengabaikan pertanyaan Renjun, dan mulai berjalan menuju pintu keluar. Namun, takdir sepertinya punya rencana lain malam itu. Di tengah keramaian, Jaemin entah bagaimana tersesat ke belakang panggung. Dia mencari-cari Renjun, namun tidak menemukannya. Sejenak, dia berdiri kebingungan di tengah koridor sempit yang penuh dengan kabel dan peralatan band. Saat itulah dia melihat pintu terbuka sedikit, mengintip ke dalamnya, dan mendapati dirinya di ruang ganti band.

Jaemin baru saja akan berbalik untuk pergi, namun suara familiar menghentikannya.

"Na Jaemin?"

Jaemin membeku. Suara itu... milik Mark. Jaemin menoleh perlahan dan melihat Mark berdiri di depan cermin besar, handuk kecil tergantung di lehernya, wajahnya sedikit berkeringat setelah konser yang penuh tenaga. Mata mereka bertemu, dan Jaemin merasakan ketegangan yang tiba-tiba mengisi ruangan.

"Um, gueㅡ tersesat," kata Jaemin canggung, berusaha mencari jalan keluar.

Mark menyeringai kecil, berjalan mendekat. "Tersesat, ya? Atau lo sengaja mau ketemu gue lagi?"

[3] I HATE U, I LOVE U; MARKMIN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang