Setelah semalaman merenung tak tahu apa yang harus ia lakukan, hari ini Arlo sengaja membolos kerja untuk mencari keberadaan Bianca.Pertama yang ia datangi adalah rumah mertuanya, berharap ia bisa menemukan Bianca disana. Tapi, ternyata nihil. Ibu mertuanya memang berkata jika Bianca sempat datang ke rumah namun hanya sebentar, karena setelahnya wanita itu kembali pergi.
"Emang anak itu apa-apa selalu dibawa perasaan, tapi Mama yakin dia enggak mungkin berani ajuin cerai. Bisa apa dia tanpa kamu"
Arlo memilih diam tak menanggapi ucapan ibu mertuanya. Selanjutnya ia berpamitan dan mulai memikirkan dimana kira-kira istrinya itu berada. Ditengah kebingungannya itu Arlo mengingat Luna, satu-satunya teman dekat Bianca yang ia ketahui. Arlo mulai melajukan kendaraanya ke toko kue milik Luna.
Dan, ternyata tebakannya kali ini benar. Saat sampai bisa Arlo lihat jika Bianca ada disana, istrinya itu terlihat sedang mengelap kaca toko bersama beberapa orang yang Arlo yakini pegawai di toko tersebut. Arlo turun dari mobilnya kemudian bergegas menghampiri istrinya itu.
"Bi..."
Mendengar panggilan dari suara yang sudah sangat familiar untuk Bianca, wanita itu segera menoleh. Melihat keberadaan Arlo yang hanya berjarak beberapa langkah darinya, Bianca mendengus sebal sambil membuang pandangannya.
"Aku mau bicara" pinta Arlo, tapi Bianca mengacuhkannya. Wanita itu malah melemparkan alat pembersih yang tadi digunakannya untuk membersihkan kaca ke arah Arlo, yang dengan sigap bisa Arlo tangkap sebelum mendarat di wajahnya. Setelah itu Bianca pergi masuk ke dalam.
"Please, Bi" Arlo mengikuti langkah istrinya itu dari belakang.
"Kembali ke rumah ya, maafin kata-kata aku waktu itu" pinta Arlo memohon.
Bianca berhenti, kemudian membalikan tubuhnya hingga kini berhadapan langsung dengan pria yang ia yakini sebentar lagi akan berubah status menjadi mantan suaminya itu.
"Telat, aku udah urus perceraian kita" balas Bianca, ia melipat tangannya di dada sambil memberikan tatapan datar pada pria di hadapannya.
"Aku mohon Bi, maafin aku" pinta Arlo, memasang tampang memelasnya.
"Aku kasih kamu kesempatan untuk jelasin semuanya, sebenernya kemarin kamu itu kenapa?"
"Tapi, kamu janji harus maafin aku" Mendengar permintaan Arlo, Bianca mendengus kesal. Ia akan kembali melangkah pergi sebelum pria itu menahan tangannya.
"Oke, Bi. Aku jelasin semuanya" ucap Arlo.
Keduanya kemudian duduk di kursi terdekat. Masih sambil melipat tangannya di dada, Bianca hanya diam menunggu Arlo mulai bercerita. Tapi, setelah bermenit-menit terlewati tidak ada tanda-tanda pria itu akan buka suara.
"Kalo emang enggak ada yang mau kamu jelasin, lebih baik kamu pergi!" Ucap Bianca.
"Semoga setelah dengar semuanya, kamu masih sudi terima maaf dari aku ya, Bi" gumam Arlo.
Meski terlihat sangat ragu Arlo mulai menceritakan semuanya. Sepanjang berbicara tatapan Arlo tak lepas menatap wajah Bianca, tapi pandangan wanita itu terlihat kosong, sama sekali tak ada emosi yang tergambar disana.
Tanpa Arlo ketahui, kini mati-matian Bianca sedang menahan rasa sesak di dalam dadanya. Setiap kata yang meluncur dari mulut Arlo, membuat dadanya sakit.
"Jadi, selama 5 tahun kita menikah kamu enggak bener-bener cinta sama aku, Ar?" Tanya Bianca, itu yang ia simpulkan setelah mendengar semua penjelasan yang keluar dari mulut Arlo.
Bianca bisa menyimpulkan jika ia hanya dijadikan pelarian karena saat itu Arlo ditinggal menikah oleh Citra tanpa sempat mengungkapkan perasaanya pada wanita itu. Kemudian kini saat ada kesempatan Arlo mencoba kembali mendekati Citra dan kemarin sengaja bersikap dingin karena ingin berpisah dengannya, namun Arlo harus menelan kenyataan jika Citra lebih memilih kembali kepada sang suami.
Dan kini, setelah semua kesakitan yang Arlo beri, dengan mudahnya pria itu memohon untuk kembali.
"Aku janji setelah ini, setiap harinya aku selalu berusaha untuk belajar mencintai kamu, Bi" pinta Arlo, memelas.
Mendengarnya Bianca tertawa miris, 5 tahun terakhir ia merasa ditipu. Jika diingat pantas saja ia tak pernah mendengar Arlo mengungkapkan kalimat jika pria itu mencintainya. Sebenarnya Bianca memaklumi saja karena ia tahu Arlo bukan tipe pria yang banyak bicara dan kurang romantis, namun perlakuan Arlo selama ini sudah cukup membuktikan jika pria itu mencintainya. Tapi, ternyata tidak. Semua itu tak pernah keluar dari mulut Arlo karena pria itu memang benar-benar tak mencintainya.
"Bi"
"Aku tetap dikeputusan awal, tunggu surat dari pengadilan sampai di tangan kamu!"
Bianca dengan cepat berlari pergi, tak memperdulikan Arlo yang terus berteriak memanggil namanya.
*****
Bianca naik ke lantai tiga menuju ruangan sekaligus kamar Luna berada. Ia langsung menghempaskan tubuhnya di atas sofa. Entah apa yang saat ini Bianca rasakan tapi, ia merasa tertipu. Arlo sangat pandai menipunya. Kenapa 5 tahun bersama pria itu terlihat seolah sangat mencintainya tapi ternyata ia hanya dijadikan bayang-bayang wanita yang tak bisa pria itu dapatkan.
"Kenapa? Bilang apa itu laki?" Tanya Luna, yang sejak tadi sengaja bersembunyi memberikan Bianca dan Arlo berbicara. Padahal sebenarnya Luna ingin sekali turun menghampiri Arlo kemudian mengeluarkan sumpaj serapahnya pada pria yang sudah menyianyiakan sahabatnya ini.
"Ternyata 5 tahun ini dia enggak pernah cinta sama gue" ucap Bianca, diakhiri tawa mirisnya.
"Dia minta maaf dan bilang mau coba belajar" tambah Bianca, ia memijat keningnya yang tiba-tiba terasa berdenyut sakit.
"Lo bego kalo mau kembali sama dia!" Ujar Luna.
"Enggak, semuanya udah telat, gue tetap mau pisah!"
"Bagus, itu baru sahabat gue" ucap Luna, ia bergerak menghampiri Bianca kemudian memeluk dari samping tubuh sahabatnya yang terlihat sedang kehilangan arah itu.
"Gue yakin lo bisa, Bi. Gue akan selalu ada untuk lo!"
****
No menye-menye ya, Bi. Gas pengadilan!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbreak Anniversary
Romance"Aku bosan!" Ujar Arlo. "Bosan apa?" Tanya Bianca, kening Bianca sampai mengkerut belum mengerti apa maksud ucapan sang suami. "Bosan sama kamu" balas Arlo, dengan mudahnya kalimat itu keluar dari mulut Arlo. "Ha?" **** Tak ada lagi Bianca yang dik...