47. Boxing

1.2K 132 13
                                    

Robbi terus memperhatikan jam yang melingkar di pergelangan tangannya dan buru buru menyelesaikan makannya. Melihat Shenna yang masih lahap menyantap makanannya, ia jadi tidak tega. Masa ingin meninggalkan Shenna di resto sendirian?

"Shen, habisin lebih cepat bisa? Atau Mas bantuin makan sini. Mas takut di tungguin Papa kamu." Ucap Robbi.

"Yaudah kesana aja duluan." Kata Shenna, Robbi jadi serba salah, mana dulu yang harus ia prioritaskan.

Terpaksa ia duduk manis memandangi Shenna yang sepertinya makannya di lambat lambatin. Robbi jadi curiga, apa ia sengaja biar Robbi dimarahin Papa nya???

"Sudah." Ucap Shenna lima belas menit kemudian. Sedangkan Robbi sudah pusing memikirkan bagaimana kalau ia gagal mendapatkan restu dari Papa Shenna karena mengulur waktu ?

Robbi segera membayar pesanan mereka dan pergi dari sana. Seperti dugaan Robbi, Bima sudah menunggu di lobby dengan satu tangan memainkan ponsel yang jaraknya kurang lebih satu meter dari matanya.

"O-om maaf Robbi terlambat." Ucap Robbi dengan ragu namun Shenna seolah tidak membuat kesalahan malah duduk menyenderkan kepala nya di bahu sang Papa.

"Dari mana Shenna?" Tanya Bima. Mau marah tapi ia paling tidak bisa melihat Shenna versi clingy.

"Dari resto Pa. Shenna laper jadi minta temenin Mas Robbi kesana." Ucap Shenna membuat jantung Robbi sedikit tenang. Rupanya gadis itu melindungi nya di depan Papa nya.

"Yaudah, sana masuk. Papa mau keluar dulu." Pamit sang Papa. Shenna mengiyakan lalu masuk menuju lift. Tak lupa tangannya mengepal di tonjokkan pelan ke bahu Robbi dengan jahilnya.

_

Panas nya Jakarta membuat mata Robbi sedikit megerjap dan tidak terbuka sempurna ketika turun dari mobil.

Saat ini mereka berada di depan gedung yang Robbi tidak tau dalam nya berisi apa, karena ia tidak pernah kesini sebelumnya.

'Padahal gue yang orang Jakarta, kenapa si om yang tau banyak tempat' pikirnya.

Robbi masuk di ruangan yang cukup asing, bagian dalam nampak sedikit lampu remang remang. Ini bukan tempat yang iya iya kan? Bukan dong.

Semakin masuk kedalam, Robbi melihat satu ring berukuran 7 x 7. Sedangkan Bima nampak bersalaman dengan seorang pria di dalam sana. Mungkin rekannya? Pikir Robbi.

Tidak lama, Bima kembali menghampiri Robbi yang tadi menunggunya sambil duduk di dekat ring.

"Ini, pakai." Ucap Bima menyerahkan satu set pelindung kepala dan sarung tinju berwarna biru untuk Robbi.

"Om, kita mau boxing ?" Tanya Robbi.

"Iya, buktikan kamu kuat. Kamu bisa lawan siapa saja di depan kamu termasuk saya. Anggap saya lawan kamu. Buktikan kalau kamu nantinya mampu melindungi anak saya. Saya cuma mau laki-laki kuat dan tidak pengecut yang menemani hidupnya setelah saya nanti." Ucap Bima menatap tajam ke arah Robbi. Seolah memberi instruksi bahwa kali ini namanya bukan permainan, tetapi pertandingan. Bahkan di atas ring sana telah ada wasit yang akan menilai.

Di surut biru terlihat Robbi sedang melakukan pemanasan, meregangkan otot-otot nya sembari mulutnya terus bergerak seperti membaca doa. Sementara Bima sedang minum dan bersikap cukup santai. Robbi yang tubuhnya tidak lebih besar dari Papa Shenna pun sedikit membayangkan jika wajah tampannya di tonjok dan hancur begitu saja.

"Siap?" Tanya wasit sebelum meniup peluit ketika keduanya telah mengangguk sebagai pertanda siap.

Aksi saling serang dengan memukul bagian tubuh masing-masing menjadi sangat tengang seolah mereka bukan dua orang yang tadinya berada dalam satu mobil menuju ke gedung ini.

Tidak ada satupun pendukung karena ini pertandingan privat yang tidak ada orang tahu, kecuali mereka berdua dan orang orang di tempat ini yang di percayai oleh Bima.

Aksi tonjok ini nampaknya Robbi sudah mulai kewalahan melawan pukulan Bima yang datang padanya bertubi tubi. Ia tidak punya track record olahragawan sebelumnya, apalagi soal kekuatan fisik dan boxing seperti sekarang. Robbi yanya mengandalkan melindungi diri.

Wasit mengarahkan telapak tangannya kepada Robbi dan Bima sebagai pertanda ia akan menjeda pertandingan untuk beberapa menit, agar keduanya mendapatkan kesempatan untuk istirahat.

Robbi mundur ke sudut untuk mengambil air minumnya, sesekali menghirup oksigen yang sejak tadi seperti bermusuhan dengan tubuh nya.

Di sudut lain, Bima pun ternyata tidak sekuat itu. Untuk usia nya yang hampir mencapai 50 tahun, Boxing merupakan olahraga yang cukup menguras tenaga nya.

Setelah beberapa menit menjeda pertandingan, wasit kemudian memberikan aba-aba untuk keduanya kembali ke tengah ring untuk melanjutkan pertandingan.

Pertandingan kedua cukup sengit karena sepertinya Robbi sudah mulai tau trick nya, ia tipe orang yang mudah belajar.

Aksi saling serang dengan pukulan di area bahu, dada, perut, kepala sepertinya sudah lengkap rasa sakit yang mereka alami. Walaupun Robbi tidak mengerti sebelumnya, tapi ia juga tidak pasif dalam pertandingan. Robbi yang tadinya masih segan, kini mulai berani memukul dengan power di bagian tubuh Bima.

Hingga pertandingan akhir, nafas Bima sudah mulai terengah-engah. Jika Robbi sekali saja memukulnya dengan kencang di area kepala, bisa di pastikan dia langsung menang. Sayang sekali Robbi menghentikan gerakan tangannya saat berada di samping kepala Bima. Dengan diam nya Robbi, Bima memanfaatkan untuk memukul balik kepala Robbi lalu jatuh ke lantai. Pertandingan berakhir dengan wasit yang mengangkat tangan Bima sebagai pertanda pria itu juara nya dalam pertandingan kali ini.

Maaf Shen, bukannya aku tidak mengusahakan kita...

Robbi di bantu bangkit oleh wasit dan Bima, mereka segera turun dari ring dan melepas atribut boxing yang tadi mereka kenakan untuk berlindung.

"Maaf om, tadi Robbi ga sopan pukul pukul om di ring." Nafasnya masih terengah-engah tapi Robbi lebih mengutamakan adab dengan meminta maaf, padahal ia sudah menahan untuk memberhentikan gerakan pukulannya di akhir pertandingan.

"Iya, tapi kamu kalah. Tau kan konsekuensi nya?" Ucap Bima. Robbi hanya bisa menghela nafas.

Sungguh ia sudah mengusahakan sebisa mungkin, tapi di pertandingan boxing bagian akhir rasanya Robbi tidak lagi sanggup memukul dengan brutal di bagian tubuh Bima yang seharusnya.

"Iya om. Robbi tau." Jawab Robbi dengan pasrah. Sepertinya ini memang pertemuan terakhir mereka dan mungkin Bima akan membawa Shenna kembali ke Nusa Tenggara Timur setelah ini. Robbi bahkan sudah berpikir, setelah kepergian Shenna nanti, ia tidak akan mengisi hati nya dengan siapapun. Ia akan terus memberi ruang kosong untuk Shenna bergerak disana.

Apakah Bima terlalu jahat?
Tapi ini konsekuensi yang dari awal sudah diingatkan oleh Bima kepada Robbi.

-

Jangan lupa Vote dan Komen

Luapkan amarah klen mewakili mas Robbi

BAPAK KOS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang