Bab 9 Di Ambang Batas 2

6 3 1
                                    

Pertarungan sengit terus berlanjut. Dentuman peluru dan teriakan musuh menggema di udara malam, menciptakan suasana kacau di sekeliling mereka. Min Jae bertarung habis-habisan, mengerahkan seluruh tenaganya untuk menahan musuh yang semakin mendesak. Meski dia berada dalam posisi yang sangat berbahaya, dia tak peduli. Pikirannya hanya satu: melindungi Ji Yoon.

Sementara itu, Ji Yoon tetap fokus merawat Do Hyun yang terluka parah. Nafasnya terengah-engah, tangan kanannya penuh darah saat berusaha menghentikan pendarahan di tubuh Do Hyun. Wajahnya tetap tenang, tapi ada ketegangan yang tak bisa dia sembunyikan.

“Do Hyun, bertahanlah,” katanya, mencoba mengalihkan perhatiannya dari suara tembakan di belakang mereka.

Do Hyun tersenyum lemah, menatap Ji Yoon dengan tatapan penuh kelelahan. “Aku... tidak akan mati... tapi aku tak bisa terus seperti ini, Ji Yoon. Aku tidak bisa berpura-pura.”

Ji Yoon tidak menanggapi, meski ada sesuatu dalam kata-kata Do Hyun yang menusuknya. Untuk sesaat, dia merasa goyah. Tapi dalam hitungan detik, dia memaksa dirinya kembali ke realitas. Dia tak bisa membiarkan perasaan Do Hyun mempengaruhinya, tidak di saat genting seperti ini.

“Kita harus pergi dari sini,” katanya tegas, menyadari bahwa musuh semakin banyak.  “Jika kita terus di sini, mereka akan mengepung kita sepenuhnya.”

Dengan satu gerakan cepat, Ji Yoon menarik Do Hyun berdiri, meletakkan lengan Do Hyun di atas bahunya untuk membantunya berjalan. Meski terluka, Do Hyun masih mencoba untuk berjalan, meski setiap langkah terasa menyakitkan. Ji Yoon, meskipun dalam kondisi kritis, tetap menjaga ketenangannya.

Tak lupa Ji Yoon memanggil Min Jae untuk meminta bantuan membuatkan jalan agar mereka bisa pergi dari tempat itu menuju tempat yang aman untuk mereka berlindung, "Min Jae!" teriak Ji Yoon.

Min Jae, yang bertarung tanpa henti, tiba-tiba merasakan kelelahan fisiknya. Tapi, ketika mendengar teriakan Ji Yoon dan melihat Ji Yoon dan Do Hyun mulai bergerak, semangatnya kembali bangkit. Dengan satu gerakan cepat, dia berhasil melumpuhkan dua musuh terakhir yang menghalangi jalan mereka. Sambil berlari mendekat ke arah Ji Yoon dan Do Hyun, dia memberi isyarat bahwa jalan keluar sudah aman.

“Kita harus segera pergi. Mereka pasti akan memanggil bala bantuan,” seru Min Jae sambil menembak satu musuh yang tersisa di belakang mereka.

Ketiganya bergegas keluar dari fasilitas itu, berlari di antara bayangan gelap malam, diiringi suara tembakan yang semakin menjauh. Meski misi mereka gagal dan fasilitas musuh tetap utuh, yang terpenting adalah mereka bertiga berhasil lolos dengan nyawa mereka.

***

Setelah berjalan dan berlari cukup jauh akhirnya mereka berhasil lolos dari kepungan, mereka berlindung di sebuah rumah persembunyian sementara yang sudah disiapkan oleh Appa di pinggiran kota. Tempat itu kecil dan tersembunyi, jauh dari peradaban, tetapi cukup aman untuk sementara waktu. Do Hyun, yang sudah setengah pingsan karena kelelahan dan kehilangan darah, segera dibaringkan di sofa usang di dalam rumah itu.

Ji Yoon duduk di sebelahnya, kembali merawat lukanya. Min Jae, yang kelelahan setelah melawan banyak musuh sendirian, berdiri di sudut ruangan, terengah-engah sambil menatap Ji Yoon. Meski tubuhnya penuh memar dan goresan, perhatian Min Jae sepenuhnya terfokus pada Ji Yoon. Dia merasa bangga telah melindunginya, meskipun dia tahu bahwa Ji Yoon tidak akan pernah secara langsung mengakui keberaniannya.

“Kau melakukannya dengan baik, Min Jae,” ucap Ji Yoon dengan nada tenang, tanpa menoleh padanya. Meski pujian itu terdengar dingin, Min Jae merasa jantungnya berdegup lebih cepat. Hanya dengan beberapa kata dari Ji Yoon, dia bisa merasakan kebahagiaan yang aneh.

“Kita berhasil keluar hidup-hidup berkat Min Jae,” tambahnya sambil terus mengompres luka Do Hyun. “Kalau bukan karena kau, mungkin kita sudah mati.”

Min Jae tersenyum, meskipun tubuhnya penuh luka. Kata-kata Ji Yoon seolah menjadi balasan atas semua usahanya. Namun, di dalam hati, ada sesuatu yang mulai merayap—rasa khawatir tentang apa yang sebenarnya terjadi antara Ji Yoon dan Do Hyun. Meskipun dia tidak pernah mengatakan secara langsung, dia bisa merasakan bahwa hubungan antara mereka berdua semakin rumit. Tapi dia menyingkirkan pikiran itu. Ji Yoon selalu menjadi pusat dunianya, dan dia akan melakukan apa saja demi menjaga kepercayaan itu.

Di sisi lain, Ji Yoon kembali menatap Do Hyun yang masih lemah di sofa. Momen sunyi di antara mereka terasa tegang, tetapi Ji Yoon tahu, dia berhasil mendapatkan apa yang dia inginkan. Do Hyun kini sepenuhnya ada di bawah kendalinya, seperti Min Jae. Dengan cermat, Ji Yoon menutupi ekspresinya yang penuh kemenangan dengan tatapan dingin.

“Kau harus istirahat,” katanya pelan, suaranya kembali tegas. “Jangan berpikir terlalu banyak, Do Hyun.”

Namun, Do Hyun tetap menatap Ji Yoon, mencoba memahami apa yang sebenarnya dia inginkan. “Aku tahu kau mengendalikan semuanya,” kata Do Hyun lemah. “Tapi kali ini... kau harus tahu... aku tidak akan terus seperti ini. Suatu saat, aku akan melawan.”

Ji Yoon tersenyum tipis, sebuah senyuman yang penuh teka-teki. “Kita lihat saja nanti,” balasnya dengan nada licik.

Min Jae, yang berdiri di dekat pintu, memperhatikan percakapan itu dari kejauhan. Dia merasakan getaran aneh dalam interaksi antara Ji Yoon dan Do Hyun, tapi dia memilih untuk mengabaikannya. Yang terpenting baginya adalah bahwa Ji Yoon aman. Apa pun yang terjadi di antara mereka, selama Ji Yoon tetap berada dalam hidupnya, Min Jae akan tetap setia. Meskipun hatinya sering dipermainkan, dia tidak bisa melepaskan diri dari Ji Yoon.

Malam semakin larut, dan ketiganya terjebak dalam keheningan masing-masing. Ji Yoon duduk di dekat jendela, memikirkan langkah berikutnya. Misi mereka gagal, tapi dia tahu Appa tidak akan marah. Kegagalan ini akan menjadi peluang lain untuk mendapatkan kepercayaan Appa lebih dalam.

Min Jae tertidur di sudut ruangan, tubuhnya kelelahan setelah pertarungan sengit. Namun, pikirannya tetap terisi oleh bayang-bayang Ji Yoon, yang terus berputar di dalam benaknya. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk sepenuhnya mendapatkan hatinya, tapi dia akan terus mencoba, apa pun risikonya.

Sementara itu, Do Hyun, yang masih belum sepenuhnya sadar, terjebak dalam pergulatan emosinya sendiri. Ji Yoon telah menguasai hatinya, namun dia tahu bahwa itu adalah permainan yang berbahaya. Setiap langkah yang dia ambil semakin menjeratnya ke dalam jaring manipulasi Ji Yoon. Tapi, di tengah kegelapan itu, ada satu hal yang dia yakini—dia harus memutuskan apakah akan terus berada di bawah kendali Ji Yoon atau akhirnya melawan permainan yang sedang dimainkan wanita itu.

Malam itu, meskipun mereka bertiga bersama dalam satu ruangan, mereka semua terpisah oleh jarak yang tak terlihat—jarak yang diciptakan oleh kebohongan, manipulasi, dan perasaan yang tidak terungkap.

Echoes of ManipulationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang