TIGA- DIAM

6 1 0
                                    

HAPPY READING

"ARAS????" isi kepalaku buyar, kakiku lemas, nafasku tersengal. Aras datang dengan ekspresi yang tidak pernah ku lihat sebelumnya, sangat tenang.

Kakinya melangkah mendekat, sementara genggaman tangan mama denganku semakin erat. Tidak banyak "tamu" yang mama maksud itu datang. Aku masih tidak bisa memikirkan hal lain, kakiku lemas hanya untuk meminta pertolongan pada aras.

Mama mengajakku untuk duduk kembali, entah kenapa sekelibat hatiku tenang melihat aras dengan ketenangannya yg juga duduk dihadapanku. Isi kepalaku masih enggan menerima, aku mengharapkan jawaban melegakan setelah melihat aras datang  bersama kedua orang tuanya??? Tante Mira dan om Ben.

***

Keheningan sempat terjadi beberapa saat, sampai ketika Aras membuka pembicaraan setelah beberapa keluarga yang menyembunyikan diri di kamar datang berhamburan, ramai.

"Git, inget aku bilang sabtu aku akan ke rumah kamu?" Tanyanya, kenapa aras tiba-tiba mengubah panggilan kami menjadi aku dan kamu???.

"Git, ini ga sesederhana yang kamu pikirin. Tapi sebelumnya maaf kalo ini bikin kamu kaget bahkan takut. Aku ga bermaksud bikin kamu ga nyaman"

"Aras please, langsung ke intinya aja. Tolongin gue, bawa gue pergiii" aku masih merengek padanya. Aras tersenyum.

"Janji, setelah ini kamu bakal sama aku selamanya" jawabnya. "Git, mau nikah sama aku? Sekarang!"

Aku terdiam, pikiranku kalut bingung harus jawab apa. Bahkan setelah mendengar kalimat aras yang meminta untuk menikah dengannya, aku tiba-tiba sudah duduk disebelahnya, tangannya sedang menjabat tangan mas faris lalu tiba-tiba, satu kata yang membuatku benar-benar sadar jika statusku bukan lagi Gitara yang patah hati beberapa bulan lalu, tapi istri dari sahabatku sendiri, ARAS SIALAN.

"SAHH!!!!!"......

***

Keramaian di bawah tidak membuatku tenang sama sekali, setelah benar- benar sadar dari keterdiaman beberapa saat lalu aku sama sekali tidak merasa perasaan yang sedang aku rasakan baik.

Masih begitu banyak pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya bisa saja lebih membingungkan. Aras, lelaki itu kenapa tiba-tiba menikahiku? Kenapa aku merasa terjebak sendiri? Tertipu? Sedih sekali tapi juga tenang.

Tidak bisa dideskripsikan bagaimana rasanya. Aku masih mengunci pintu sendirian di kamar, sejak tadi semua orang berusaha membujukku untuk keluar, aras apalagi. Sudah segala cara dilakukannya, tapi aku, hati dan isi kepalaku masih dipenuhi kebingungan.

"Gittt, pleaseee buka ya. Kamu boleh tanya apa aja pertanyaan yang mau kamu tanyain. Udah sore, kamu belum makan apapun, buka dulu sebentar" aras membujuk lagi dan lagi.

Aku melangkah hendak membuka pintu akhirnya, jika ini bisa dibicarakan dan aku bisa menemukan jawabannya.

Aku membuka kunci pintu, membiarkan aras yang lega melihatku akhirnya meluluhkan hati.

"Aku masuk yah" permohonan yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Aku duduk di atas kasur, lalu aras menghampiri setelah menutup pintu.

Entah kenapa tiba-tiba aku menangis, tapi enggan memeluk aras seperti biasanya.
"Sayang" kata pertama yang keluar dari mulutnya saat tetes demi tetes air mataku yang keluar. Asing tapi entah kenapa hatiku senang juga bingung.

"Pasti banyak banget pertanyaan kamu tentang ini, tapi jawabannya cuma satu. Aku cinta sama kamu git" sejujurnya ini pengakuan cinta aras yang pertama kali, dan itu terjadi setelah pernikahan tiba-tiba ini.

"Selama jadi sahabat kamu, selama kamu pacaran sama Rio, bahkan lupa sama aku, atau bahkan saat pernikahan itu ga terjadi, aku selalu pengen ngomong ini git. Dari dulu, cuma kamu"...

"Ini terkesan jahat memang, tapi aku berkali-kali bilang makasih tuhan, gita ga jadi nikah sama Rio. Biar rasa sakitnya aku ganti sama bahagia sama dia selamanya"

"Gita, maafin aku. Hmmm"
Git tetap diam sambil menangis,  buyar semua kalut dikepala.

"Kamu pasti butuh waktu, aku ngerti itu. Tapi izinin aku coba buktiin"

Tidak ada obrolan selayaknya aku bisa banyak bertanya pada aras tentang semua ini. Perasaanku masih bingung.


***

Ini hari kedua setelah terjadinya pernikahan tiba-tiba itu dan juga hari ke dua gita tidak sama sekali mau bicara kepada siapapun termasuk aras, suaminya.

Tidak ada yang bisa membujuknya untuk bicara, segala cara dan bujukan tapi gita tetap membisu. Bahkan setelah dua hari pernikahan ini terjadi, pagi sekali gita sudah pergi dari rumahnya. Aras panik bukan main, ia mencari ke setiap sudut rumah tapi setelah membaca pesan dari Rei temen satu kantornya yang bertanya.

"Ras, lo di mana? Kenapa gita kaya orang linglung gini di kantor?"

Sesegera mungkin aras bergegas pergi, perasaannya ikut kacau balau melihat gita yang tidak bicara padanya sama sekali.

***

Sesampainya di kantor, aras seketika mencari keberadaan gita di sana. Rei memberitahunya bahwa gita sejak tadi hanya melamun dan sekarang sedang sendirian ditangga darurat. Tanpa pikir panjang aras segera menghampirinya, aras bahkan lupa bahwa gita sedang mogok bicara pada semuanya.

Menemukan gita yang sedang diam bersandar adalah hal paling melegakan. Perlahan aras menghampirinya, lagi-lagi menyaksikan gita menangis karenanya.

Perlahan aras mencoba menyentuh tangannya namun dengan segera gita menepisnya, mengendurkan dasi, aras menyadari penolakan ini membuat perasaaanya sakit sekali.

"Git, ngobrol sama aku. Tanya semua pertanyaan yang mau kamu tanyain. Apapun git, tentang pernikahan ini, apa aja. Pleasee gita, sayang, aku mohon"

"Aku beneran bisa nerima kamu benci aku, tapi jangan kamu pendam semuanya sendiri, aku punya semua jawabannya git, semua pertanyaan kamu. Aku bisa jawab, aku bisa jelasin"

"Aku kan bodoh Aras" kalimat pertama setelah dua hari gita mendiamkannya. Aras diam, menunggu gita melanjutkan kalimatnya.

"Aku terlalu percaya sama kalian semua, lalu aku dibodohi, dipermainkan, dipermalukan" dua pasang mata itu saling tatap. Benci yang besar dan cinta yang tak kalah gila.

Aras menggeleng menolak segala ucapan gita

"Percuma kan aku ngomong, memang kalian pernah mau mendengarkan aku? Memang pendapatku akan didengar? Dianggap ada? Dipedulikan?" Air mata gita kian deras mengalir.

"Aku masih punya rasa takut setelah kegagalan itu ras, kamu tahu banget itu. Semuanya tentang hidupku kamu tahu, bahkan mati rasa dihatiku"

"Kalo kamu cinta sama aku, bisa kan ajak aku bicara baik-baik soal ini? Kita ketemu setiap hari, kita ngobrol setiap hari, hari-hariku lebih banyak sama kamu dibanding sama kesendirianku, tapi kamu milih engga ngomong kan? Kenapa? Karna aku mudah dibodohi kan?"

Aras menggeleng keras, ia menolak semua ucapan gita.

"Aku kecewa sama keputusan sepihak kamu, tapi juga lega mama bukan menikahkan aku sama lelaki lain yang bisa aja sama sekali ga aku kenal, ras andai kamu ngomong soal ini, aku akan baik-baik aja karena aku percaya sama kamu". Tangis gita kian kencang.

"Aku benci semua keputusan kamu ras, aku ga suka. Aku ga bisa menerima kebingungan ini sendirian, aku takut. Gimana caranya aku bisa percaya lagi sama seseorang, bahkan sama kamu aja aku merasa dibodohi"

Gita mengungkapkan perasaannya, kalutnya, gelisahnya. Tapi genggaman tangan pun tak bisa aras lakukan karena gita selalu menepis, menolaknya.

***

Lagi semangat banget nih, semoga kalian suka. Btw ini lebih panjang dari 2 part sebelumnya. Makasih udah baca ya❣️

ENDless LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang