Chapter [5] 🥀 Pembicaraan Serius

20 7 6
                                    

Malam itu, semua pembicaraan mengalir begitu saja.

“Aku kesal sekali, jadi aku mengancam mereka untuk kabur, kalau mereka masih tetap kukuh ingin bercerai aku bilang saja kalau lebih baik aku tidak usah dilahirkan.”

Kyungsoo menatapnya serius dalam kegelapan dan meremas tangan Jongdae yang dibalas genggaman oleh laki-laki itu.

“Lanjutkan,” katanya lirih, seperti suara yang tertahan ditenggorokan.

Jongdae berdeham kecil, sadar bahwa dia telah banyak bicara dan tak akan bisa menariknya kembali.

"Euh, karena aku tidak punya teman lagi, jadi ... aku menghubungimu, Soo." Jongdae menyeka ingusnya dengan punggung tangannya. "Maaf sudah merepotkan mu."

Mungkin jika lampu di kamar itu menyala, Jongdae akan dapat melihat wajah Kyungsoo yang terlihat sangat serius saat ini.

"Kalau seandainya mereka benar-benar berakhir berpisah, apa kamu akan serius dengan perkataanmu barusan?" tanya Kyungsoo, dia sama sekali tidak menyembunyikan kecemasan dalam perkataannya.

Jongdae tiba-tiba gelisah. "Aku tidak tahu, tapi selama ini, selama aku dirundung hanya mereka lah satu-satunya keyakinanku untuk tetap bertahan."

Kyungsoo mengembuskan napasnya sesak, bukan, bukan seperti ini yang dia harapkan. Kyungsoo melepaskan genggaman tangannya pada Jongdae, membuat laki-laki itu merasa kehilangan.

“Kyungsoo ...?”

Kyungsoo membuka laci di samping ranjangnya, mengambil kotak tisu miliknya, menarik dua lempar dan menyodorkannya pada Jongdae, namun laki-laki itu tidak paham. Kyungsoo mengembuskan napasnya pelan dan mulai menghapus bekas air mata Jongdae.

“Jangan nangis, jelek,” katanya.

Bukannya tersinggung, Jongdae malah tersedak tawanya sendiri. “Jujur banget.”

“Memangnya kalau nangis mau dibilang apa?”

“Tapi kan lampunya mati, emang bisa kelihatan?” tanya Jongdae bersedekap tangan.

Kyungsoo berpikir sejenak. “Karena wajahmu bersinar?”

Jongdae kembali tertawa, tapi ingusnya meler mengenai tangan Kyungsoo.

“Eh, Soo maaf.” Jongdae buru-buru menjauhkan dirinya dari Kyungsoo, malu.

Tapi Kyungsoo justru menahan pundaknya dan membersihkan ingus itu dari hidungnya dengan tisu yang dia bawa.

Rasanya Jongdae terharu tapi perasaan mau nangis lagi lebih mendominasi.

“Biar aku aja,” katanya sambil merebut tisu tersebut.

Kyungsoo mengangguk dan menyerahkan kotak tisu tersebut pada Jongdae.

Malam terus beranjak semakin larut, tapi keduanya belum ada yang mengantuk.

“Aku masih kepikiran,” kata Kyungsoo.

“Soal apa?” jawab Jongdae.

“Yang barusan.”

“Yang barusan itu yang mana, Soo?”

“Soal kamu yang lebih baik tidak usah dilahirkan kalau seandainya orang tuamu berpisah ...,” Kyungsoo menggantung kata-katanya. “Kamu gak akan ninggalin aku sendirian, 'kan?”

Jongdae bingung sendiri harus jawab gimana, suasana hati dan pikiran Kyungsoo itu susah ditebak.

“.... Kita cuma teman.”

Jongdae berkata dengan ragu, meski sebenarnya tidak ada yang perlu diragukan, kan? Mereka berdua memang hanya teman.

Lagipula Jongdae tidak merasa Kyungsoo sendiri, dia seperti memiliki semuanya yang tidak dia memiliki. Jadi kenapa Kyungsoo harus sedih dan merasa ditinggalkan kalau dia tidak ada lagi di dunia?

LOVE POSE | dks × kjd [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang