kesialan yang berarti part 1

63 8 2
                                    


Pagi hari tiba, matahari baru saja menyinari langit dengan lembut. Aganta biasanya sudah bangun saat alarmnya berbunyi pukul enam, tetapi hari ini, entah kenapa, tubuhnya menolak untuk bergerak. Merasa ada benda yang mengganjal di punggungnya.

Tiba-tiba, ia terbangun dengan kaget. Ponselnya menunjukan pukul 07:00!

"Astaga! Gua terlambat!"

Aganta langsung melompat dari tempat tidurnya, tanpa sempat berpikir panjang karen waktu sudah mepet. Seragam yang sudah di siapkan ibu tergantung di pintu lemari. Ia menariknya dengan secepat mungkin, setelah selesai kenakan seragam, langsung lari terbirit ke kamar mandi untuk cuci wajahnya dan menyikat gigi, sehingga pasta gigi terkena seragam.

Beres di kamar mandi, kembali lagi ke kamarnya mengenakan dasi yang tak beraturan sambil merapikan rambutnya. Berlali ke dapur sambil menenteng tas di pundak, disana terlihat ibu yang menyiapkan sarapan sepotong roti buatannya.

"Nak, sarapan dulu," sahut lembut ibu.

"Ya, Bu. Aganta berangkat dulu, udah telat." Jawab Aganta sambil membawa sepotong sadwich di piring. Berlari keluar rumah, langsung menyalakan motornya dengan tampak wajah yang gelisah.

Jalanan pagi itu tampak lebih padat dari biasanya, atau mungkin itu hanya peraasan Aganta yang dikejar waktu. Sesekali ia melirik ponselnya yang sudah penuh notifikasi dari temannya dan grup kelas, mengingatkannya tentang pelajaran pertama akan segera dimulai sepuluh menit lagi.

"Ya Tuhan, Bu Nita pasti marah besar," gumamnya, membayangkan tatapan tajam wali kelas nya itu, mengajar pelajaran matematikanya itu.

"Semoga saja, Nggak terlambat."

Beberapa menit di perjalanan. Menuju gerbang sekolah yang hampir tertutup. Ia menarik napas, dan merasakan detak jantungnya berdebar cepat. Padahal pagi itu, langit tampak cerah dengan sinar matahari yang mulai menghangat, namun suasana hatinya tidak begitu cerah.

"Ah, jangan sampai telat lagi!" gerutuh sambil mempercepat gas motor, sebelum lima menit bel akan berbunyi, namun dari kejauhan, ia sudah melihat Pak Dito penjaga gerbang sekolah, bersiap-siap menutup gerbang.

"Oi Pak, tunggu! sebentar lagi gua sampe!" teriak Aganta sambil membunyikan klakson motornya, berharap Pak Dito mendengarnya.

Namun, tepat saat Aganta mencapai depan gerbang, gerbang besar itu tertutup sepenuhnya terdengar suara nyaring yang menggema di sekitar halaman depan sekolah. Aganta berhenti sejenak, terengah-engah, dan melemaskan jari tangannya lalu menarik napas. Ia bisa merasakan tatapan beberapa siswa yang sudah berada di dalam, melirik ke arah jendela gedung lantai dua, mungkin saja pagi ini mendapatkan kesialan.

Dengan sedikit ragu, Aganta mengetuk gerbang besi itu, berharap Pak Dito masih ada di dekatnya, "Tong..tong." Tak lama kemudian, pintu kecil di samping gerbang terbuka, dan wajah Pak Dito yang tegas namun ramah tiba saja muncul.

"Lu telat lagi, Gan?" tanya Pak Dito sambil menggelengkan kepala pelan.

"Ini udah ketiga kali telat minggu ini."

Aganta tersenyum nyengir, "Yeah pak... macet di jalan."

Pak Dito menarik napas panjang, kemudia membuka sedikit gerbang itu. "Masuk cepat! Tapi awas aja besok lu telat!"

Aganta segera masuk, menunduk dan berterima kasih, "Terima Kasih, Pak!" ucap Aganta sambil mengacungkan jempol ke arah Pak Dito.

Begitu melewati gerbang, Aganta lalu memarkirkan motornya segera lari masuk kehalaman sekolah tepat suara bel baru saja nyaring berbunyi, dan dengan napas yang masih memburu, ia mengucapkan selamat pagi untuk dirinya yang penuh drama dan kesialan, untuk hari ini.

Cinta Dalam BayanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang