14. Sebuah Ajakan

74 12 9
                                    

Ada kendala pada pemotretan Juno hari ini. Set sudah ditata sedemikian rupa, empat model yang bertugas juga telah datang, pun fotografer hampir selesai dengan setting kamera dan tetekbengeknya. Biasanya pemotretan dimulai pukul sembilan. Namun hari ini, hingga jam menyentuh angka sepuluh, mereka belum memulai apa-apa. Permasalahannya cuma satu, tapi krusial; ada penata rias yang tidak bisa datang karena mengalami kecelakaan saat menuju studio. Masalah ini langsung didengar oleh Kresna. Dua orang tidak cukup untuk menghandle empat model sekaligus, untuk mempersingkat waktu mereka butuh penata rias tambahan. Terlebih konsep kali ini berbeda dari pemotretan mereka yang biasanya. Ada produk baru yang harus dimunculkan.

"Jun, temen lo dateng jam berapa?" Kresna terus keluar masuk studio, berkutat dengan ponsel yang menempel di telinga. Memastikan tim rias yang kecelakaan sudah mendapat penanganan, sekaligus memantau kedatangan seseorang yang direkomendasikan Juno untuk menanggulangi permasalahan ini.

Siapa lagi yang terlintas di pikiran Juno jika bukan Dera? Dia langsung menghubungi perempuan itu setelah mendapat persetujuan dari Kresna. Untungnya Dera sedang nggak ada job. Mereka memutuskan untuk menitipkan Rey ke Anila agar Dera dapat segera kemari.

"Bentar lagi, Bang."

Tepat setelah Juno menjawab, ponselnya berdering. Dera menghubungi bahwasannya dia sudah ada di depan. Juno langsung menjemputnya untuk menemui Kresna. Setelah itu, Dera sempat berbincang dengan penata rias lain guna membahas tema yang diusung. Dera kebagian memegang Juno dan satu lagi model laki-laki.

"Kita skin prep dulu." Juno tahu ucapan Dera hanya formalitas. Perempuan itu bisa menyentuh bagian tubuhnya tanpa harus meminta izin atau memberi informasi tak berarti. Hanya saja, semenjak kejadian malam itu—di mana dia menangis sesenggukan dalam pelukan Dera—ada gap yang menjadikan dirinya canggung tiap kali berhadapan maupun berurusan dengan perempuan tersebut.

Aneh saja, sebab sampai detik ini Dera tak pernah tahu alasan mengapa dia menangis.

Kendati sebenarnya sejak kejadian itu Dera berperilaku seolah nggak ada yang terjadi.

Entah Juno harus bersyukur atau bersedih. Sedihnya karena meski diam begini, Dera pasti mengiranya cowok freak yang tiba-tiba menangis sesenggukan bak orang putus cinta. Atau malah Dera mendiamkan dia karena terlanjur ilfeel?

"Kok lo tegang banget, sih?"

Redup mata Juno mengendur. Cowok itu mengerjap. Dera menggerakkan rahang Juno ke kanan dan kiri, menelaah bagian yang belum tertutupi foundation. "Rileks," bubuh Dera.

"Udah rileks kok," elak Juno, memperbaiki posisi duduk menjadi lebih tegak. Mencuri pandang ke cermin yang tertutupi Dera, dia memastikan wajahnya nggak tegang-tegang amat. "Rey aman sama Kak Nila?" Juno basa-basi. Sekadar mengusir sepi di antara mereka. Padahal nggak perlu ditanya juga dia tahu bocah itu sudah ada di tangan yang tepat. Nantilah Juno belikan Bobi sekeluarga makanan sebagai tanda terima kasih. Nggak enak dia ngerepotin terus.

Satu yang nggak dia tahu... Dera jadi terdiam setelah mendapat pertanyaan itu. Polesannya di wajah Juno nggak sebrutal sebelumnya. Cenderung pelan dan berhati-hati. "Ada perubahan planning. Nggak jadi gue titipin ke Kak Nila," tutur Dera.

"Hah?" Mata Juno melebar. "Kenapa?"

"Nggak keburu kalau harus puter arah—"

"Terus sekarang Rey di mana?"

"Sama Yogi," sebut Dera, melanjutkan pekerjaannya.

"Kok bisa?" Bola mata Juno makin membulat, seolah hendak meloncat keluar tatkala mendengar nama sahabatnya itu.

Juno's BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang