Perjalanan Tanpa Akhir

70 7 0
                                    

Zero akhirnya turun dari puncak menara, bergabung dengan yang lain di ruang pertemuan. Saat ia melangkah masuk, seluruh ruangan menjadi sunyi, semua mata tertuju padanya. Mereka bisa merasakan ada beban berat yang dipikul Zero, tapi mereka juga melihat adanya kekuatan baru dalam dirinya, sebuah tekad yang belum pernah ada dalam dirinya sebelumnya.

"Zero, kau telah melalui banyak hal. Kami semua tahu betapa sulitnya perjalananmu." Ultrafather menatap Zero dengan bangga.

Zero mengangguk pelan. "Aku tahu bahwa Belial hanyalah sebuah awalan dari sesuatu yang lebih besar. Tapi aku juga tahu bahwa aku tidak akan bisa melakukan semuanya sendiri. Kita semua harus bersatu, tidak hanya dengan kekuatan, tetapi juga hati kita."

"Dan itu yang paling penting," ujar Seven, dengan nada yang lebih lembut dari biasanya. "Kita pernah mengalami masa-masa sulit sebelumnya, dan selalu bisa mengatasinya bersama. Tetapi kali ini, kita harus lebih kuat, lebih terhubung satu sama lain."

Leo, yang biasanya penuh semangat, terlihat lebih tenang malam itu. "Aku tahu apa yang kau rasakan, Zero. Setiap dari kita merasakan ketakutan itu, ketidakpastian itu. Tapi kita juga tahu bahwa dengan bersama-sama, kita bisa menemukan jalan."

Di sudut ruangan, Taro diam-diam memandang ke luar jendela, merenungkan kata-kata yang telah diucapkan. Dia teringat pada hari-hari masa kecilnya, saat semuanya terasa jauh lebih sederhana. Sekarang, dia adalah seorang prajurit dewasa, dengan beban yang lebih berat di pundaknya. Namun, dia juga tahu bahwa dalam kegelapan, cahaya persahabatan dan kepercayaan akan selalu menjadi penerang yang menerangi jalan mereka.

"Apa yang kita perlukan sekarang, adalah keyakinan pada diri satu sama lain. Musuh pasti akan mencoba merusak hubungan kita dan juga akan berusaha merusak diri kita dari dalam, tetapi jika kita tetap teguh, tetap saling mendukung, tidak akan ada yang mampu mematahkan kita."

Saat itu, pintu ruang pertemuan terbuka, dan Zoffy, pemimpin para Ultra Brothers, masuk dengan langkah tegas. Dia membawa sebuah kabar yang membuat seluruh ruangan terdiam. "Aku baru saja menerima berita dari salah satu perbatasan galaksi kita. Ada tanda-tanda bahwa ancaman baru ini sudah mulai bergerak. Kita harus bersiap-siap."

Seluruh ruangan dipenuhi dengan keheningan dan ketegangan, namun di balik itu, ada rasa kebersamaan yang sudah semakin kuat. Mereka semua tahu bahwa masa depan itu tidak pasti, dan mungkin akan ada pengorbanan yang menyakitkan yang harus dilakukan. Tapi mereka juga tahu bahwa apapun yang terjadi, mereka tidak akan pernah bisa menghadapi kegelapan sendirian.

Malam itu, ketika para Ultra Warriors mulai merencanakan langkah berikutnya, Zero berdiri di puncak menara, menghirup udara malam yang sejuk, matanya masih terpaku pada bintang-bintang yang berkelap-kelip di langit gelap. Pikirannya melayang kembali ke masa lalu, saat ia masih merupakan seorang pejuang muda yang penuh keraguan. Dan pada saat itu Zero teringat akan ibunya, ia pun memanjatkan doa kepada Ibunya, " Bu, tolong jaga kami, bantulah kami agar kami tidak terpecah belah dan tetap kuat mengatasi apapun hal yang akan terjadi kedepannya nanti." Zero sungguh merasa khawatir, ia masih bertanya-tanya apakah dirinya mampu mengatasi masalah kedepannya nanti. 

Tiba-tiba ada suara langkah kaki mendekatinya. 


"Kau sedang memikirkan sesuatu?" suara Taro terdengar tenang, namun penuh perhatian. Zero pun menoleh dan melihat pamannya berdiri di sampingnya. "Ya," Zero mengakui, kembali menatap langit. "Aku berpikir tentang apa yang akan datang kepada kita semua. Rasanya seperti beban yang sangat berat, dan kadang-kadang aku khawatir, apakah aku bisa memikulnya dengan baik?"


Taro mengangguk pelan. "Aku tahu perasaan itu. Sejak aku bergabung dalam pertempuran ini, aku sering merasa seperti itu. Kita akan selalu berada di bawah tekanan, selalu berjuang untuk melindungi galaksi ini. Tapi ingat, kau tidak sendirian, Zero. Kita ada di sini, semua Ultra Warriors, untuk saling mendukung."

Zero terdiam sejenak, memahami kata-kata Taro. "Aku tahu, tapi terkadang rasa tanggung jawab itu terasa begitu kuat. Sungguh berat rasanya. Bagaimana jika aku membuat kesalahan? Bagaimana jika aku mengecewakan kalian semua?"


"Setiap dari kita pernah merasakan hal yang sama," Taro menjawab dengan lembut. "Kesalahan adalah bagian dari perjalanan kita, pengalaman kita. Yang penting adalah belajar dari setiapkesalahan kita, dan memastikan kita tetap saling mendukung, apapun yang terjadi. Tidak ada yang bisa sempurna, tapi bersama, kita bisa mengatasi apapun."


Zero tersenyum tipis. "Kau selalu punya cara untuk membuatku merasa lebih baik, Taro. Aku merasa sangat beruntung  memiliki mu disisiku." Taro menepuk bahu Zero dengan ramah. "Kita semua beruntung bisa memiliki satu sama lain, Zero. Itu yang membuat kita kuat. Kepercayaan dan kebersamaan itulah yang akan mengalahkan segala ancaman."


Mereka berdiri dalam keheningan sejenak, menikmati momen kebersamaan dalam keheningan malam. Namun, suasana tenang itu tak berlangsung lama. Dari arah ruang pertemuan, suara langkah cepat terdengar mendekat. Zero dan Taro segera berbalik, siap menghadapi apapun yang datang.


Leo muncul dari balik pintu dengan wajah tegang. "Kalian harus kembali ke ruang pertemuan sekarang. Zoffy baru saja mendapatkan informasi baru. Ini lebih buruk dari yang kita kira."Zero dan Taro saling bertukar pandang, dan tanpa sepatah kata pun, mereka bergegas mengikuti Leo kembali ke dalam. Ketika mereka tiba di ruang pertemuan, semua sudah berkumpul. Situasi amat terasa menegangkan, namun ada tekad yang terpancar dari setiap wajah Ultra Warrior di sana.


Zoffy berdiri di tengah ruangan, menunggu sampai semua mata tertuju padanya sebelum dia berbicara. "Aku telah menerima kabar dari markas utama. Ancaman baru ini, yang kita kira hanya bergerak perlahan, ternyata lebih cepat dari yang kita duga. Pasukan musuh sudah mendekati beberapa perbatasan galaksi kita."


Semua yang hadir terdiam, mencoba mencerna informasi yang disampaikan. Ultrafather berdiri dari tempatnya, wajahnya penuh keprihatinan. "Apa kita punya waktu untuk bersiap?"  Zoffy mengangguk. "Kita masih punya waktu, tapi tidak banyak. Musuh ini lebih pintar dan lebih terorganisir dari yang kita duga. Mereka tahu cara memecah kita, dan mereka akan menggunakan segala cara untuk menghancurkan kebersamaan kita."


Zero merasa jantungnya berdebar cepat. Musuh ini tidak hanya kuat secara fisik, tetapi juga mampu menyerang dari dalam, menghancurkan apa yang membuat mereka kuat : persahabatan dan kepercayaan. Seven, yang sejak tadi diam pun angkat bicara. "Jadi apa rencana kita? Kita tidak bisa hanya duduk diam disina dan menunggu serangan mereka."


Zoffy menatap Seven dengan serius. "Kita akan membagi tim kita menjadi beberapa kelompok kecil. Kita perlu melindungi perbatasan dan memastikan tidak ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh musuh. Tapi yang lebih penting dari itu, kita harus tetap bersatu. Mereka akan mencoba memecah belah kita, mengadu kita satu sama lain. Itu yang harus kita hindari."Zero mengangguk pelan, merasa tekadnya semakin kuat. Dia tahu betapa pentingnya kebersamaan mereka sekarang. "Kita tidak boleh membiarkan mereka menghancurkan apa yang telah kita bangun bersama. Kita akan melawan, dengan seluruh kekuatan kita, dan dengan hati yang satu."


Ultrafather tersenyum tipis, bangga melihat semangat yang terpancar dari mereka. "Benar, Zero. Itulah yang akan membuat kita menang. Bukan hanya kekuatan kita, tapi juga kebersamaan kita." Malam itu, mereka semua berkumpul dan mulai merencanakan strategi mereka. Suara-suara berdiskusi memenuhi ruangan, penuh dengan keyakinan bahwa mereka bisa mengatasi segala tantangan. Di tengah keramaian itu, Zero kembali mengingat doanya kepada ibunya. Dia merasa tenang, karena dia tahu, meskipun perjalanan ini akan sulit, mereka akan selalu memiliki satu sama lain. Dan dengan itu, dia siap menghadapi apapun yang ada di depan. Karena kali ini, dia tidak hanya bertarung untuk dirinya sendiri, tapi untuk semua yang ia sayangi.

ZEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang