Naruto belong to Masashi Kishimoto
➰
Penggunaan latar, tempat, penamaan dalam karya ini hanyalah untuk kepentingan jalan cerita.
Semua yang tertuang dalam karya ini hanyalah fiksi dan karangan semata.
Happy Reading~➿➿➿➿➿➿➿➿➿➿
*Urutan gelar bangsawan dari yang paling tinggi ke rendah dalam cerita ini:
Kaisar/Permaisuri—Raja/Ratu—Duke—Prince/Princess—Marquiss—Earl—Viscount—Baron—BaroneteHinata masuk ke dalam kamarnya dengan kesal, lalu menutup pintu dengan kasar. Lalu, ia menuju balkon, matanya menatap area luar dan meletakkan satu tangannya di pinggang. Ia menarik napas berulang-kali seolah sedang meredam sesuatu yang sejak tadi bergejolak di dada.
Hinata sendiri juga bingung, mengapa perkataan Neji membuatnya kesal seperti ini? Seharusnya, memang wajar kan? Apa lagi yang bisa diharapkannya dari seorang lelaki?
Egonya masih membubung tinggi. Tak ingin sepihak disalahkan, Hinata merasa posisinya juga rumit. Padahal sedari awal dirinya sudah menunjukkan secara terang-terangan untuk tidak memberikan harapan pada pria itu.
Terus menerus didekati, membuat hati Hinata sedikit goyah. Lambat laun menjadi bingung antara ingin dan tak ingin. Jika pria itu bersungguh-sungguh, seharusnya bisa lebih sabar menunggu jawaban. Bukan malah berpaling tanpa pesan seperti ini.
Setiap amarah memang butuh untuk dilampiaskan agar tak mengakar menjadi kebencian dan dendam. Kemudian gadis itu berbalik, menuju meja belajar. Ia membuka laci untuk mengeluarkan setumpuk surat yang telah diikat menjadi satu dengan rapi.
Dengan raut muka penuh keyakinan, Hinata kembali menuju balkon. Lalu, melempar benda itu ke udara, menendangnya melewati pagar balkon.
Brakk.
Bundelan itu jatuh ke lantai dasar dan tetap utuh tak berserak.
"Moron!" Umpat Hinata sebari menatap bundelan yang sudah tergeletak di lantai bawah lalu mengacungkan jari tengah.
Tak disangka, di saat yang sama Neji berada di halaman belakang. Dirinya baru selesai mencari pelana di gudang yang berada disana.
"Aku bisa mendengar umpatanmu, nona." Tegurnya sambil mendongak.
Tak ingin merespon ucapan sang kakak, Hinata mendengus, lalu kembali masuk ke dalam kamar sebelum menutup pintu balkon.
Sementara itu, Neji yang melihat sesuatu terjatuh dari balkon kamar sang adik, berjalan mendekat dan berniat untuk memeriksa. Mendapati sesuatu tergeletak disana, ia menatap benda itu dan kamar Hinata secara bergantian dengan penuh tanda tanya.
Kemudian Neji memungut bundelan tersebut yang rupanya kumpulan surat yang dikirimkan oleh sang Kaisar. Tak berniat membuang, ia menaruhnya di atas kabinet yang berada di ruang tengah.
Di atas ranjangnya, Hinata duduk sambil menekuk lutut. Sungguh ia tak ingin memikirkan apapun meski hatinya begitu campur aduk. Percuma saja ia membaca surat-surat itu bahkan menyimpannya. Akan lebih baik kalau dibuang saja sejak awal.
Tepat di samping Hinata duduk, terdapat jurnal harian yang ditulisnya selama perjalanan setahun penuh. Ia meraih benda itu lalu menatapnya dengan kesal. Terlintas di benaknya untuk membuang jurnal tersebut. Namun hal itu segera ia urungkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Time For Us
Fiksi PenggemarBagian terakhir. Part of Trilogy "Our Time". Multichapter. Tidak peduli kau seorang pemimpin kekaisaran ataupun seorang bangsawan rendahan. Jika semesta mendukung untuk saling bersinggungan, betapapun kerasmu untuk terus menghindar, tidak ada yang b...