11

167 14 4
                                    

Pukul 06.30
Kediaman Keluarga Sanjaya

Pagi ini langit Jakarta terpantau mendung. Rintiknya bahkan turun membasahi jalanan kota. Hawa dingin juga terasa kian menusuk. Sangat kontras, jika dibandingkan dengan Jakarta pada hari2 biasanya. Yahh, akhirnya musim hujan telah tiba. Meski akan menimbulkan banjir di beberapa titik kota Jakarta.. tapi hujan tetaplah sesuatu yang amat ditunggu. Karena selain berkurangnya polusi di Ibu Kota, suasana hujan juga akan membawa ketenangan bagi sebagian orang. Terutama bagi pecinta hujan, termasuk Adara.

Gadis itu kini sudah rapi dengan seragam putih abu2nya, lengkap dengan bandana biru muda yang hari ini ia pilih untuk menghiasi rambut panjangnya. Sepagi ini, senyumnya telah mengembang dengan sempurna. Selain suasana hatinya yang sedang sangat baik, Adara juga bersemangat melihat rintik hujan yang turun.. melalui jendela kamarnya. Hemhh, musim favoritnya sudah tiba. Setelah puas mematut diri didepan cermin, gadis itu berbalik dan berniat berjalan ke arah pintu kamarnya. Namun belum sempat kakinya melangkah.. Adara dikagetkan dengan keberadaan Mas Rasya yang sudah berdiri di depan pintu kamarnya sambil bersandar dan menyilangkan kedua tangannya.

"Ngagetin aja, deh." Ucap Adara menatap Mas Rasya

"Jangan lupa bawa jaket, Ra." Balas Mas Rasya

"Iyaa,, makasih udah di ingetin." Jawab Adara sambil berjalan ke arah almarinya guna mengambil jaket

"Hari ini berangkat bareng gua, ya." Ucap Mas Rasya yang masih berdiri di depan pintu kamar Adara

"Naura?" Tanya Adara

"Naura berangkat sendiri. Yuk, turun. Kita sarapan dulu." Sahut Mas Rasya sambil berlalu.

Ruang makan.

Sementara beberapa pekerja tengah sibuk di dapur, Mbok Tun terlihat menyiapkan sarapan di atas meja. Melihat itu Rasya tersenyum. Tanpa ragu, laki2 itu mendekat dan merangkul Mbok Tun. Ah, Mbok Tun memang layaknya seorang Ibu bagi mereka. Selain merawat mereka sedari kecil, Mbok Tun juga sangat tulus dalam menyayangi Rasya dan Adara.

"Hari ini menunya apa, Mbok?" Tanya Mas Rasya

"Ada chicken sandwinch, kesukaan den Rasya." Jawab Mbok Tun, tersenyum.

"Wiih.. enak banget, nih." Balas Mas Rasya

"Kalau kesukaan Adara, Mbok?" Tanya Adara yang baru saja tiba di ruang makan

"Sarapan yang ada aja, Ra. Sini, duduk." Sahut Mas Rasya sambil tangannya menarikkan kursi untuk adiknya itu

Meski dengan sedikit terpaksa, tapi gadis itu tetap duduk. Menurut pada perkataan Kakaknya. Yahh, sarapan sandwich tidak terlalu buruk..

"Tapi nanti diner, gantian menu kesukaan Adara ya, Mbok.." Ucap Adara menatap Mbok Tun

"Siap, non. Nanti Mbok Tun masakin, ya." Balas Mbok Tun

"Papa udah berangkat, Mas?" Tanya Adara, yang dibalas anggukan oleh Mas Rasya

"Kalau Gibran sama Irsyad? Mereka udah pada balik?" Tanya Adara, lagi. Yang juga dibalas anggukan oleh Mas Rasya

"Mereka berangkat bareng kita juga, ga?" Imbuh Adara

"Kalau lagi makan, jangan ngomong mulu, Ra. Cepet habisin sarapannya. Ntar kita telat." Sahut Mas Rasya

"Apasiih, tinggal jawab aja.. apa susahnyaa!? Lagian dari tadi juga cuma angguk2 doang." Sungut Adara

Mas Rasya diam, dan memilih melanjutkan sarapannya. Laki2 itu dengan sengaja tidak menanggapi pertanyaan2 Adara. Akan jadi semakin panjang, jika ia menanggapi adiknya itu. Jika itu terjadi, mereka benar2 akan terlambat ke sekolah. Lagian, setelah percakapannya dengan Gibran dan Irsyad tadi malam, Mas Rasya belum ingin membahas apapun tentang kedua saudara sepupunya itu. Entahlah. Fakta bahwa kemungkinan besar.. Gibran menyimpan perasaan pada Adara, membuat Mas Rasya pening. Nantilah, pelan2 Mas Rasya akan mencoba bertanya pada Adara, tentang bagaimana isi hati adik kesayangannya itu.

ALDIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang