ㅡ🌷 A Clash of Worlds

744 53 5
                                    

I HATE U, I LOVE U

Malam itu, Jaemin duduk di kamarnya yang remang-remang, hanya diterangi cahaya layar ponselnya. Tangannya bergerak cepat di atas keyboard, seperti jari-jarinya sudah terbiasa mengetikkan kata-kata kebencian. Akun Twitter-nya, @/narcissism, kembali hidup dengan cuitan-cuitan yang penuh cemoohan. Akun yang dikhususkan untuk menjatuhkan Mark.

🐦‍⬛narcissism
Mark Lee tuh bukan vokalis, tapi badut. Serius, siapa sih yang mikir dia punya talenta?🤣

Jaemin melihat dengan tatapan penuh kebencian terpaku pada foto terbaru Mark yang diunggah oleh akun resmi The Dream. Ratusan balasan langsung masuk. Sebagian besar adalah fans yang membela Mark, fans The Dream seakan selalu siaga untuk melawan Jaemin kapanpun dia mengunggah sesuatu. Sementara beberapa haters lainnya bergabung dengan Jaemin dalam menyerang.

Jaemin tersenyum sinis. "Ini baru seru," gumamnya.

Namun, dalam hatinya, dia tahu bahwa setiap balasan dari penggemar Mark hanya membuatnya semakin merasa "hidup."

Jaemin tersenyum puas, tapi ada sesuatu yang terasa berbeda malam ini. Biasanya, kebencian ini memberinya kepuasan instan, tapi kali ini, rasanya kurang. Dia mendapati dirinya memikirkan balasan terakhir dari Mark beberapa hari yang lalu.

🐦‍⬛narcissism
Serius deh, ngeliat muka Mark Lee aja bisa bikin mual. Gimana sih fansnya kok bisa sebuta itu? 🤮 #MarkLeeOut #TheDreamSucks

🐦‍⬛r_e__m___
Lagi-lagi mual? Lo perlu ke dokter? Mungkin lo aja yang terlalu sering kepikiran tentang gue. 😏 #StayHealthy

Balasan itu seharusnya membuat Jaemin semakin marah, tapi nyatanya malah membuat Jaemin gelisah. Bagaimana mungkin Mark, yang begitu dibenci Jaemin, bisa membalas dengan santai seperti itu? Bukankah seharusnya Mark marah atau setidaknya merasa tersinggung?

"Kenapa dia nggak kesel sih?" gumam Jaemin frustrasi, mengacak rambutnya dengan kasar. Renjun, yang sedang duduk di lantai sambil membaca buku, menoleh dengan tatapan penasaran.

"Apa yang lo bilang tadi?" tanya Renjun.

"Mark Lee. Dia ngebales gue kayak nggak ada beban. Nggak ada kesan marah atau apapun." Jaemin menghela napas panjang. "Itu ngebetein!"

Renjun mengangkat alis, lalu tersenyum kecil. "Lo tuh sebenernya pengen dia marah, ya?"

"Nggak!" sanggah Jaemin cepat. "Gue cumaㅡ gue nggak ngerti kenapa dia santai banget. Gue pengen dia tau gimana rasanya dikritik!"

Renjun tertawa pelan. "Na, itu namanya terobsesi. Lo udah terlalu dalam nih sama Mark Lee."

Jaemin menatap Renjun dengan kesal. "Gue nggak terobsesi! Gue benci dia dan itu beda!"

Renjun hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil tertawa. "Ya terserah lo, deh. Tapi kayaknya, lo udah terlalu banyak ngasih energi buat benci orang yang mungkin nggak peduli sama lo. Awas, manti malah jatuh cinta."

Jaemin mendengus keras. "Cinta sama Mark Lee? Huwek! Pegang omongan gue, kalau gue nggak bakal pernah jatuh cinta sama orang kayak dia. Dia itu aslinya sombong, palsu, nggak tulus. Dia nggak pantas dapetin semua perhatian itu."

"Tapi lo perhatiin dia terus," sela Renjun. "Kayaknya lo ngikutin semua langkah dia. Di Twitter, di Instagram. Bahkan lo tau banget setiap gerak-geriknya."

"Sekali lagi, bukan karena gue suka. Gue benci dia!" balas Jaemin dengan nada tegas. Namun, dalam hatinya, dia tidak bisa sepenuhnya menyangkal kebenaran akan kata-kata dari Renjun. Kenapa dia terus-menerus memikirkan Mark Lee?

[3] I HATE U, I LOVE U; MARKMIN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang