15. Bunda!

405 74 7
                                    

"Kak Mpen!" Gio berteriak saat menemukan Feni terjatuh ke tanah, ternyata bunyi benturan tadi adalah bunyi Feni yang terjatuh.

Tanpa peduli semua mata memandangnya sekarang, Gio dengan cepat memberikan kotak bekal dan paper bag yang ada di tangannya pada Muthe yang masih mengikuti dirinya. Lalu dia berlari ke arah Feni, dia berjongkok dan membantu Feni untuk berdiri.

"Gapapa kak?" Tanya Gio sambil memeriksa Feni, untungnya tidak ada yang luka selain lutut dan telapak tangannya yang kotor dan sedikit tergores ke tanah.

"Kenapa main dorong?" Marah Gio, entah ke siapa dia marah atas jatuhnya Feni, dia tak lihat siapa yang mendorong Feni tadi.

"Kakak lu yang duluan nyerang cewek gue!" Balas Cio, oh itu jelas membuat Gio tertawa. Entah Cio bego atau apa, tapi saat suara benturan itu terdengar Cio saja sama dengannya masih berlari menghampiri mereka. "Kenapa lu ketawa hah?" Sentak Cio membuat Gio berhenti tertawa.

"Anjing ya lu!" Umpat Cio ke Gio.

"Aku gak nyangka kamu gitu, Nin" Sela Feni diantara adu tatap Cio dan Gio.

"Salahku dimana? Adikmu itu beneran aneh, baru ketemu aja udah main goda. Inget kan di cafe? gampang banget di bodohi!" Hina Anin pada Gio, tapi Gio tak ambil pusing itu. Malahan dia pikir Anin yang gampang dimanfaatkan untuknya memanas-manasi Shani waktu itu.

Feni murka mendengar hinaan yang Anin lontarkan untuk adik sepupunya. DIa menepis tangan Gio yang memegang bahunya, lalu menghampiri Anin untuk meluapkan kekesalannya. Namun, jelas Cio melindungi Anin dan malah untuk kedua kalinya Feni didorong.

Kali ini dengan sigap Gio menahan tubuh Feni agar tidak jatuh ke tanah, dia sudah tak bisa lagi menganggap santai ini jika Cio juga ikut campur dengan cara main fisik seperti tadi. Tatapannya berubah lebih tajam dari sebelumnya, dia berpikir kali ini tidak ada salahnya menyerang Cio lebih dulu, tak peduli dia akan kena hukuman lagi nantinya.

"Heh Anin? Kalau ngomong itu ngaca? Gak ada malu-malunya ya!" Sela Sisca dengan cepat sebelum Gio melancarkan aksinya menyerang Cio. Sisca yang sepertinya tak takut itu berdiri di depan Gio dan Feni sambil menatap tak suka dan menunjuk-nunjuk ke arah Anin.

"Aku gak bisa lagi tutup mata kalau gini ceritanya, kamu keterlaluan!" Timpal Jinan ikut-ikutan.

"Apa-apaan sih kalian? Gak usah ikut campur masalah aku" Kilah Anin.

"Kalau gitu aku berhak!" Timpal Shani yang sedari tadi diam, tapi kali ini kesabarannya sudah habis. Sebenarnya dia bukan tipe orang yang suka umbar-umbar masalahnya seperti ini, tapi dia rasa Anin dan Cio sudah keterlaluan sekarang.

"Sudahlah Shan, kita ud-"

"Kamu yang diam!" Tukas Shani dengan menggebu-gebu karena amarahnya. "Aku gak masalah kalian pacaran, tapi yang jadi masalah tolonglah malu!"

"Loh buat apa kita malu?" Tanya Anin.

"Wahh! Dah gila nih orang!" Timpal Sisca sambil menggelengkan kepalanya, "Lu gak malu udah selingkuh sama Cio dibelakang Shani hah? Dari tadi enak aja menghina Shani, tapi sendirinya malu-maluin! Noh pacar lu yang aneh!! Najis!" Hina Sisca, dia tak ada takut-takutnya memang. Apalagi Cio sudah mengepalkan tangannya dan menatapnya tajam.

"Sialan!" Umpat Cio sedikit terkejut jika Sisca mengetahui perselingkuhannya, dia juga tak tahu kalau Anin lah yang terang-terangan membukanya di depan Sisca dan Feni.

Lalu Gio, dia terkejut dengan fakta yang Sisca katakan. Matanya semakin tajam menatap ke arah Cio, kemudian dia alihkan ke arah Shani. Melihat Shani sekarang jadi teringat malam dimana dia bertemu Shani menangis di jalan. Dia menerka-nerka apakah Shani menangis karena disakiti oleh Cio.

Jejak RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang