Novan dan Kenangan

7 1 0
                                    

Novan merindukan Alen.

Katakan dia bodoh karena berharap mantan terindahnya masih memberikan secuil harapan untuk berhubungan lagi meskipun sekadar berkomunikasi. Alen sudah menjadi rumah kedua, begitulah yang Novan pikir selama menjalani hubungannya kala itu.

Saat hubungan mereka berakhir, Novan selalu berdoa dan berharap akan bertemu Alen sekali lagi dalam keadaan baik-baik saja. Setidaknya hanya melihat perempuan itu lewat di depan mukanya saja Novan amat bersyukur.

Satu setengah tahun setelah hubungan mereka berakhir, doa Novan terkabul. Suatu hari di masa lampau, Novan ingin makan nasi padang sebelum bertemu rekan perusahaannya. Kebetulan rumah makan nasi padang itu cukup ramai sehingga tidak ada yang peduli dengan kehadiran Novan. Dia makan di pinggir jendela karena tidak terlalu suka keramaian.

"Mas, saya mau beli nasi padang."

"Siang, Mbak Alen. Mau menu apa aja?"

Posisi Novan yang dekat dengan dapur makan depan mendengar nama yang tidak asing. Hanya ada satu orang yang memiliki nama itu dalam hidupnya.

"Kayak kemarin tapi telur balado ya. Lagi bosen makan rendang."

"Buat Mas Jem juga?"

"Jaime, Mas. Panggil aja dia Je. Buat saya aja, satu bungkus."

Novan menoleh ke belakang. Sosok perempuan berhijab dengan pakaian kasual duduk di kursi dekat display cool menyamping.

Itu benaran Alen!

Surprise. Novan terlihat seperti menerima uang kaget. Secepatnya Novan memutar tubuh agar tidak tepergok perempuan itu. Tangannya dapat merasakan dentuman di dada berdenyut tak karuan.

Jendela hitam di hadapannya terlihat baik hati memperlihatkan siluet bayangan jauh Alen yang duduk di kursi dekat pintu. Bersandar malas menyamping dan menatap karyawan berpeci bulat itu bergerak aktif membuatkan pesanan.

"Emangnya mas Je ke mana, Mbak Alen?"

"Lagi pilek sama radang."

Kepala perempuan yang Novan duga Alen menengok ke jendela. Mata Novan reflek menatap nasi dan tangannya bergerak menyuap makanan lagi.

"Sayang banget meja lagi penuh. Padahal enak makan di sini biar gak repot nyuci sendok."

"Alhamdulillah lagi rame. Besok datang lagi aja agak pagian."

"Gampang. Kalau Je udah sembuh saya ke sini lagi."

"Mbak Alen gak mau pake perkedel?"

"Gak deh, lagi bosan makan perkedelnya. Nih, uangnya."

"Makasih, Mbak Alen. Nitip salam ke mas Je! Semoga cepat sembuh!"

"Oke. Duluan Mas Eki."

Novan melirik dari pantulan kaca jendela. Perempuan itu tersenyum sambil melambaikan tangan singkat.

Kerinduan Novan sudah terbayar. Namun, ia tidak rela melihat wanita itu pergi begitu saja. Novan pasrah jika hari itu tidak ada kesempatan lain untuk bertemu dengan Alen lagi.

Setelah Novan selesai makan ia berniat merokok sebatang. Cuaca hari itu cukup panas sehingga minum satu gelas es teh saja tidak cukup.

Novan niatnya menyendiri di gang kecil samping rumah makan. Sebelum menemukan korek dan rokok di kantong celana, Novan menemukan papan spanduk yang terlihat baru dicetak bersandar di kursi sendirian.

Inginnya berniat menggeser papan itu ke sisi lain, Novan malah memerhatikan isi spanduknya.

DI JUAL CEPAT. SIAP DIPAKAI UNTUK RUMAH MAKAN. BISA NEGO. HUB: 0821 XXX XXX XXX (BPK. RIDHO)

MAPS (Menanti atau Pergi Selamanya)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang