Cuma butuh kamu

597 81 1
                                    

Freya bukanlah gadis yang pandai menunjukkan rasa cinta. Meski demikian, dia selalu berusaha sebisa mungkin untuk memberikan yang terbaik. Namun, entah mengapa, Flora, kekasihnya, selalu merasa usahanya tidak pernah cukup.

Freya juga menyadari kesalahannya. Bagaimana tidak? Gadis itu kerap kali tampak acuh dan sulit merespons Flora dengan baik setiap kali diajak berbicara. Meski dalam hatinya, Freya selalu mendengarkan dengan sepenuh perhatian, tak pernah sekali pun ia membentak atau merasa jemu mendengar cerita Flora. Sayangnya, perhatian yang diberikannya tetap tidak mampu memenuhi harapan Flora.

Pada akhirnya, sebuah pertengkaran besar pun tak dapat dihindari.

Flora meluapkan semua kekecewaan yang selama ini ia pendam. Ia merasa kasih sayang Freya tidak pernah cukup untuknya. Namun, Flora memilih waktu yang tidak tepat untuk meluapkan emosinya.

Semua bermula ketika Flora secara tidak sengaja melihat Freya tertawa lepas bersama orang lain. Tawanya terdengar begitu hangat, jauh berbeda dengan cara Freya merespons saat Flora berbicara. Kecemburuan membakar hati Flora, membuatnya memutuskan untuk tidak menghubungi Freya selama dua hari.

Tindakan Flora ini membuat Freya dilanda kecemasan. Ke mana perginya kekasih mungilnya? Belum lagi, tekanan dari ayahnya yang terus mendesaknya untuk melanjutkan kuliah ke luar negeri semakin memberatkan pikiran Freya. Ia tidak mungkin meninggalkan Flora begitu saja. Kalaupun Freya berniat mengajak Flora untuk ikut bersamanya, jurusan mereka berbeda, dan sangat kecil kemungkinan keduanya bisa melanjutkan pendidikan di tempat yang sama.

Hari itu, kecemasan Freya berubah menjadi kemarahan yang sulit ia tahan. Wajahnya memanas, jantungnya berdegup kencang, dan kakinya bergerak gelisah. Semua itu terjadi setelah ia melihat pemandangan yang benar-benar menghancurkan hatinya.

Dengan mata kepalanya sendiri, Freya melihat Flora memeluk seorang laki-laki. Bukan sekadar pelukan biasa—kedua tangan Flora melingkar erat di leher lelaki itu, dan bibirnya dengan santai menyentuh pipi lelaki tersebut.

Freya tak bisa tinggal diam. Sebelum sesuatu yang lebih terjadi, ia memutuskan untuk bertindak.

“Ehem.”

Suara dingin Freya langsung membuat tubuh Flora menegang. Flora tidak berani berbalik untuk melihat ke arah gadis itu. Suara Freya yang terdengar sangat dingin seolah menyentak seluruh keberaniannya.

“Boleh saya berbicara dengan pacar Anda? Ada hal penting yang harus saya diskusikan dengannya. Ini menyangkut masa depan saya,” ujar Freya dengan nada datar yang benar-benar tanpa emosi.

Flora dengan cepat melepaskan pelukannya pada lelaki itu. Ia meminta lelaki tersebut untuk menunggunya di dalam mobil tanpa memberi penjelasan lebih lanjut.

Kini, Flora dan Freya saling menatap. Tatapan Freya kosong, sulit ditebak apa yang sedang ia rasakan. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Freya berbalik dan berjalan menjauh. Flora, yang memahami isyarat itu, segera mengejar langkah Freya tanpa mengatakan apa-apa.

"Sepertinya kamu lebih bahagia bersama orang lain dibandingkan denganku. Maaf kalau kasih sayangku kurang," ucap Freya dengan nada datar, seolah menahan luapan emosi yang mendesaknya.

Flora terdiam. Kata-kata itu menohok jantungnya karena, meskipun pahit, ada benarnya. Ia tak mampu membalas ucapan Freya, bibirnya hanya terbuka tanpa suara.

Freya merogoh saku jaketnya, mengeluarkan dompet yang selalu ia bawa. Dari dalam dompet itu, ia mengambil foto kecil—potret dirinya dan Flora yang sedang berpelukan mesra. Sebuah kenangan indah yang kini terasa hampa. Dengan gerakan tajam, Freya merobek foto itu menjadi dua, memutus simbol hubungan mereka.

"Mulai sekarang, kamu harus berbahagia dengan laki-laki lain. Seseorang yang bisa memberimu kebahagiaan... dan keturunan." Nada suara Freya tetap dingin, namun kali ini matanya sedikit bergetar, menahan rasa perih yang sulit ia sembunyikan. Ia masih enggan menatap Flora, seakan jika ia melihat wajah gadis itu, ia akan runtuh seketika.

FreFloShoot (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang