Bab 6 Di Bawah kendali Ji Yoon

60 30 95
                                    

Misi baru datang tak lama setelah ketegangan yang terjadi di antara Ji Yoon, Do Hyun, dan Min Jae. Appa, seperti biasa, memberikan perintah dengan nada tenang yang mengerikan, seolah dia sedang berbicara tentang sesuatu yang sepele, padahal sebenarnya misi ini adalah salah satu yang paling berbahaya.

“Kalian berdua,” suara Appa bergema melalui telepon, "Ada target di luar kota yang perlu kalian tangani. Pengiriman barang penting akan dilakukan malam ini, dan ada desas-desus bahwa polisi dan kelompok saingan sudah mencium baunya. Jangan biarkan mereka merusak rencana ini.”

Ji Yoon dan Do Hyun duduk diam di ruangan yang dingin, mendengarkan instruksi dengan saksama. Min Jae, yang biasanya ikut dalam misi seperti ini, kali ini dikirim ke tempat lain oleh Appa—tanpa alasan jelas, tapi kemungkinan karena Appa merasakan ketegangan di antara mereka bertiga. Ji Yoon dan Do Hyun diberi tugas yang cukup spesifik: menghentikan polisi dari mengintervensi pengiriman dan memastikan transaksi berjalan lancar.

“Kalian tahu apa yang harus dilakukan. Jangan membuat kesalahan.” Kalimat terakhir Appa terdengar seperti ancaman terselubung.

Setelah panggilan berakhir, Do Hyun memandang Ji Yoon dengan tatapan penuh fokus. Mereka tahu misi ini tidak akan mudah.  "Kita harus hati-hati. Ini bisa menjadi jebakan."

Ji Yoon mengangguk pelan, tetapi tidak berkata apa-apa. Di balik pikirannya, dia sudah memikirkan bagaimana memanfaatkan misi ini untuk semakin mempermainkan Do Hyun. Dia tahu bahwa keterlibatan emosional Do Hyun terhadapnya semakin dalam, dan malam ini mungkin menjadi kesempatan sempurna untuk melihat seberapa jauh dia bisa memanipulasinya.

***

Malam tiba, dan misi dimulai. Mereka bergerak dalam senyap, mengikuti rencana yang telah disusun dengan cermat. Namun, tak lama setelah mereka tiba di lokasi, situasi berubah kacau. Serangan mendadak dari kelompok saingan meledak tanpa peringatan. Tembakan menghujani area di sekitar mereka, membuat Ji Yoon dan Do Hyun terpaksa berlari mencari perlindungan.

“Ini jebakan!” Do Hyun berteriak, sementara dia dan Ji Yoon bersembunyi di balik mobil terbalik.

Ji Yoon tidak panik, tetapi dia tahu mereka dalam situasi berbahaya. “Kita harus keluar dari sini. Polisi pasti sudah di jalan juga.”

Mereka berdua mencoba melawan, tetapi musuh semakin banyak. Dalam kekacauan itu, Do Hyun tertembak di bahu. Peluru menembus tubuhnya dengan kecepatan yang mengerikan, dan darah langsung mengalir deras.

“Do Hyun!” Ji Yoon berlari menghampirinya, menariknya ke tempat yang lebih aman.  Tangan Do Hyun menggenggam bahunya, mencoba menahan rasa sakit, tetapi dia bisa merasakan kekuatannya mulai melemah.

“Pergi tanpa aku,” kata Do Hyun dengan suara lemah. “Aku akan menahan mereka.”

“Kau gila?” Ji Yoon menjawab, suaranya penuh ketegasan. “Aku tidak akan meninggalkanmu.”

Dengan susah payah, Ji Yoon menarik Do Hyun menuju tempat persembunyian sementara yang telah mereka siapkan sebelumnya. Setelah berlari dan menghindari tembakan yang terus menghujani mereka, mereka akhirnya berhasil mencapai tempat aman sebuah bangunan tua yang terbengkalai di pinggir kota.

Ji Yoon membantu Do Hyun berbaring di atas lantai yang dingin dan berdebu. Wajah Do Hyun pucat, darah terus mengalir dari luka di bahunya, membuat pakaian hitamnya semakin gelap.

“Jangan bergerak,” perintah Ji Yoon, mulai mencari perlengkapan pertolongan pertama yang mereka simpan di tempat itu. Dia menemukan kain dan mencoba menghentikan pendarahan di bahu Do Hyun. Sementara itu, Do Hyun memandangi wajah Ji Yoon yang fokus, merasakan ketegangan yang terus tumbuh di antara mereka.

Saat Ji Yoon merawat lukanya, Do Hyun berusaha menahan rasa sakit yang membakar di tubuhnya. Namun, lebih sulit baginya menahan sesuatu yang lain yakni perasaan yang selama ini dia coba tekan dalam-dalam. Di antara rasa sakit fisik, ada sesuatu yang lain yang semakin kuat: perasaan yang tidak bisa dia tolak terhadap Ji Yoon.

“Ji Yoon a…” Do Hyun memanggil namanya dengan suara serak.

Ji Yoon berhenti sejenak, matanya bertemu dengan mata Do Hyun. Di ruangan yang sepi itu, hanya ada mereka berdua. Sunyi, namun penuh dengan ketegangan yang seolah siap meledak kapan saja.

“Ada apa?” tanya Ji Yoon, suaranya datar, tetapi dalam hatinya, dia tahu apa yang sedang terjadi. Dia bisa melihat keinginan di mata Do Hyun—keinginan yang sama yang sering dia lihat di mata Min Jae. Ini adalah momen yang dia tunggu-tunggu.

Do Hyun menggenggam tangan Ji Yoon, matanya penuh dengan ketidakpastian, tetapi juga kejujuran yang selama ini dia sembunyikan. "Aku... tidak bisa terus menahan ini."

Ji Yoon tidak menarik tangannya. Sebaliknya, dia hanya diam, membiarkan Do Hyun merasa seolah-olah dia sedang mengambil kendali. Dia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, dan dia siap memainkan perannya.

Do Hyun menarik Ji Yoon lebih dekat. Nafas mereka terasa begitu dekat, dan di momen itu, batas di antara mereka terasa semakin tipis.  “Kau tahu ini salah,” bisik Do Hyun, tetapi suaranya penuh dengan keinginan yang tidak bisa lagi dia kontrol ditambah dengan reaksi obat yang Ji Yoon berikan saat mengambil peluru dari bahu Do Hyun.

“Salah atau tidak, apa bedanya?” jawab Ji Yoon dengan suara yang lembut, hampir menggoda. “Kau menginginkanku, Do Hyun. Sama seperti Min Jae.”

Do Hyun mengerang, frustrasi dengan ketidakmampuannya melawan. Dalam satu gerakan, dia menarik Ji Yoon ke dalam ciuman yang penuh gairah, mengabaikan rasa sakit yang masih mencengkeram tubuhnya. Ji Yoon membalasnya, tetapi dengan ketenangan dan kendali penuh, menikmati bagaimana dia telah berhasil menarik Do Hyun ke dalam permainannya.

Malam itu, di tempat persembunyian sementara yang gelap dan sunyi, mereka berbagi momen intim yang sarat dengan ketegangan fisik dan emosional. Di dalam ruangan yang sunyi itu, kini terdengar suara erangan dan desahan dari keduanya. Do Hyun, yang biasanya begitu kuat dan terkendali, sekarang sepenuhnya berada di bawah pengaruh Ji Yoon. Dia tidak hanya terluka secara fisik, tetapi juga secara emosional, terperangkap dalam perangkap yang Ji Yoon ciptakan.

***

Ketika pagi tiba, Ji Yoon bangun lebih dulu dan melengkapkan kembali pakaian ketubuhnya. Dia menatap Do Hyun yang masih tertidur, dengan nafas teratur di sampingnya. Memperlihatakan dada yang lapang dan otot yang terbentuk sempurna dengan lukanya mungkin akan sembuh, tetapi dampak emosional dari malam itu akan tetap ada. Ji Yoon menyeringai puas, merasa telah mencapai apa yang dia inginkan. Do Hyun, seperti Min Jae, kini ada di bawah kendalinya.

Namun, Ji Yoon juga tahu bahwa permainan ini belum selesai. Ada banyak hal yang masih harus dia lakukan, dan kedua pria itu akan terus menjadi pion dalam rencana besarnya.

Sementara itu, Min Jae, yang tidak mengetahui apa yang terjadi antara Ji Yoon dan Do Hyun, terus setia. Dia sering menunjukkan perhatian kecil pada Ji Yoon—menanyakan kabarnya, mengurus hal-hal kecil yang dia butuhkan, selalu ada untuknya tanpa pamrih. Tapi Ji Yoon tidak pernah benar-benar membalasnya. Dia hanya mempermainkannya, membiarkan Min Jae tetap berada di bawah kendali emosionalnya tanpa pernah memberikan apa yang Min Jae inginkan.

Ji Yoon tahu bahwa dia telah memenangkan permainan ini—setidaknya untuk sekarang. Tetapi, seperti semua permainan, selalu ada risiko, dan dia harus terus berhati-hati agar tidak kehilangan kendali atas pion-pionnya.

Echoes of ManipulationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang