SATU

46 21 3
                                    

Agatha berdiri di depan bangunan sesuai janji temu dengan temannya, Wendy. Ia sudah datang tepat waktu, tapi Wendy belum juga tampak. Saat Agatha mencoba untuk menghubunginya, Wendy datang keluar dari bangunan itu berlari kecil melambaikan tangan. Ia menarik Agatha untuk segera masuk ke dalam. Agatha sungguh tidak tahu ada tempat seperti ini di sekitar sini, padahal ia sering lewat, mungkin karena tempatnya sedikit menjorok masuk sehingga tidak terlalu memperhatikannya. Ia cukup mengikuti langkah kaki Wendy sambil melihat-lihat, hingga mereka berhenti di sebuah meja dengan sofa empuk melingkar tampak nyaman.

Seorang pria datang memberikan menu pada mereka dan pergi setelahnya tanpa menunggu Agatha dan Wendy memesan sesuatu. Wendy memberi isyarat untuk segera membuka menu. Ya, Agatha cukup penasaran apa yang membuat restoran ini begitu istimewa. Setelah dibuka, ia terkejut karena yang tertera di menu bukanlah makanan atau minuman, tapi daftar nama dan foto orang. Ia langsung menatap Wendy sambil melotot.

"Wendy, apa ini?!" seru Agatha sambil berbisik.

"Pilih saja, nanti mereka yang akan melayani kita," ujar Wendy sambil mengedipkan sebelah mata padanya.

"Kau gila, ya? Tempat apa ini?!"

"Agatha sayangku, ada saatnya kau harus menikmati liburan dengan cara lain. Cepat pilih jangan biarkan mereka menunggu."

Agatha mendengus kasar. Matanya kembali tertuju pada daftar 'menu' itu. membaca dengan teliti dari atas ke bawah, membalik dan membalik. Ia bingung karena merasa tidak ada yang menarik. Wendy sampai jenuh melihatnya hanya membalik-balik halaman saja.

"Ayolah, Agatha, apa kau tidak lapar?"

"Tapi aku tidak menemukan makanannya."

"Pilih saja orang yang menurutmu menarik. Mereka akan datang dan membawakan menu terbaik pilihan mereka."

"Siapa yang makan, siapa yang memilih."

"Inilah keistimewaannya."

Sekali lagi ia melihatnya dan membalikkan 'menu' ke arah temannya, menunjuk nama Xavier. Wendy yang tadi tampak kesal kini senyum lebar karena Agatha sudah menentukan pilihan. Ia mengangkat tangan memanggil pelayan dan mengatakan siapa pilihan mereka. Agatha melihat sekeliling sambil menunggu pesanan datang dan baru ia sadari bahwa di sana ada begitu banyak pasangan sedang asyik bermesraan. Hal lain yang baru ia sadari bahwa semua laki-laki itu menggunakan pakaian yang relatif. Inikah yang akan ia dapatkan nanti? Membayangkannya saja ia sudah bergidik.

"Ah, Wendy, siapa yang kau pesan, Em.. pilih?"

"Hihi.. akhirnya kau menanyakan itu padaku. Aku memilih Calix. Kyaa.. entahlah sepertinya aku jatuh cinta pada anak itu."

Agatha menatap Wendy dengan muak. Temannya ini memang suka sekali cuci mata dan membicarakan tentang laki-laki. Belum lama ini ia baru saja putus cinta karena laki-laki itu merasa Wendy tidak menghargai perasaannya dengan membicarakan laki-laki lain di depannya. Kasus sebelumnya juga begitu.

"Jadi ini bukan kali pertama kamu ke sini?"

"Iya, sepertinya ini keempat kalinya sejak aku putus dengan Louis."

"Kamu benar-benar sudah melupakannya?"

"Tentu saja, untuk apa aku sedih kalau dia sudah punya pacar baru. Oh.. ngomong-ngomong kalau sudah kemari lima kali atau lima kali memesan boy-ya atau ge-man tertentu, nanti kamu dapat kartu member dan kamu bisa jadi pelanggan prioritas."

"Pelanggan Prioritas?"

"Iya, jadi misalnya aku pilih Calix sejak awal dan ini sudah keempat kalinya, kan? Tinggal satu kali lagi setiap kali aku ke sini tidak perlu memesan dan tinggal memberikan kartu pada waiter di depan tadi, dia akan langsung datang, atau kalau ada pelanggan prioritas lain, aku akan diantar ke tempat mereka berada atau memilih yang lainnya. Setiap boy-ya atau ge-man maksimal memiliki lima prioritas, itu terserah pada mereka, ada yang hanya ingin memiliki dua prioritas. Bahkan kata Calix ada yang berakhir menjadi pasangan, happy ending."

More Than WordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang