04: Admirer

48 11 0
                                    

"Eh?" Iris kecoklatan Atsumu mengerjap. Wajah bingung bercampur polos terpasang. Tatapan jenakanya luntur. Tepat setelah Sakusa menjawab gurauan dengan cepat, singkat, padat, dan lugas.

Sakusa menelan ludah ketika mata mereka saling beradu pandang. Ekspresi datar tetap tidak berubah, meski telah menyampaikan kalimat yang ambigu bagi lawan bicara. Itu bukanlah tatapan yang intens. Hanya saja, terdapat makna didalamnya, yang ingin Sakusa sampaikan.

Atsumu harus pura-pura terbatuk untuk menetralisir jantung yang tiba-tiba saja tidak berdetak semestinya. Ingin sekali ia meremat baju di dada.

Ba-dum. Ba-dum. Ba-dum.

Irama detakan jantung tidak berubah. 'Ada apa ini?' Adalah satu-satunya pertanyaan yang berkumandang di dalam kepala Atsumu. Entah bagaimana bisa, situasi konyol yang dirinya ciptakan tadi, berubah menjadi begitu canggung hanya dengan satu potong kalimat dari pemain MSBY Black Jackals dengan jersey bernomor 15 di hadapannya.

Namun bukan Atsumu namanya jika tidak pandai melakukan akting. "Memangnya hal seperti itu bisa dilakukan?" Beberapa detik Atsumu terhenti. Manik mereka tidak melepaskan pandangan satu sama lain.

Sakusa tak menjawab. Atsumu mulai gugup saat ia semakin menyelam ke dalam manik hitam Sakusa. Bola mata itu seperti langit malam yang tertutup mendung. Dinginnya bisa menusuk ke tulang, jika berada di sekitarnya terlalu lama.

Mereka terpaut jarak tidak lebih dari 1 meter. Ini bukanlah jarak yang seharusnya Sakusa inginkan. Karena dalam posisi mendudukkan bokong di tepian wastafel, Atsumu sedikit menengadahkan kepala untuk bertatapan dengannya. Mata Sakusa terlihat berkilau.

Atsumu tertegun sejenak. Harus ia akui kalau Sakusa Kiyoomi itu termasuk dalam kategori tampan, tapi masih lebih tampan dirinya. Tatapan Sakusa yang tajam, seakan menyeret Atsumu untuk masuk ke sana. Lebih jauh, dan lebih dalam lagi.

Lama berpandangan, Atsumu yang memutuskan kontak mata terlebih dahulu. "Maksudku, apa diperbolehkan memberikan tanda tanganku dibuku pernikahan Omi-kun nantinya?" Tangan terlipat di dada. Atsumu sengaja menundukkan kepala untuk menghindari mata Sakusa.

Pria dengan potongan rambut curly tersebut menatap malas pada makhluk penggila voli di depannya. "Aku heran, bagaimana bisa kau satu tim dengan seseorang seperti Kita Shinsuke-san?"

"OI. APA HUBUNGANNYA DENGAN ITU!?" Berang Atsumu. Urat kekesalan tercetak di wajah.

Sakusa mendengus. Kepala menggeleng pelan. Ia meninggalkan tempatnya. Berjalan dua langkah ke kanan. Lalu menghidupkan kran, kemudian mencuci tangan. Perlu diingat, jika sekarang Sakusa berada di tempat yang paling ia hindari, toilet. Tempat yang sangat besar kemungkinan untuk terkontaminasi oleh kuman.

Atsumu menarik kembali kata 'tampan' untuk menggambarkan Sakusa. Faktanya, pria itu tidak pernah sadar kalau dirinya bahkan lebih menjengkelkan dari Atsumu. Apalagi ketika sudah membuka suara.  Kebanyakan kalimat yang Sakusa keluarkan sangat menohok sampai ulu hati. Terkesan arogan. Terkadang juga seperti sedang merendahkan lawan bicara. Walau tidak semuanya dengan maksud begitu.

Mengenai Kita Shinsuke, Sakusa mengetahuinya dari sang sepupu, Komori Motoya yang satu tim dengan rekan voli Atsumu ketika di SMA Inarizaki. Yaitu Suna Rintarou yang berada di tim EJP Raijin. Ia bercerita banyak hal tentang masa SMA mereka. Dan nama Kita Shinsuke, selaku kapten saat itu, tidak luput dari ceritanya. Cerita tersebut disampaikan kembali oleh Komori kepada Sakusa, melalui pesan-pesan lewat aplikasi chat di ponsel.

Berbanding terbalik dengan Atsumu yang sembrono dan bertingkah sesukanya serta cukup sulit untuk diatur, Kita adalah orang yang hidupnya terstruktur dan terkendali juga mampu mengatur apa pun untuk dirinya sendiri. Kecintaan Kita terhadap kebersihan, persis seperti Sakusa. Namun dengan alasan yang berbeda. Jika Sakusa menyukai kebersihan karena tidak ingin terkena kuman, sedangkan Kita menyukai kebersihan karena memang harus itulah yang dilakukannya.

Menurut Kita, kebersihan adalah suatu hal yang wajib dijaga. Hal tersebut membuat Sakusa merasa hormat padanya meski belum pernah berbicara secara langsung.

"Omi-kun, kau masih belum menjawab pertanyaanku! Kau selalu saja mengabaikan orang lain. Dan sekalinya berbicara malah menggunakan kalimat sarkas!"

Sakusa menghela napas. "Berisiknya." Sakusa bergumam. Tangan masih dicuci. Ia melirik Atsumu dari kaca besar yang tersedia di toilet. Pria itu mulai bertingkah seperti anak-anak lagi. Merengek dan berceloteh yang Sakusa tidak tahu apa isinya. Yang pasti, Atsumu menyuruh Sakusa untuk menjawab pertanyaannya. Terlihat seperti pemaksaan. Tetapi ia sendiri tidak menjawab pernyataan Sakusa dengan benar.

Sejujurnya, orang seperti Kita Shinsuke merupakan orang yang paling Sakusa sukai. Dan juga menarik minat Sakusa untuk menjalin hubungan dengannya. Namun kenyataannya, justru orang seperti Atsumulah yang saat ini menjatuhkan hati Sakusa untuk menyukainya. Padahal tidak ada satupun dari sifat Atsumu yang termasuk kedalam tipe Sakusa.

Ba-dum. Ba-dum. Ba-dum.

Jantung Sakusa berdetak cepat. Kedua telinga Sakusa dapat mendengar bunyinya dengan jelas. Memandang Atsumu yang masih berceloteh, Sakusa tersenyum samar. Kini ia tidak sedang mengenakan masker. Dan Atsumu tidak sengaja melihat senyuman Sakusa. Ia sampai terdiam karena itu.

Sakusa kembali mendengus. Menyelesaikan kegiatan mencuci tangan, Sakusa mengelap tangannya. Sebelum itu, ia telah menyemprotkan hand sanitizer yang tidak pernah absen untuk dibawa kemana pun dan kapan pun.

"Miya."

"Ya?" Atsumu berdiri dengan posisi siap sempurna saat Sakusa memanggil.

Sakusa menoleh. "Aku rasa kau ada benarnya." Atsumu menelengkan kepala, pertanda heran. Ia tidak sanggup untuk bertanya. Tatapan tajam Sakusa membungkam mulut Atsumu yang senang berbicara. Seolah memerintahkan Atsumu untuk tetap diam.

"Aku memang penggemarmu."

Kalimat itu Sakusa sampaikan dalam artian yang lain. Semoga otak Atsumu dengan kapasitas penyimpanan rendahnya dapat menangkap maksud perkataan Sakusa.

***

Up lagi hehe.

MirayukiNana

Kamis, 19 September 2024.

MysophobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang