Shafiqa?

712 80 3
                                    

Sebenarnya ini kebetulan lagi libur beberapa hari ini, jadi aku menyempatkan diri nulis. Semoga suka sih, soalnya ini bukan ide ku seorang, tapi ada 4 orang temanku ikutan ngasih ide buat nulis, makanya, beberapa hari ini aku rajin up.

Soalnya kali ini bukan satu otak doang mikir ide buat nulis, tapi 5 otak.
























Freya duduk di teras rumah sambil menatap langit yang mulai berwarna jingga. Ia memainkan ujung rambutnya yang tergerai, pikirannya melayang mengingat pertemuan pertama dengan Flora setahun yang lalu. Saat itu, Freya baru saja menginjak usia 17 tahun, dan Flora, wanita yang usianya tujuh tahun lebih tua, tiba-tiba muncul dalam hidupnya seperti kejutan yang manis.

Flora bekerja sebagai barista di sebuah kafe kecil di kota, tempat Freya sering menghabiskan waktu untuk belajar atau sekadar membaca buku. Setiap kali Freya datang ke sana, ia selalu memesan kopi yang sama, dan Flora sudah hapal betul pesanan favorit Freya. Awalnya, mereka hanya saling bertukar senyum dan sapaan singkat. Namun, suatu hari, Flora memberanikan diri mengajak Freya ngobrol.

"Kenapa selalu pesan kopi yang sama? Gak bosan?" tanya Flora sambil menyerahkan cangkir kopi ke Freya dengan senyum yang lembut.

Freya tertawa kecil, menerima kopi tersebut. "Ini favoritku. Lagipula, kalau sudah enak, kenapa harus ganti?"

Flora tersenyum, duduk di seberang meja Freya. "Iya juga, sih. Tapi kadang, nyobain yang baru juga seru."

Percakapan sederhana itu ternyata menjadi awal dari hubungan yang lebih dalam. Mereka mulai sering menghabiskan waktu bersama, dan tak butuh waktu lama sampai Freya menyadari bahwa perasaannya terhadap Flora lebih dari sekadar rasa suka. Flora, dengan sikapnya yang dewasa dan tenang, selalu berhasil membuat Freya merasa nyaman dan dihargai. Flora juga merasakan hal yang sama. Di balik sikap ceria dan spontan Freya, ia menemukan seseorang yang penuh perhatian dan tulus.

Namun, hubungan mereka tidak selalu berjalan mulus. Ada kalanya perbedaan usia dan cara pandang mereka menyebabkan perdebatan kecil. Flora yang lebih dewasa sering kali menginginkan kestabilan dalam hubungan mereka, sementara Freya, dengan usianya yang lebih muda, masih mencari jati diri dan kadang merasa tertekan oleh ekspektasi Flora.

Suatu malam, setelah mereka pulang dari makan malam bersama, Freya duduk di tepi tempat tidur dengan ekspresi yang sedikit kesal. Flora yang sedang melepas sepatu, menatap Freya dengan cemas.

"Ada apa, Freya? Kamu keliatan murung."

Freya menghela napas panjang. "Aku cuma... kadang merasa kamu terlalu mengatur, Flora. Aku tahu kamu peduli, tapi aku juga butuh ruang buat jadi diri sendiri."

Flora terdiam, mencoba mencerna perkataan Freya. "Aku gak bermaksud mengatur kamu, Freya. Aku cuma ingin yang terbaik buat kamu."

"Tapi aku juga butuh kebebasan buat belajar dan bikin kesalahan sendiri," Freya melanjutkan, suaranya mulai bergetar. "Aku sayang sama kamu, Flora, tapi aku nggak bisa terus-terusan merasa tertekan."

Flora mendekat, duduk di samping Freya, lalu menggenggam tangan gadis itu dengan lembut. "Maaf, Freya. Aku gak pernah mau bikin kamu ngerasa tertekan. Aku cuma khawatir, dan kadang, mungkin aku lupa kalau kamu juga perlu ruang buat berkembang."

Freya menatap Flora, matanya mulai basah oleh air mata. "Aku cuma ingin kamu percaya sama aku, Flora. Aku butuh kamu, tapi aku juga butuh jadi diri sendiri."

Flora mengangguk, menarik Freya ke dalam pelukannya. "Aku janji bakal coba lebih percaya sama kamu, dan kasih kamu lebih banyak ruang. Tapi kamu juga harus ngerti, aku cuma takut kehilangan kamu."

FreFloShoot (+Random)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang