Bitha menyesal karena kaki cantiknya saat ini sedang memakai high heels, padahal jalanan tidak rata dan penuh bebatuan. Karena merasa frustrasi, akhirnya ia melepas heels yang dipakai dan menentengnya dengan tangan kiri. Di belakangnya ada Mami dan juga Eran yang hari ini ikut mengantarnya. Karena melihatnya tidak memakai alas kaki, Mami menyuruh Eran untuk mengambil sandal di mobil untuknya.
Perjalanan untuk sampai di rumah ini butuh waktu cukup lama dengan jalanan terus menanjak. Ditambah lagi lokasi rumah sahabat Maminya sangat jauh dari jalan raya. Butuh waktu satu jam lebih dari jalan raya ke sini. Jika ditotal semua, perjalanan memakan waktu tiga jam dari rumahnya.
Ketika sampai di depan rumah sahabat Maminya, Bitha menoleh ke kanan dan kiri. Rumah ini satu-satunya rumah yang ada. Jarak dengan rumah sebelumnya cukup jauh. Di sebelah kiri rumah adalah lahan kosong yang dipagari kayu yang tingginya kira-kira sebetis. Lalu, di sebelah kanan rumah ada banyak pohon-pohon yang rimbun. Tiba-tiba pikiran jeleknya muncul saat melihat pohon-pohon itu. Takut ada binatang buas muncul dari sana.
Setelah puas mengamati sekitar, tatapan Bitha tertuju pada rumah di hadapannya. Secara penampilan, rumah ini terlihat biasa saja. Hanya rumah satu lantai dengan cat bewarna putih dengan pagar bewarna hitam. Walaupun satu lantai, rumah itu terlihat sangat luas dengan halaman yang dipenuhi beberapa pot bunga mawar. Di depan garasi ada sebuah mobil pickup bewarna hitam.
Seorang wanita menyambut kedatangan mereka. Bitha memperkirakan usia wanita itu tidak jauh beda dengan Maminya. Terlihat Maminya memeluk wanita itu dengan wajah sumringah.
"Bitha, ini Tante Lala. Kamu dulu pernah ketemu sama Tante Lala. Masih ingat, nggak?" tanya Mami mulai mengenalkan wanita yang baru saja ia peluk.
Dengan polosnya Bitha menggelengkan kepala.
"Nggak papa. Wajar kalo nggak ingat. Kita udah lama nggak ketemu." Kemudian wanita bernama Lala menyuruh teman dan anak temannya untuk masuk ke dalam rumah.
Bitha mengucapkan terima kasih pada Eran saat laki-laki itu membawa tiga koper miliknya. Setelah itu Eran memilih menunggu di depan rumah.
Sebelumnya Bitha sudah berpikir akan tinggal di pedalaman dengan rumah gubuk yang hampir ambruk. Siapa yang sangka kalau pikirannya salah. Dari tampak depan, rumah ini memang lebih bagus dari rumah-rumah yang sebelumnya ia lihat selama perjalanan. Ia tidak menyangka begitu menginjakkan kaki di dalam rumah, ia langsung merasa nyaman.
"Akhirnya Tante ketemu kamu lagi. Kamu apa kabar?"
"Baik, Tante," jawab Bitha menyunggingkan senyum. Sejujur ia tidak ingat pernah bertemu dengan teman Maminya yang satu ini. Saking banyaknya teman Mami, Bitha sampai tidak hafal semuanya.
"Mami kamu udah cerita singkat soal apa yang terjadi sama kamu belakangan ini. Tante nggak keberatan kamu tinggal di sini untuk sementara waktu. Tempat ini jauh dari pemukiman penduduk, kamu bisa tinggal dengan aman dan nyaman di sini."
"Makasih sebelumnya, Tante. Maaf kalo aku ngerepotin."
"Nggak repot sama sekali kok."
"Oh ya, siapa yang tinggal di rumah ini?" tanya Mami menatap temannya. "Kamu bilang udah pindah ke rumah yang ada di bawah, kan?" tanyanya lagi.
"Tante nggak tinggal di sini?" tanya Bitha tidak menutupi raut wajah terkejutnya.
Tante Lala menggeleng. "Dulu Tante memang tinggal di sini, tapi sekarang Tante udah pindah ke pemukiman yang ada di bawah."
Rumah ini memang lokasinya ada di tempat tinggi, jauh dari pemukiman warga yang lain. Bitha sendiri kurang paham rumah ini ada di puncak bukit atau di puncak gunung, yang Bitha tahu udara di sini sangat dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitha for the Beast
ChickLitMenjadi putri dari pasangan pengusaha dan cucu seorang politikus terkenal membuat hidup Tsabitha Alisha Mahawira tidak bisa bebas. Perempuan yang biasa dipanggil dengan nama Bitha selalu memiliki pengawal yang selalu mengikutinya, mencegah dirinya a...