Flora's bodyguard

883 101 16
                                    

"Asal kamu tahu, aku tidak menyukaimu. Sama sekali tidak pernah ada rasa suka dariku untukmu," ucap Gita dengan dingin kepada seorang gadis yang kini tengah menangis sambil memegang es krim di tangannya. Wajah Gita tetap datar, tanpa sedikit pun menunjukkan rasa iba terhadap gadis malang itu.

"Berhentilah berharap aku akan membalas perasaanmu. Ingatlah, kita tidak seharusnya bersama," lanjut Gita dengan nada tegas sebelum berbalik dan melangkah menjauh, meninggalkan gadis itu yang kini terisak semakin kuat.

Seorang pengawal pribadi segera menghampiri gadis tersebut. "Nona, Anda baik-baik saja?" tanyanya dengan nada khawatir. Flora, gadis itu, hanya menggeleng pelan sebagai jawaban. Ia meraih sapu tangan yang terjatuh di lantai, lalu dengan santai mulai membersihkan luka di lututnya. Air mata yang semula mengalir deras kini diseka dengan cepat.

"Berpura-pura seperti ini benar-benar melelahkan," gumam Flora sembari berdiri dengan bantuan pengawalnya. "Freya, ambil barang-barang saya yang dijatuhkan pria menyebalkan tadi. Cih, dia pikir dia tampan? Saya hanya ingin dia menandatangani kontrak kerja sama dengan Papa, bukan membuatnya jatuh cinta pada saya. Percaya diri sekali dia."

Freya, yang sejak tadi terlihat khawatir, hanya bisa mematuhi perintah tuannya. Ia segera mengumpulkan barang-barang Flora tanpa banyak bicara.

"Sepertinya luka di tangan Anda perlu segera diobati, Nona," ujar Freya, nada suaranya jelas memancarkan kekhawatiran. Flora menatap Freya sejenak, lalu tiba-tiba meraih dagu pengawalnya itu, memaksa mata mereka bertemu.

"Kelihatan sekali kalau kamu naksir berat pada saya. Setelah menyatakan perasaan tiga minggu yang lalu, kamu masih belum menyerah? Kamu hebat juga," ucap Flora sambil berjalan mendahului Freya dengan angkuh.

Freya hanya bisa menarik napas panjang, rasa malu bercampur khawatir membuat dadanya terasa sesak.

Flora duduk di atas sofa dengan anggun, kakinya bersilang, kaki kanan di atas kaki kiri. Kedua tangannya memeluk tubuhnya, memberikan kesan percaya diri yang mendominasi ruangan. Dengan gerakan santai, ia meraih gelas wine di meja sampingnya, lalu mengangkat tangan kirinya, mengisyaratkan sesuatu kepada maid yang berdiri tak jauh darinya.

"Apa tangan saya yang terluka ini hanya pajangan untukmu? Tidak ada niat untuk segera mencari obat dan mengobati luka saya?" ucap Flora, nada suaranya terdengar ringan namun penuh sindiran, sambil menggoyang-goyangkan gelas wine di tangannya. Tatapan intens Flora membuat maid bernama Kathrina itu segera bergerak, terburu-buru mencari kotak obat.

Namun, sebelum kotak itu sempat dibuka, Flora menahan gerakan Kathrina dengan sentuhan ringan di lengan. "Freya, kamu saja yang obati saya. Saya maunya kamu," katanya, dengan nada menggoda yang jelas disengaja.

Freya, yang sedari tadi berdiri di sudut ruangan, hanya mampu menelan ludah dengan gugup. Ia sangat paham bahwa majikannya sedang mencoba menggodanya, terutama dengan kalimat terakhir yang dilontarkan Flora, begitu provokatif dan penuh keberanian. Hawa panas di wajah Freya semakin sulit ia sembunyikan, meski ia tetap berusaha menjaga ekspresinya tetap tenang.

“Nona, saya ingin bertanya,” ucap Freya pelan. Flora menatapnya lembut, sementara tangan kanannya masih menggoyangkan gelas wine di tangannya. “Apa yang membuat nona membenci orang kaya? Bukankah nona sendiri juga orang kaya?”

Pertanyaan itu membuat Flora menarik napas pendek. Ia meletakkan gelas wine-nya di meja, lalu mengulurkan tangan kanannya, mengusap lembut kepala Freya. Gerakan itu membuat tubuh Freya menegang seketika, namun ia tetap berdiri tegak di tempatnya. Mata Flora perlahan beralih menatap para maid yang berada di ruangan itu, memberi isyarat agar mereka pergi dan meninggalkan dirinya berdua saja dengan Freya.

Para maid, yang memahami isyarat itu dengan cepat, segera keluar tanpa sepatah kata, meninggalkan ruangan dalam keheningan yang menegangkan.

“Orang kaya yang aku benci adalah orang-orang sombong. Mereka berpikir dengan uang, semua hal bisa mereka beli, termasuk perhatian dan rasa hormat orang lain. Mereka ingin semua orang tunduk pada mereka. Aku benci orang seperti itu,” ujar Flora, suaranya penuh ketegasan.

FreFloShoot (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang