SdM(4)

45 16 52
                                    

Bruk...

Semua orang berkerumun di sekitar seorang siswa yang terjatuh dari rooftop sekolah. Keadaannya mengenaskan: badannya penuh luka tusukan, bola mata hilang, dan bajunya basah darah. Kerumunan itu terkejut, beberapa bahkan menangis histeris karena korban adalah teman mereka.

"Bubar! Biar ini menjadi urusan guru dan kepolisian!" teriak seorang guru.

Setelah kerumunan dibubarkan, Anka berlari menuju rooftop, penasaran apa yang terjadi. Dia menduga Kiki dibunuh, bukan bunuh diri. Anka tidak sendirian, Aksara mendampinginya..

Sesampainya di rooftop, Anka dan Aksara tidak menemukan jejak apa pun. Semuanya tampak biasa, dengan barang-barang tak terpakai berserakan. Tidak ada darah atau tanda-tanda kekerasan.

Mereka tidak putus asa dan terus mencari kebenaran. Namun, hasilnya nihil. Keduanya semakin yakin bahwa kejadian ini disengaja oleh seseorang untuk menutupi sesuatu.
Kerena tidak menemukan apapun mereka kembali kebawah dengan raut wajah yang masih bingung dan kesal.

"Gimana?" tanya Aza.

Anka mengeleng pelan. "Gue gak nemuin apa-apa, kejadianya begitu aneh menurut gue," ucapnya pasrah.

"Udah lah ka, lagian ini bukan urusan kita juga, biarin guru-guru sama yang ahli aja yang nyelesain masalah ini." ucapnya menenangkan Anka.

"Iya tau tapi gu-"

"Udah mending kita ke kantin aja!" ajaknya menarik tangan Anka.

Anka cuman bisa diam saat tangannya ditarik paksa, sedangkan pikirannya masih bertanya-tanya apa yang telah terjadi, "aneh" gumamnya.

---

"Gimana apakah tugas pertama selesai?" telpon seseorang diseberang sana.

"Ya tuan, semuanya berjalan dengan lancar." jawabnya dengan perasaan bangga.

Dia terkekeh pelan. "Bagus, teruskan tugas mu," ucapnya menyunggingkan senyuman.

Setelah itu, tangannya mengepal erat. Hatinya terasa sakit seperti dicambuk seribu kali.

"Lemah!" ucapnya pada diri sendiri. "Ngapain saya kasihan dengan mereka?"

Dilain tempat

"Ka, ngelamun mulu dari tadi," tegur Aza. Ia merasa kesal melihat Anka melamun sembari mengaduk-aduk bakso dalam mangkok.

"Maaf!"

"Ck, kenapa sih lo?"

"Gue masih mikirin kejadian tadi, gue bingung kenapa gak ada bukti di rooftop. Aneh ini bener bener aneh, Za" ucapnya dengan serius.

"Hm, ngapain lo mikirin itu sih. Anak-anak yang lain aja udah lupain kejadian ini, lo malah mikirin hal yang gak begitu penting!" teriaknya emosi.

Brakkk

"Kok lo malah teriak-teriak gitu sih sama gue!" bentaknya.

"Gue capek sama lo tau gak!!!" ucapnya dengan nada tinggi menunjuk anka. "Lo dari tadi mikirin hal yang gak seharusnya lo pikirin, gue capek!".

Setelah mengucapkan itu aza berlari meninggalkan Anka yang masih diam ditempat. Raut wajahnya begitu sedih, dia cuman ingin tau apa yang terjadi sebenarnya. Namun ternyata keingintahuan nya malah membuat sahabatnya itu risih.

"Huh, maaf..." gumamnya.

Dia menelungkupkan tangannya di atas meja kantin, menyembunyikan wajahnya yang basah oleh air mata. Suasana kantin sangat sepi, tidak ada orang lain di sana. Namun, ada seseorang menatapnya dari kejauhan dengan senyum menyeringai.

Surat Dan MawarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang