Bab 13 Kesel

14 3 0
                                    

“Pak Kenan gila?!”

Hania segera melepaskan tangannya dari genggaman Kenan. Ia langsung mengambil langkah mundur, menjaga jarak dari laki-laki yang begitu berbahaya. Ada saja gebrakan aneh yang dibuat oleh laki-laki itu untuk membuat Hania mengumpatinya.

Jangan salahkan Hania. Ini semua karena perilaku gila suaminya ini! Ya! Suami gila!

Baru sehari menyandang jadi istri Kenan, Hania sudah merasa ingin segera bercerai saja.

“Kamu tuh yah! Apa tidak bisa menghentikan kebiasaan buruk dengan mengatai saya gila? Huh! Sekarang ini saya sudah menjadi suami kamu. Harusnya kamu tahu cara memperlakukan suami kamu dengan benar itu seperti apa?”

“Hah! Pak Kenan itu justru harusnya diperlakukan kayak gini. Apa Pak Kenan gak bisa bersikap kayak manusia normal gitu? Semenit aja. Atau kayaknya emang lebih enak kalau kita jaga jarak deh, Pak. Kayak tadi. Pak Kenan kemana, saya di mana. Jauhan gitu! Masing-masing aja. Biar pernikahan kontrak kita ini bisa bertahan agak lamaan. Soalnya baru sehari aja, saya rasanya udah pengen cerai aja.”

“Heh! Jangan asal bicara kamu! Memang sikap saya yang gak normal itu yang mana? Huh! Gak ada tuh!”

“Tahu ah! Pokoknya, Pak Kenan dan saya mending gak usah deket-deket. Cukup gak berantem aja, udah bagus, kan? Daripada tiap kita ketemu kayak gini kerjaannya ribut mulu.”

“Saya gak pernah ngajakin kamu ribut. Kamu sendiri yang suka bereaksi berlebihan dan menimbulkan kesalahpahaman.”

“Nah! Itu dia! Itu pasti karena kita itu sebenarnya gak cocok, Pak. Gak cocok jadi suami-istri. Udah bener-bener jelas kalau ini tuh tanda kita gak jodoh. Jadi, demi kelancaran pernikahan kontrak kita ini dan saya juga gak mau langsung menyandang status janda besok, lebih baik kita jaga jarak. Oke? Saya mau tidur. Pak Kenan gak masalah kan kalau sewa Vila lain? Karena kayaknya, mendingan kita tidur di Vila terpisah. Assalamu’alaikum!”

Kenan kehabisan kata-kata mendengarkan perkataan Hania barusan. Bak cambuk yang sedang memecut sekujur tubuhnya hingga ambruk. Sakit sekali.

“Gak cocok? Gak jodoh? Benarkah?”

Ia melangkah melewati jembatan penghubung dengan perasaan tak menentu. Meski begitu, kakinya terus melangkah mengekori Hania yang semakin menjauh dari jangkauannya. 

“Kenapa rasanya seperti aku baru saja ditolak? Dia begitu tegas menyimpulkan tentang arti hubungan kami. Apa ini arti keberadaanku di matanya?”

Kenan tiba-tiba mempercepat langkahnya saat sosok Hania tak terlihat lagi. Sampai di Vila, sesaat ia ragu untuk membuka pintu. Tiba-tiba teringat perkataan Hania tadi. Namun, segera ia mengenyahkannya. Tak mau peduli.

Saat ia membuka Vila, tubuhnya seketika mematung, matanya menatap lurus ke arah Hania yang sedang tersungkur di lantai. 

“Ka– kamu–”

Kenan tak tahu harus bertanya yang mana dulu. Menanyakan kondisi Hania yang sedang memasang wajah tampak seperti orang kesakitan atau memuji wajah cantik Hania yang sekarang tanpa hijab?

“Pak Kenan ngagetin!” sengit Hania yang cepat-cepat bangkit, meraih pasmina di ujung ranjang dan segera memakainya asal-asalan sambil memunggungi Kenan. “Apa gak bisa ngetuk pintu dulu kalau mau masuk?”

“Sa—saya cuma mau—”

“Mau apa?” Detakan jantung Hania rasanya tak karuan sekarang. Ia tak tahu harus marah, kesal, atau senang. “Ribut lagi sama saya?” Hania memberanikan diri membalikkan badan setelah dirasa pasminanya cukup menutupi kepalanya. “Kan udah saya bilang, lebih baik Pak Ken–”

STAY WITH ME (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang