Bab 12 Suka-suka

13 4 0
                                    

“Hania, buat reservasi di Restoran A malam ini! Saya ada acara makan malam dengan pacar saya.”
 

“Hania, belikan bunga dan kirimkan atas nama saya ke pacar saya.”

“Hania, belikan sebuah tas merk Hermes dan kirimkan pada perempuan jalang itu. Jangan lupa buat catatan kecil yang isinya KITA PUTUS.”
 

“Hania, pesankan tiket untuk pacar baru saya!”

“Hania, pesankan kamar di Hotel B untuk pacar saya.”
 

“Hania, carikan mobil merk A dan kirimkan ke pacar saya. Sekarang! Buatkan catatan kecil DASAR JALANG!”
 

“Hania! Pesankan! Buatkan! Kirimkan! Belikan!”

Hania menggelengkan kepalanya setelah beberapa ingatan itu hinggap di kepalanya. Ingatan kecil tentang segala perintah Kenan yang pernah ia lakukan untuk pacar-pacarnya. 

Mengosongkan sebuah Restoran seperti sekarang? Tentu saja hal biasa. Kalau mau, mungkin Kenan bisa mengosongkan Vila ini dan seluruh isinya. Untung saja tidak karena jika iya, maka saat itu mungkin Kenan sedang dalam keadaan gila!

“Ayo makan! Jangan sampai perut kamu itu berbunyi lagi, Hania. Makanlah sepuasmu!”

Mata Hania menatap beragam macam makanan yang tersaji di atas meja. Oh, ya. Sekarang ia dan Kenan pindah tempat duduk ke meja makan yang lebih besar. Yang harusnya dipakai enam orang, kini malah dipakai berdua saja. 
 

Jangan tanya berapa macam menu yang tersaji di meja. Karena Hania tak sanggup menghitungnya. Daripada sibuk menghitung, ia memilih segera mengambil satu menu dan menyantapnya. Meski saat itu perasaannya tak nyaman.

“Pak Kenan gak usah ngelakuin hal kayak gini lagi nanti. Kalau mau makan malam berdua, Pak Kenan gak perlu tuh sampe ngusir pelanggan lain. Mereka lagi makan tadi. Gak pantes gangguin orang yang lagi makan! Lebih baik cari tempat lain yang sepi aja tanpa mengganggu aktivitas orang lain,” serbu Hania.

“Ngomel lagi. Bukannya bila–”

“Terima kasih. Tapi, catatannya tadi, Pak. Meskipun kita udah jadi suami-istri, Pak Kenan gak perlu memperlakukan saya kayak pacar-pacar Pak Kenan dulu. Saya gak sespesial itu di kehidupan Pak Kenan, kan? Jadi Pak Kenan gak perlu ngelakuin hal berlebihan cuma biar orang lain ngeliat kita kayak suami-istri sungguhan.”

Kenan tiba-tiba membanting garpu dan pisau. Dentingannya membuat Hania seketika berhenti mengunyah makanannya.

“Kita suami-istri sungguhan, Hania. Itu yang membuat kamu saya perlakukan spesial. Apa tidak bisa kamu berpikir positif atas semua tindakan-tindakan yang saya sudah lakukan selama ini? Sekali saja!”

Kenan meneguk minumannya hingga tandas. Mencoba meredam rasa sakit hati yang justru semakin menumpuk akibat reaksi Hania yang tak sesuai harapannya. Padahal ia sudah memberanikan diri menunjukkan segalanya pada perempuan itu, tapi selalu berujung disalahpahami.

“Saya gak bisa, Pak. Saya ngerasa gak nyaman dan gak bisa pura-pura menikmati semua yang Pak Kenan kasih ke saya. Meskipun kita suami-istri sungguhan di depan semua orang, tapi kita berdua sama-sama tahu kalau pernikahan kita ini dasarnya karena keterpaksaan.”

Kenan sekali lagi harus merasakan dadanya sakit. Perkataan Hania kali ini tak keliru. Ini justru menjadi pengingat bagi Kenan bahwa Hania tampaknya masih bergelut dengan rasa sakit hatinya sendiri. Ia belum berdamai dengan masa lalunya hingga menganggap segala hal yang Kenan lakukan untuknya tampak dipenuhi ilusi belaka. Kebohongan yang begitu nyata. Hingga segala hal yang Kenan lakukan di matanya seperti sekedar tipuan semata.

STAY WITH ME (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang