Bab 3

3.2K 267 54
                                    


Wajah Arlo berbinar kesenangan melihat pesan yang baru saja Citra kirim. Citra berkata sore nanti, jika sempat meminta dirinya mampir ke apartemen wanita itu. Tentu saja dengan senang hati Arlo menyanggupinya. Ia bahkan sudah tak sabar menunggu sore hari tiba agar secepatnya ia bisa bertemu dengan wanita itu.

Tapi sayangnya sepulang bekerja Arlo tidak bisa langsung melajukan kendaraanya menuju tempat Citra karena orangtuanya memintanya untuk datang ke rumah. Dari nada suara sang Mama saat menelponnya yang terdengar seperti menahan marah, Arlo yakin jika Bianca sudah mengadukan perihal percakapan mereka pada orangtuanya. Dalam hatinya Arlo mendengus sebal, ia harus menyiapkan diri mendapat amukan dari keluarganya karena Arlo tahu bagaimana keluarganya, terutama orangtuanya yang sangat perhatian bahkan terkesan sangat memanjakan Bianca.

Sampai di rumah bisa Arlo lihat semua anggota keluarganya sudah berkumpul di ruang keluarga. Ia baru saja mendudukan dirinya di samping kakak iparnya saat sebuah tamparan keras mendarat di pipinya.

Plak!

"Mi!" Protes Arlo tak terima atas tamparan yang baru saja Maminya beri, seumur hidupnya baru kali ini Arlo mendapatkan itu dari orangtuanya sendiri.

"Kamu bajingan!" Teriak Lana, murka.

"Berani-beraninya kamu sakiti menantu saya"

"Citra kembali, Mi" ujar Arlo, penuh antusias. Karena Arlo juga sangat tahu jika dulu Maminya itu sangat dekat dengan Citra.

"Lalu apa urusannya dengan kamu, jangan bodoh Arlo!" Kedua tangan Lana terkepal kuat, menatap setengah frustrasi wajah putranya yang terlihat sangat santai itu, seperti tak punya beban karena sudah menyakiti istrinya sendir.

"Kamu tau Raka bilang Bianca hubungi dia untuk urus perceraian kalian" ucap Lana, dari nada suaranya terdengar sekali jika wanita itu marah sekaligus kecewa pada satu-satuanya putra yang dimilikinya itu.

"Aku cuma bilang aku bosan, aku mau menikah lagi, kalo dia enggak terima dia bisa ajukan cerai" balas Arlo.

"Otak kamu dimana, hah?" Lagi, Lana berteriak murka.

"Dipake enggak otaknya?

"Mi, aku anak Mami, harusnya yang Mami bela itu aku"

"Untuk apa dibela kalo kelakuan kamu itu brengsek, Arlo!" Ujar Lana, tak lupa tatapan sengitnya.

"Astaga, bisa-bisanya aku punya anak seperti ini, Tuhan..."

"Terserah kamu, saya tidak mau tahu lagi apapun yang kamu lakukan. Sekarang pergi dari rumah saya!" Dengan amarah menggebu-gebu Lana menunjuk pintu keluar.

"Satu hal yang harus kamu pahami, jika benar kalian bercerai tidak akan ada lagi perempuan yang akan diterima sebagai menantu di keluarga ini!"

****

Sambil bersungut-sungut kesal Arlo berjalan keluar dari rumah orangtuanya. Jika keluarganya tidak mendukung keputusan yang sudah ia pilih, bukan masalah besar untuk Arlo. Tak dianggap lagi sebagai bagian keluarga bukan masalah besar untuknya. Lagipula Arlo sudah dewasa, ia tahu apa yang terbaik untuk dirinya sendiri. Arlo meyakini jika keputusannya kali ini tidak akan salah. Arlo hanya ingin hidup bahagia bersama wanita yang sejak dulu sangat ia inginkan.

Arlo mencoba meredam kekesalan dalam dirinya. Ia tak mau saat bertemu Citra nanti wajahnya terlihat kusut. Setelah satu jam berkendara melewati beberapa titik kemacetan, akhirnya Arlo sampai juga. Dengan langkah ringan Arlo membawa langkahnya menuju unit apartemen yang wanita itu tinggali.

Sebenarnya Arlo sudah mengetahui kode aksesnya karena apartemen yang kini Citra tempati itu miliknya, yang Arlo sengaja pinjamkan untuk wanita itu.

Tak lama menunggu, pintu dihadapannya terbuka. Bisa Arlo lihat jika wajah Citra terlihat berbinar kesenangan melihat kehadirannya. Mau tak mau Arlo tertular dengan senyum yang Citra berikan, senyuman wanita itu membuat perasaanya jauh lebih baik.

Heartbreak AnniversaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang