04 .INANG.

112 25 4
                                    

"Ngiiiiiiinggggggg......"

Sesekali dengungan di telinga Pak Rahman mulai mengusik indra pendengarannya . Di dalam kamarnya Pak Rahman berusaha untuk mengisolasi diri dari keluarganya , sesekali Bu Tias membuka pintu kamar itu, memberikannya air dan makanan , semenjak malam itu Pak Rahman menolak untuk berinteraksi dengan keluarganya . Entah mengapa Pak Rahman merasa penyakit yang di deritanya bukanlah penyakit biasa, dan dia tak ingin menularkan penyakit yang dia derita kepada keluarganya .

" Yah , apa tidak sebaiknya Ayah segera kembali berobat , sejak kemarin kondisi Ayah semakin memburuk ," ucap Bu Tias dari balik pintu kamar itu .

" Tidak Bu , Ayah tidak ingin kembali ke tempat itu lagi," jawab Pak Rahman dengan suara parau , suara Pak Rahman kian menghilang , bahkan terdengar begitu sulit untuk mengucapkan kata-kata .

" Uhuk-uhuk"

Lagi-lagi terdengar suara batuk dari dalam kamar , setelah batuk berkepanjangan keadaan kamar akan berubah sunyi , membuat Bu Tias yang berada di balik pintu menjadi semakin khawatir , mengkhawatirkan sesuatu telah terjadi di dalam sana ,

" Yah , Ayah baik-baik saja ?"

Bu Tias ingin memastikan , namun setelah beberapa saat Pak Rahman tak kunjung memberi jawaban , Bu Tias mencoba untuk membuka pintu ingin melihat kondisi suaminya , sebelum pintu terbuka ,

"Gubrak-----"

Suara dobrakan dari dalam kamar ,membuat pintu yang hampir terbuka itu kembali tertutup rapat , melihat itu Bu Tias kembali mengurungkan niatnya untuk membuka pintu kamar itu . Bu Tias mencoba mencuri dengar dengan menempelkan daun telinganya di pintu , berharap dapat mendengar sesuatu , sesuatu yang dapat menghilangkan kekhawatiran di dalam hatinya . Bu Tias samar-samar mendengar suaminya mengerang hebat ,

"Aarrrrggggghhhhhttt...." suara erangan itu terdengar begitu jelas , membuat Bu Tias kembali ingin membuka pintu kamar itu .

" Ceklek-ceklek ,ceklek-ceklek"

Bu Tias berusaha membuka pintu itu ,namun seolah tertahan oleh sesuatu sehingga membuat daun pintu itu tak bergeming sedikitpun , membuat Bu Tias semakin panik .

" Be-ri-siiikkkk- Be-ri-sik-be-risiikkkk"

Suara erangan Pak Rahman berubah menjadi suara parau yang menjerit -jeritkan kata berbisik berulang kali , membuat Bu Tias merasa bersalah telah mencoba membuka paksa kamar itu ,Bu Tias kembali menuju kamar anaknya Pinky , dengan lembut Bu Tias memeluknya , mencoba untuk menenangkan dirinya, membuat Pinky yang sedang bermain dengan bonekanya menjadi keheranan.

" Ibu , kenapa menangis?" tanya Pinky dengan polosnya .

" Tidak ada apa-apa nak , Ibu hanya sedih ," jawab Bu Tias .

" Sedih karena Ayah tidak kunjung sembuh ya Bu ," tanya Pinky lagi .

Bu Tias tidak mampu menjawab ,hanya mengangguk dan mempererat pelukannya .

" Ibu tenang saja , Ayah pasti baik-baik saja ,Ayah kan sudah janji sama Pinky ," ucap Pinky sembari menepuk-nepuk lembut lengan ibunya , membuat Bu Tias semakin larut dalam kesedihannya .

Sementara itu,

Pak Rahman terduduk di depan pintu kamarnya , menunduk membiarkan darah yang keluar dari hidungnya mengalir deras , Pak Rahman mulai merasa lemah , pandangannya mulai kabur , rasa sakit kepalanya masih saja dia rasakan seperti tercabik-cabik oleh hewan buas yang sedang menggerogoti isi dalam kepalanya, suara-suara aneh mulai terdengar jelas di telinganya, pak Rahman sesekali meraba kulitnya yang kian mengering , serta rambutnya yang mulai rontok hingga menjadikannya hampir botak , di titik itu Pak Rahman mulai pasrah , rasa lapar yang teramat sangat mulai dia rasakan , namun anehnya makanan yang Bu Tias sajikan terlihat tak begitu membuat Pak Rahman berselera .

VAKSIN ( bermulanya dunia  baru ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang