ㅡ🌷 Behind the Music

299 29 3
                                    

I HATE U, I LOVE U

Setelah konser, suasana di asrama band The Dream terasa lebih hangat dan hidup. Ruangan yang biasa sepi setelah latihan kini dipenuhi oleh gelak tawa dan percakapan. Mark, Jeno, Chenle, Haechan, dan Jisung duduk melingkar di ruang tamu, menikmati momen kebersamaan mereka setelah hari yang panjang. Masing-masing anggota band punya cara unik untuk menghilangkan stres setelah tampil di panggung besar.

Haechan, yang terkenal paling energik, duduk di atas sofa dengan kaki terlipat, mengunyah camilan sambil berceloteh tentang interaksi kocaknya dengan fans. "Lo liat nggak, yang di barisan depan? Ada yang pake baju gue waktu acara variety itu, gue sampe ngakak nahan tawa pas liat!”

Chenle terkekeh mendengarnya. "Serius? Gokil sih mereka. Gue tadi dapet fans yang bawa poster bertuliskan ‘Chenle marry me,’ udah gitu ditulisnya pake huruf kapital semua, kayak lagi teriak gitu." Dia menirukan gaya marah-marah sambil menirukan poster tersebut.

Mark tertawa kecil mendengarnya, tetapi pikirannya masih sedikit teralihkan oleh pertemuannya dengan Jaemin. Mark menyesap air mineral dari botolnya. Jaemin berbeda. Dia tidak seperti fans atau haters pada umumnya. Ada sesuatu di balik kebenciannya yang membuat Mark merasa tertantang, seperti ada dinding besar yang menutupi sesuatu.

Jeno, yang duduk di sebelah Mark, menyadari temannya yang tampak lebih pendiam dari biasanya. "Lo masih kepikiran Jaemin, ya?" bisiknya, membuat Mark menoleh kaget.

Mark mengangkat bahu sambil menghela napas. "Nggak ngerti, sih. Dia tuh kayakㅡ benci banget, tapi sekaligus terobsesi. Gue nggak tau gimana cara ngejelasinnya. Dia benci gue, tapi dia nggak pernah bener-bener menjauh."

Haechan, yang kebetulan mendengar percakapan itu, menyelipkan komentar dengan nada bercanda. "Bisa jadi dia sebenarnya ngefans sama lo, tapi gengsi buat ngaku!"

Mark tersenyum tipis mendengar lelucon itu, tetapi dalam hati, dia tahu situasinya lebih rumit dari itu. Ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kebencian dan perhatian. Ada intensitas yang tidak bisa dijelaskan, sebuah dinamika yang membuat Mark semakin ingin memahami Jaemin.

Chenle mengalihkan pembicaraan, "Ya, gue ngerti sih kenapa dia benci lo, Mark. Lo kan emang terlalu sempurna," ujarnya sambil tersenyum jahil, membuat semua tertawa.

Mark menggelengkan kepalanya. "Nggak, gue serius. Ada sesuatu yang gue pengen ngerti dari dia. Bukan soal haters biasa. Gue ngerasa kayak kita berdua tuhㅡ terhubung, tapi dengan cara yang aneh."

Jisung, yang sejak tadi lebih banyak diam, akhirnya angkat bicara. "Mungkin lo terlalu mikirin itu. Haters ya haters. Jangan terlalu larut."

"Tapi gue penasaran, sih," tambah Jeno sambil tersenyum kecil. "Gue penasaran apa yang bakal terjadi kalau kalian beneran ketemu lagi, tapi bukan di backstage. Di tempat yang lebih netral, mungkin."

ㅡ🌷

Sementara itu, Jaemin duduk di lantai kamarnya sambil memandangi ponsel. Tangannya menggenggam erat perangkat itu, jari-jarinya berkedut seolah siap untuk mengetikkan kebencian baru terhadap Mark di Twitter. Namun, otaknya terhenti. Setelah pertemuan langsung mereka di konser tadi, ada rasa ganjil yang belum bisa dia jelaskan.

"Kenapa gue mikirin dia terus?” Jaemin mengerutkan kening, membiarkan pikirannya berkecamuk.

Dalam benaknya, dia teringat dengan jelas bagaimana Mark berbicara padanya. Suara Mark lembut, tidak ada jejak kepalsuan atau kebencian. Ini membuat Jaemin semakin marah pada dirinya sendiri. Seharusnya dia tidak terpengaruh oleh Mark. Seharusnya dia hanya merasa jijik.

Renjun, yang duduk di meja belajar di sisi lain kamar, mendengarkan Jaemin yang bergumam pelan. Dia menoleh ke arah Jaemin, mengangkat alis. "Lo ngomong sama diri sendiri, Na? Gue bener-bener nggak ngerti kenapa lo masih terus mikirin Mark."

[3] I HATE U, I LOVE U; MARKMIN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang