Bab 1 Kelinci didalam Kegelapan

123 39 103
                                    

Di tengah hutan lebat yang melingkupi sebuah mansion megah, sorang pria parubaya yang merupakan konglomerat misterius yang terkenal dengan pikiran jahat nan liciknya berdiri di jendela kantornya yang menghadap ke taman. Tak ada yang bisa melihat ke dalam mansion tersebut dari luar, dan sebaliknya, mereka yang ada di dalamnya hanya bisa melihat ke dalam kegelapan.

Dalam kesunyian yang mendalam ini, pria parubaya itu sedang merencanakan eksperimen barunya dengan mengambil tiga anak secara acak sebagai sampel dari dunia luar dan membentuk mereka sesuai dengan keinginannya, pria parubaya itu juga membuat anak-anak tersebut mamanggilnya dengan sebutan "Appa," yang artinya Ayah.

Ketiga anak itu adalah Ji Yoon, seorang anak perempuan berusia 10 tahun dengan kecenderungan psikopat, serta Do Hyun dan Min Jae, dua anak laki-laki berusia 11 dan 9 tahun yang memiliki sifat pemberontak. Mereka semua diisolasi dalam lingkungan tertutup di mana kekerasan dan manipulasi emosional adalah bagian dari rutinitas sehari-hari mereka.

Pada hari itu, di taman mansion, Min Jae yang masih berusia sembilan tahun tampak riang bermain dengan kelinci kecil yang baru ia temukan. Kelinci itu putih bersih dengan mata merah yang cerah, tampak sangat kontras dengan suasana gelap di sekeliling mereka.

"Appa, lihat! Aku menemukan teman baru!" seru Min Jae dengan penuh semangat, melompat-lompat dengan kelinci di tangannya.

Do Hyun, yang berusia lebih tua, hanya memandang dengan mata dingin dan acuh tak acuh, sementara Ji Yoon, yang duduk jauh di sudut taman, menatap kelinci itu dengan tatapan dingin dan penuh perhitungan.

"Bagus sekali, Min Jae," kata Appa dengan suara lembut dan penuh kasih, walau matanya menyimpan rahasia yang gelap. "Aku senang kamu menemukan teman baru di sini."

Min Jae berlari-lari di sekitar taman, memainkan kelinci itu dengan gembira. Ji Yoon, sebaliknya, duduk di bawah pohon besar dan memandang dengan senyuman yang sulit ditafsirkan. Senyum itu seolah mengandung kekejaman yang tersembunyi di balik tatapan kosongnya. Setiap kali ia melihat kelinci itu, senyumnya semakin lebar, seolah menikmati sesuatu yang sangat menyenangkan.

"Ji Yoon, kenapa kamu tidak bergabung dengan Min Jae dan Do Hyun?" tanya Appa sambil melirik ke arah Ji Yoon, mencoba mengubah suasana hati gadis itu. "Kalian semua bisa bermain bersama."

Ji Yoon hanya mengangkat bahu dan menjawab dengan nada datar, "Aku lebih suka di sini. Aku tidak tertarik pada kelinci-kelinci kecil."

Kehidupan di mansion itu penuh dengan kebosanan dan kekosongan. Setiap hari mereka dipaksa untuk menyaksikan kekejaman manusia dan tindakan tak bermoral melalui televisi di ruangan mereka. Semua ini adalah bagian dari eksperimen yang dilakukan oleh Appa untuk membentuk karakter mereka sesuai dengan keinginan yang tidak pernah mereka mengerti.

Malam pun tiba, dan semua anak tidur di kamar masing-masing. Ji Yoon terjaga, berbaring di tempat tidurnya sambil menatap langit-langit dengan tatapan kosong. Dia sudah lama terbiasa dengan rutinitas gelap di mansion ini, dan malam itu tidak berbeda. Namun, senyum di wajahnya malam itu menunjukkan bahwa dia memiliki sesuatu yang direncanakan.

Keesokan paginya, seperti biasa, mereka terbangun di dalam ruangan mereka yang steril, dengan langit-langit putih dan dinding yang halus. Di luar jendela, mereka bisa melihat taman yang dikelilingi pagar tinggi.

Ji Yoon, seorang gadis kecil dengan mata tajam dan penuh perhitungan, bangun lebih awal dari yang lain. Dia sudah tahu bahwa hari ini adalah hari yang berbeda. Ia berdiri di depan jendela dan menatap ke taman dengan ekspresi kosong. Di sana, Min Jae yang tengah mencari-cari sesuatu.

"Min Jae-ya, ayo masuk, waktunya sarapan," teriak Ji Yoon dari dalam.

Min Jae yang saat ini tengah mencari kelincinya menghiraukan panggilan Ji Yoon. karena, ia tidak menemukan kelincinya. Matanya membesar dengan kepanikan dan kesedihan.

Sementara itu, Do Hyun, yang usianya hanya sedikit lebih tua dari Ji Yoon, sedang berlatih pukulan di gym kecil di sudut mansion. Ia melatih kemampuannya dengan tekun, menunjukkan semangat pemberontaknya yang tak kunjung pudar.

"Apakah kau tidak bosan dengan latihan itu?" tanya Ji Yoon saat melintas di depan Do Hyun.

"Lebih baik daripada berbaring di sini tanpa tujuan," jawab Do Hyun, menghapus keringat dari dahinya.

Ji Yoon hanya tersenyum sinis. "Sepertinya kau lebih suka berlatih daripada bergaul dengan kami."

Di luar, Min Jae akhirnya menghampiri Appa, yang sedang duduk di beranda, menikmati secangkir teh. Min Jae tampak kesal, matanya basah oleh air mata.

"Appa! Kelinciku... ke mana kelinciku?" tangis Min Jae, air mata mengalir di pipinya.

Do Hyun yang baru saja selesai latihan, mendekat untuk melihat situasi. "Ada apa Min Jae?"

"Kelinciku... kelinciku hilang." jawabnya sambil terus menangis.

Do Hyun, yang tampak lebih dewasa daripada usianya, mendekati Min Jae dengan ekspresi tenang. "Cobalah untuk tenang, Min Jae. Kita akan mencarinya bersama-sama."

Appa, dengan wajah penuh perhatian dan rasa sayang, mendekati Min Jae dan meletakkan tangan di kepala anak itu. "Jangan khawatir. Kita akan mencari kelincimu. Mungkin ia hanya bersembunyi di suatu tempat."

Namun, dari kejauhan, Ji Yoon berdiri dengan senyuman tipis di wajahnya. Dia tahu persis di mana kelinci itu berada. Malam sebelumnya, dia telah melakukan sesuatu yang tidak pernah diketahui oleh Min Jae atau Do Hyun. Kelinci putih itu kini terbaring di sudut taman, jauh dari jangkauan anak-anak, hasil dari kebrutalan yang dinikmatinya.

Ji Yoon berdiri jauh di belakang, menyaksikan kejadian itu dengan senyuman yang penuh rahasia. Dia tahu persis apa yang terjadi pada kelinci Min Jae. Semalam, dia secara diam-diam mengikuti Min Jae dan kelincinya, dan di dalam gelap, dia menikmati momen ketika kelinci itu menjadi objek dari naluri kekejamannya. Tindakan itu bukanlah hal yang baru bagi Ji Yoon; itu adalah bagian dari permainan yang lebih besar, permainan manipulasi yang dia mainkan dengan kesadaran penuh.

Sementara Appa dan Do Hyun mencari di sekitar mansion dan taman, Ji Yoon dengan santai memasuki ruang makan. Dia duduk di kursinya dan menunggu sarapan dengan sikap yang tenang. Beberapa saat kemudian, suara pintu dibuka, dan Appa dan Do Hyun kembali tanpa hasil.

Appa memperhatikan Ji Yoon dengan tatapan yang sulit dibaca. Dia tahu apa yang terjadi dan merasa puas dengan hasil eksperimen malam itu semua terlihat dan terrekam dalam kamera CCTV, Appa melihat bagaimana kejinya Ji Yoon membuat kelinci putih itu berubah menjadi bangkai berwarnah merah. Senyum Ji Yoon, yang tampaknya penuh dengan kepuasan, membuatnya merasa bahwa eksperimen ini mulai menunjukkan hasil yang diinginkan.

Sementara Min Jae yang masih menangis dan Do Hyun mencoba menenangkannya, Ji Yoon merasa puas dengan penglihatannya. Semua ini adalah bagian dari permainan dan manipulasi yang telah dia kuasai. Appa, yang melihat semua ini, tersenyum kecil, mengetahui bahwa eksperimen ini berhasil mencapai tujuannya.

Ketiga anak itu, tanpa mengetahui bahwa mereka adalah bagian dari eksperimen, terus hidup dalam ilusi cinta dan kasih sayang yang diberikan oleh Appa. Mereka tidak pernah menyadari bahwa mereka adalah alat dalam permainan besar yang tidak mereka mengerti.

Di dalam mansion megah yang tertutup, dunia kecil mereka tetap dipenuhi dengan manipulasi, kekerasan, dan keputusasaan. Namun, mereka tetap percaya bahwa Appa adalah satu-satunya sosok yang menyayangi mereka, tanpa menyadari kenyataan yang lebih kelam di balik semua ini.

Dan sementara mereka terus menjalani hidup mereka dalam kegelapan, eksperimen ini terus berlanjut, mengukir jalan yang belum mereka ketahui.

Echoes of ManipulationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang