Gadis yang berdiri di samping Aganta. Itu adalah Laura biasa dipanggil "Ara", teman sekelas yang jarang diajaknya berbicara, tapi Aganta selalu memperhatikannya dari kejauhan. Ara terkenal ramah, dan paras wajahnya yang selalu tersentum membuat banyak orang senang berada di dekatnya.
"Aganta," panggil Ara lembut sambil tersenyum manis, "Kamu pasti lelah dihukum tadi. Aku lihat kamu menyapu sendirian di lapangan sepanjang waktu istirahat. Ini, aku bawakan air dan bekal."
Aganta tertegun, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Di tangan Ara, memegang sebotol air dingin dan sekotak bekal berisi roti sandwich dan tambahan buah. Wajahnya memerah, tidak tahu harus berkata apa.
"Ini... untuk aku?" tanyanya nada pelan, masih bingung.
Ara mengangguk. "Iya, aku pikir kamu pasti butuh sesuatu untuk mengisi energi kamu, setelah membersihkan lapangan tadi. Kamu kelihatan capek, jadi aku kasih ini deh.."
Tanpa berpikir panjang. Aganta mengambil botol air itu dan meneguknya dengan cepat. Rasanya sejuk sekali, mengalir di tenggorokannya yang kering karena terlalu lama di bawah terik matahari. Setelah beberapa tegukan, ia menghela napas lega, lalu mengembalikan botol itu ke tangan Ara.
"Terima kasih, Ra," ucap Aganta dengan penuh tulus. "Aku nggak nyangka kamu bakal sepeduli ini."
Ara tersenyum tipis. "Nggak apa-apa, Gan. Aku cuma merasa kasihan melihat kamu sendirian membersihkan lapangan, sementara yang lain istirahat. Kamu pasti lapar juga, kan? Ambil aja roti ini. Aku buat sendiri tadi pagi."
Perasaan hangat dan malu tercampur dalam hati Aganta. Belum pernah ada yang memperlakukannya seperti ini, apalagi Anisa, yang selama ini dia anggap tidak terlalu memperhatikan dirinya.
Ia membuka kotak bekal itu dan mengambil sepotong sandwich. "Aku ambil sepotong, ya. Kamu baik banget, Ra. Maaf ya, aku jadi merepotkan."
Ara menggeleng pelan. "Nggak repot sama sekali. Lagipula, kita kan teman sekelas. Saling membantu itu biasa."
Saat Aganta menggigit sandwich itu, rassa lelah yang tadinya terasa begitu berat perlahan hilang. Sandwich buatan Ara terasa begitu sederhana, namun memiliki rasa yang enak, dan membuatnya lebih baik. Beberapa teman dikelas memperhatikan mereka berdua, tetapi Aganta terlalu fokus pada Ara, ia ingin mengucapkan rasa terima kasih yang besar dalam dirinya untuk memedulikan itu.
Setelah beberapa saat, lalu Ara berdiri. "Aku balik ketempat dudukku dulu, ya. Kalau kamu butuh sesuatu lagi, bilang aja."
Aganta tersenyum di tahan, sedikit canggung tapi sangat besyukur. "Makasih banyak, Ra. Aku nggak akan lupa hal ini." Ucap hati Aganta.
Saat Ara kembali ke bangkunya, Aganta duduk dengan perasaan yang lebih ringan, tidak ada lagi rasa keberatan. Meski hari ini dimulai dengan banyak kesialan, namun demi sedikit akan ada sesuatu hal yang berarti, bantuan kecil dari Ara membuat semuanya terasa lebih baik. Ia melihat kotak bekal itu di mejanya dan berpikir dalam hati, bahwa mungkin hari ini tidak seburuk yang dia bayangkan. Bahkan di tengah ada nya hukuman dan rasa malu, ada hal-hal baik yang datang tanpa di rencanakan.
Bel istirahat akhirnya berbunyi, menandakan waktu pelajaran berikutnya akan datang. Aganta, yang merasa sedikit lebih segar setelah menikmati bekal dari Ara, mulai bersiap untuk pelajaran selanjutnya. Kelas mulai kembali ramai, dan teman-temannya satu per satu kembali ke bangky masing-masih.
Beberapa menit kemudian, Pak Darso, guru seni budaya di sekolah ini, masuk ke kelas dengan langkah santai sambil membawa tas di lengannya dan beberapa lembar kertas. Pak Darso dikenal sebagai guru yang sangat santai, tapi selalu memiliki cara menarik untuk mengajarkan pelajarannya. Penampilannya khas berkumis tipis dan berkacamata, selalu mengenakan batik yang mencolok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dalam Bayangan
Romance"Cinta Dalam Bayangan" adalah sebuah kisah romansa yang mengisahkan perjalanan cinta yang tersembunyi, penuh misteri, dan dilema batin. Di tengah gemerlap dunia yang penuh cahaya, ada cinta yang bersembunyi di antara bayang-bayang. Karakter utamanya...