9

4 0 0
                                    

Pagi ini terasa berat di Zamora, karena ia sebagai pemilik perusahaannya harus datang pada pagi ini dan kembali bekerja. Setelah mandi dan rapih, Rei datang untuk menjemputnya dan mengantarnya ke kantor.

"Pagi ini mau makan apa, Za?" tanya Rei setelah Zamora sudah duduk di kursi penumpang.

"Ga usah.. uangnya buat kamu aja," tutur Zamora sembari sibuk dengan gawainya.

"Kenapa?"

"Gapapa," jawab Zamora santai.

Tak berselang lama, mobil Zamora pun sudah berada di depan gedung kantornya. Zamora pun turun dari mobilnya, beberapa pegawainya pun menyapanya dengan hangat. Zamora hanya tersenyum menanggapi hal itu. Langkah jenjangnya membawa Zamora di ruang kerjanya. Menghidupkan lampu dan duduk di kursi miliknya.

Sebelum mulai bekerja, ia makan nasi goreng hasil beli Joshua, kemudian ia pun mulai bekerja menyelesaikan pekerjaannya yang lumayan menumpuk setelah berlibur dua hari hingga tanpa sadar jam sudah menunjukkan pukul 3 sore. Ia pun melakukan stretching setelah bekerja didepan komputer lalu berdiri, berniat untuk makan di kantin. Tetapi, belum sampai di kantin, gawainya berdering menandakan adanya telepon yang masuk.

Ia pun mengeceknya dan keluarlah nama sekretarisnya, Rei, yang segera ia angkat.
"Kenapa, Rei?" tanya Zamora pelan. Matanya mengedar untuk mencari tempat duduk.

"Kamu bisa ke kantor polisi, ga?" tanya Rei

"Dijemput?" tanya Zamora balik.

"Ga bisa.. aku tunggu aja di kamtor polisi, nanti ketemuan disana,"

"Oke.." Zamora pun segera menelepon supir kantor untuk mengantarnya ke kantor polisi. Walaupun Zamora berjalan dengan tenang, pikirannya berkecambuk. Takut akan mengetahui hal yang ia tidak mau.

Sesegera mungkin, Zamora sudah menginjakkan kakinya di kantor polisi dengan Rei yang menunggu didepan gerbangnya. Rei menundukkan kepalanya tanda menyapa lalu mengikuti Zamora dibelakangnya yang berjalan masuk ke kantor polisi.

"Dimana ruangannya, Rei?"

"Tempat pemeriksaan pengunjung"

Dan disinilah sekarang mereka berada. Di ruang pemeriksaan. Dengan beberapa polisi yang ikut mengawasi.

"Jadi, kami menemukan beberapa bukti dari insiden yang dialami oleh Bu Zamora, yaitu ilustrasi pria yang menusuk korban, dompet yang ditinggalkan oleh pelaku, dan hp pelaku yang berisi foto-foto dari pelaku itu sendiri, sayangnya hanya belakangnya yang terpotret," jelas seorang pria dengan baju flanel biru.

"Boleh saya lihat?" tanya Zamora

"Tentu.. selain itu, anda juga boleh meninggalkan nomor telepon," ucapnya sopan sambil memberikan bukti yang diminta. Sebuah kertas dengan ilustrasi pelaku, dompet pelaku tanpa ktp, dan hp pelaku yang sudah dibobol.

"Terimakasih.." ucap Zamora lalu memeriksa bukti-bukti tersebut.

Pertama-tama, ia melihat dompet pelaku, dompetnya kasual, hitam biasa dengan ukiran merknya, lalu didalamnya hanya ada uang ribuan yang terlihat telah usang. Tidak ada bukti-bukti mengenai sang pelaku. Tapi, mungkin lewat sidik jari bisa ditemukan.

Kedua, ia melihat isi hpnya, yang dimana hanya ada foto punggung lelaki, yang diduga sebagai punggung pelaku.

Terakhir, ilustrasi sang pelaku. Zamora menghela napas berat sebelum mengambil kertas putih itu. Tak bisa dipungkiri, ia takut. Setelah menyiapkan diri, ia mengambil kertas itu lalu menilik setiap inci dari ilustrasi itu. Ia berdiam lama untuk menatap lembaran itu. Lebih lama dari yang lain.

Hampir 20 menit Zamora menatap kertas itu, setelah itu baru ia menaruh kembali kertas itu ke asalnya, dan menatap orang berbaju flanel itu.

"Pak.. kalau minta sidik jari dari dompet pelaku, boleh tidak?" tanya Zamora

"Nanti coba saya tanyakan. Soalnya setahu saya, bagian forensik sedang sibuk-sibuknya," tutur pak berbaju flanel.

"Baik.." sahut Zamora lalu menyuruh Rei meninggalkan nomor teleponnya. Setelah itu ia kembali ke kantor. Ia harap, ia bisa menemukan sidik jari pelaku. Ia hanya takut akan kenyataan yang mungkin nanti akan ia hadapi.

=====

TO BE CONTINUED

Hotel AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang