Jadwal Bianca padat sekali. Hari ini ia berencana untuk mengunjungi rumah sang mertua. Siska mengadakan acara pertemuan antar teman alias arisan alias ajang pamer cucu satu-satunya. Jadilah Bianca wajib menghadiri pertemuan tersebut.
Jamal masih tidur. Semalam pria itu kembali lembur. Bianca tidak tega membangunkan sang suami yang mengeluh kelelahan semalam.
Sang suami masih memeluk tubuh Bianca. Kebiasaannya ketika tidur. Harus ada yang dipeluk, jika tidak, Jamal akan mengamuk dan menggerutu semalaman.
"Jamal, aku mau siap-siap ke rumah Bunda dulu. Udahan meluknya."
Jamal menggeram tak jelas, saat Bianca mencoba untuk melepaskan diri. Baru pria itu kembali tenang tertidur saat sang istri mengecup bibirnya lalu mengelus pipinya. Biarkan saja Jamal beristirahat hari ini.
Ibu satu anak itu lantas bergegas menyiapkan seluruh masakan untuk sang suami. Bahkan Bianca sesekali bersenandung dikala memasak. Beruntung, pagi ini Alden tidak rewel. Jadilah Bianca memasak tanpa perlu menggendong putranya tersebut.
Selesai memasak, Bianca segera menghampiri sang putra. Jamal memutuskan untuk mengalah. Belum memisahkan kamar Alden dengannya. Jamal akan memisahkan kamar, tepat saat Alden mulai makan sendiri. Yaitu bulan depan, saat si bayi berusia enam bulan.
"Alden ... Sayang. Ayo bangun, Sayang. Kita ke rumah Oma. Alden pinter, Anak Mami."
Bocah itu mulai menangis karena tidurnya terganggu. Bianca kontan saja menggendong untuk menenangkan Alden. Takut tidur Jamal terganggu. Meski aslinya, ada suara pertujukan musik metal juga tak akan membangunkan sang suami.
"Mandi dulu ya, Sayang. Utututu, pinternya Anak Mami ini."
Alden mulai tenang setelah digendong. Apalagi setelah mendapatkan jatah susu dari sang ibu. Sehingga memudahkan Bianca untuk memandikan Alden. Ibu satu anak tersebut begitu menyukai aroma segar khas bayi, setelah Alden dimandikan. Ini hanya ia seorang atau semua ibu menyukainya?
"Gemesin banget, siiiih! Sini Mami cubit big tummy-nya."
Bianca menjawil serta meniup-niup perut bulat milik Alden. Empuk sekali, kenyal seperti tahu. Ya ampun, siapa sangka Bianca akan berada di masa ini. Menjadi istri sekaligus ibu. Waktu memang cepat berlalu. Sekarang Alden sudah bisa berbaring dan mencoba duduk sendiri. Pasti besok giginya sudah tumbuh, merangkak, berjalan, berbicara, sekolah, kuliah, dan menikah. Duh, cepat sekali tumbuh kembang si anak.
"Alden, Mami nggak rela kalau kamu cepet tumbuh. Tapi kamu harus tumbuh gede dan sehat, gimana dong? Mami bingung." Adunya pada sang anak. Bayi itu hanya memandangi Bianca dengan tatapan bingung.
"Kamu, sih. Gemesin bangeeeet. Anak siapa, sih? Anak siapaaaa?"
Bianca kembali menjawil perut si bayi. Mencium seluruh wajah hingga bayi itu memekik karena risih. Tak hanya itu, Bianca juga menggelitiki perut serta kaki Alden. Hingga bayi itu tertawa riang dibuatnya.
***
Di rumah Siska, perempuan paruh baya itu sibuk menyiapkan acara arisan. Yang menurutnya kecil-kecilan. Tapi sudah seperti acata syukuran. Siska sudah memesan beberapa kue, memesan hidangan salah satu hotel favoritnya. Tak lupa memesan bingkisan pula. Katanya, sekalian merayakan umur Alden yang ke-5 bulan.
"CUCU OMA UDAH DATANG!"
Siska heboh sendiri ketika melihat kedatangan cucu semata wayangnya tersebut. Langsung ia rebut Alden dari gendongan Bianca. Siska begitu menyayangi sang cucu.
"Cucu Oma paling ganteng. Cucu Oma paling pinter. Aduh imutnya."
Siska sibuk menimang Alden. Bayi itu memekik kegirangan sembari kakinya memukul angin. Tanda ia senang berada di dekat sang nenek. Bahkan tangannya sudah menepuk-nepuk wajah Siska.