25. Adaptasi

65 7 4
                                    

Nggak ada yang tahu, tapi akhir-akhir ini Dera sering terbangun kala mendengar suara tombol keyboard beradu.

Lalu, dia akan menemukan cowok itu di sana. Duduk di meja pantry dengan mata terpancang pada layar laptop yang sangat terang. Terkadang mata cowok itu waswas melirik sekitar, seolah memastikan dirinya tak terganggu oleh pergerakkan yang cowok itu ciptakan.

Lantas setelah mencuri lihat, dia akan kembali memejam sambil sesekali memantau apakah Raharjuno Mahendra sudah selesai dengan kegiatannya.

Juno selalu mematikan laptop pukul empat. Cowok itu akan kembali tiduran di samping Rey, kemudian ikut bangun lagi saat dirinya memulai aktivitas di jam lima pagi. Kegiatan yang perlahan menjadi kebiasaan. Dera sampai lupa kapan terakhir kali melihat Juno tidur pulas dengan rentang waktu yang cukup.

Seperti tengah malam ini. Suara ketikan keyboard membuat Dera urung memejam. Kali ini Juno tak berpindah tempat. Tetap pada posisinya yang berada di sisi Rey serta membelakangi Dera. Terdapat jeda seperkian menit sampai suara ketikan itu tak lagi terdengar. Tangan Juno berhenti bergerak dengan gamang. Dera melongok, melihat barangkali bocah itu kesulitan merangkai kata-kata. Saking sibuknya berpikir, Juno nggak sadar jika Dera sudah duduk di sampingnya. Dera terang-terangan mengambil laptop Juno, mengakibatkan Juno tersentak.

"Kalau udah susah mikir, tandanya perlu istirahat," ujar Dera, menahan ujung lidah Juno yang hendak mempertanyakan sejak kapan dirinya bangun.

"Tidur lagi ya, gue kerjain di balkon aja biar nggak ganggu-"

Dera menggeleng, sengaja mencegah Juno supaya tak bisa menjangkau laptop dalam pangkuannya.

"Istirahat. Bisa tipes kalau ngerjain nonstop begini, Junooo. Emang mau masuk rumah sakit? Ntar disuruh minum obat terus diinfus. Tangan lo ditusuk jarum. Mau?"

Dera tahu Juno paling malas berurusan dengan obat dan jarum dokter. Terlihat dari reaksinya yang langsung menampilkan raut enggan. Dera menahan kekehan. Tapi jadi mengernyit kala Juno menjatuhkan kepala di pundaknya. "Ngapain?"

"Tadi nyuruh istirahat. Gimana, sih?"

"Berat ah! Kan maksud gue tiduuur!"

"Lima menit," pinta Juno.

Dera mengalah. Setelah menyisihkan laptop Juno ke samping, dia membiarkan lengang langsung menyusup di antara mereka. Diceknya Juno yang betul-betul memejam. Kendati sempat khawatir Juno mampu mendengar degup jantungnya yang riuh, perlahan Dera bisa menyesuaikan ketenangan Juno. Satu tangannya menyentuh pipi Juno, memberikan elusan halus, menyebabkan Juno menggeliat semakin merapatkan diri.

Di sisi lain, tubuh Dera membeku merasakan embusan napas Juno di sela-sela leher. Rasanya mendebarkan sekaligus menenangkan di satu waktu.

"Berapa lama lo bisa kayak gini?"

Tangan Dera berhenti mengusap. Dera menunduk. Terkejut saat tiba-tiba Juno memberikan pertanyaan itu.

Juno membuka mata. Mengembalikan tangan Dera di pipinya. "Lima menit kecepetan, gue bisa tidur di sini seharian," cakap cowok mancung itu, balik menatap Dera.

"Dan biarin gue dislokasi bahu gara-gara kepala lo yang berat minta ampun ini?" serang Dera. "Nanti lo harus bayarin terapi gue."

Juno tertawa, justru sengaja semakin menduselkan kepalanya di lekuk leher Dera.

"Gue nggak tahu badan orang bisa jadi senyaman ini buat dijadiin tempat istirahat," kata Juno.

Dera tak mengelak. Sejujurnya dia pun nggak keberatan dengan kepala Juno. Sebaliknya, berada sedekat ini justru melahirkan perasaan damai yang tak bisa dia ungkapkan secara langsung.

Juno's BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang